"Masih inget nggak gue ngomong apa pas nelepon?" tanya Dyo penasaran.
"Sok sok an bilang nelepon padahal nggak pernah juga."
"Nggak percayaan, mana ponsel lo?" tangan Dyo menadah meminta ponsel gadisnya.
"Buka." Pinta pria itu sembari mengembalikan ponsel Anindita untuk dibuka, lalu kembali memberikannya pada Dyo. Entah apa yang dilakukan pria itu pada ponsel Anindita, namun tak lama kemudian Dyo memperlihatkan layar datar itu pada gadis yang masih betah meminjamkan pangkuannya untuk menjadi sandaran Dyo.
"Lihat. Gue nelepon lo kok." Anindita mengambil ponselnya, memperhatikan sederet nama yang masuk pada log teleponnya. Memang benar pria di pangkuannya itu pernah meneleponnya. Tapi kenapa ia tidak ingat? Gadis itu membaca lagi berulang-ulang. Gadis itu mengangguk, mengetahui alasan kenapa dirinya tidak ingat sama sekali pada telepon itu.
"Ya siapa suruh nelepon tengah malam coba. Orang lain udah tidur mas." Sewot Anindita.
"Inget nggak gue ngomong apa?" tanya Dyo lagi yang dibalas gelengan kepala dari gadis itu.
"Inget inget lagi coba." Pintanya. Anindita berpikir keras. Bahkan dahinya sampai berkerut karena memikirkan kemungkinan apa yang dikatakan oleh Dyo saat menelepon.
"Gue bakalan ngambek sampai elo inget apa yang gue omongin malam itu." Pria itu bangun dari tidurannya lalu beranjak menuju dapur. Sepertinya menemui Erlangga yang kebetulan memang sedang ada di dapur. Meninggalkan Anindita yang masih berpikir keras. Ia kemudian mengambil ponselnya, memeriksa apakah ada pesan tertinggal di ponselnya atau tidak. Setelah berkutat dengan ponsel, akhirnya ia menemukan sebuah petunjuk besar yang tersimpan rapi di ponselnya. Ia ingat bahwa dirinya mengatur agar ponsel pintarnya itu selalu merekam jika ada telepon masuk. Yang secara otomatis, apa yang mereka bicarakan malam itu juga akan tersimpan rekamannya. Dengan semangat, ia mendengarkan percakapan dirinya dan Dyo malam itu. Ternyata, pembicaraan mereka sangat tidak jelas juntrungannya.
"Apa sih? Bilang I love you doang juga." Anindita mendecih kesal. Sesaat kemudian, ia tersadar apa yang Dyo katakan saat di telepon itu. Dyo mengutarakan perasaannya. Pernyataan yang selama ini ditunggu-tunggu olehnya. Dengan cepat ia berlari menuju dapur. Dapat gadis itu lihat bahwa Dyo sedang mengobrol santai dengan Erlangga.
"Kak Dyoo!!!" Kedua pria itu langsung menoleh saat mendengar suara Anindita. Melihat panggilannya mendapat respon, ia langsung menempelkan ibu jari dan telunjuk hingga membentuk hati. Tidak lupa senyum sumringah yang tidak lepas dari wajah manis Anindita.
"Apaan itu?" tanya Dyo dan Erlangga penasaran.
"This is called, Korean finger heart. Yang diomongin di telepon, nggak boleh di tarik lagi ya. Aku punya rekamannya jadi nggak bisa ngelak." Jelas Anindita, lalu pergi ke kamarnya sembari meneriakkan nama kemabarannya.
"Adiiiiiiit!!!"
"Ga, adek lo emang semanis itu atau bisa lebih manis lagi? Kayaknya gue bisa kena diabetes." Dyo mencoba menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Erlangga hanya terkekeh melihat kelakuan sahabatnya yang ia pikir tak ubahnya anak abege kasmaran.
"Muka lo merah banget. Udah kayak abege baru jatuh cinta aja lo. Malu sama umur." Cecar Erlangga, walau senyum mengejeknya masih ia tampilkan.
"Gue malu woi. Salahin adek lo yang manisnya kelewatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Locked by You
Lãng mạnDrabble singkat dalam rangka mengikuti #drabbletober Prompts list by @dwikipan Anindita bilang, dia mau move on. Move on? Apa itu move on kalau 'Hi!' dari dia masih aja bikin kamu jatuh cinta? Move on hanyalah sebuah wacana belaka. Lemah memang.