Day 2 Holding Hand

29 2 0
                                    

"Dit, besok kita jadi 'kan? Lemak gue udah bertebaran dimana-mana nih." Rengek Anindita sembari menuruni tangga.

"Besok? Gue lupa bilang kalau agenda olahraga kita harus batal. Ada penelitian mendadak."

"Hah? Serius?! Terus gue harus lari sendiri gitu?"

"Sama gue aja. Besok gue kosong kok." Tawar Dyo tiba-tiba yang sukses membuat Anindita membelalakkan matanya.

"What?! Sejak kapan kakak ada disini?!" teriak Anindita. Gadis itu merengek tidak anggun pada saudara kembarnya karena ia pikir hanya ada mereka berdua di rumahnya. Dan sekarang ia harus mendengar suara orang yang berkali-kali harus membuat dirinya malu bukan kepalang.

"Sejak kamu merengek dan mengatakan bahwa lemak di tubuhmu itu bertebaran dimana-mana." Gadis itu membetulkan letak kacamatanya sembari mengumpat kecil. Apa tidak pernah satu kalipun ia terlihat berwibawa atau anggun di hadapan lelaki ini?

"Nggak usah deh kak, aku olahraga sendiri aja." Putus Anindita pada akhirnya. Sumpah deh, yang ia inginkan adalah menjauh dari Pria itu. Bukan malah terus-terusan bertemu seperti ini. Rencana untuk move on hanya akan menjadi sebuah wacana saja.

___

"Jadi bisa kasih tahu aku kenapa kakak bisa ada disini?" Anindita menatap pria di hadapannya garang. Bagaimana tidak? Sedang asik jogging sembari menikmati semilir angin sore yang sejuk. Tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh oknum yang selalu membuat hatinya olahraga. Bahkan hampir saja ia membanting tubuh pria itu saking kagetnya.

"Gue kan udah bilang bakal nemenin lo olahraga." Jawab Dyo santai. Serius deh, Anindita yakin bahwa Dyo adalah orang paling santai yang pernah ia temui selama hidupnya. Pelototan garangnya pun tidak berpengaruh padanya.

"Tapi kan aku udah bilang kalau aku mau olahraga sendiri aja kak. Kakak ngerti bahasa Indonesia 'kan?"

"Ngebiarin cewek olahraga sendirian sore-sore itu bukan gue banget. Bahaya lagian. Jadi gue temenin." Ini! Ini nih yang membuat Anindita tidak ingin dekat-dekat dengan Dyo. Kata-kata yang sering keluar dari mulutnya itu selalu manis. Terlalu bahaya bagi hati Anindita yang lemah dengan yang manis. Termasuk ucapannya.

"Terserah kakak aja lah. Aku mau lanjut olahraga lagi!" sewot Anindita. Baru saja gadis itu bersiap untuk melanjutkan acara olahraga sorenya, yang mana hatinya juga ikut olahraga gara-gara Dyo. Tangannya, dipegang Dyo. Iya dipegang. Digenggam. Atau apalah istilahnya, otaknya tidak dapat berpikir jernih saat ini. Yang dipikirkannya hanya bagaimana meredakan detak jantung yang berdetak tidak wajar gara-gara perlakuan Dyo saat ini.

'Dyo brengsek!!!' batin Anindita kesal.

"Olahraganya udahan ya? Udah sore, kamu juga udah banyak keluar keringet gitu. Kamu cantik kok dengan caramu sendiri." Mayday! Mayday! Bumi kepada Anin! Bumi kepada Anin! Tolong kembalikan kewarasan Anindita yang terampas paksa karena Dyo menatapnya dengan tatapan lembut! 'Aing kan nggak minta kata-kata manis!!! Tolongin dooong!!!'

"Pulang yuk. Bentar lagi malem." Ajak Dyo tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Anindita yang saat ini hanya diam menundukkan kepalanya. Sudah kepalang malu. Anindita sangat berterimakasih pada senja yang menyamarkan rona merah di pipinya.

Locked by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang