Day 5 Head Patting

17 2 0
                                    

"Di, disuruh ke bawah sama mas Erga. Katanya makanan udah siap." Tidak ada jawaban. Aditya mengetuk pintu kamar saudara kembaranya.

"Di." Panggil Aditya lagi. Masih tidak ada jawaban. Akhirnya gadis itu mencoba membuka pintu kamar Anindita. Wajah terkejut Aditya adalah yang Anindita lihat saat pintu kamarnya terbuka.

"Di lu abis ngapain? Berantakan banget." Tanya Aditya yang melihat keadaan kamar Anindita dalam keadaan berantakan. Tisu bekas berserakan dimana-mana. Entah sudah berapa banyak pak tisu yang gadis itu habiskan.

"Lu sakit?" Aditya yakin semua orang akan berpikiran sama dengannya saat ini saat melihat keadaan Anindita. Mata yang tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Pipi dan hidung yang merah. Uh sungguh kasihan.

"Ingus gue nggak bisa berhenti!!" rengek Anindita dengan suara serak, tidak lupa diiringi dengan air mata yang sudah otomatis turun. Ia kesal karena seberapa keraspun ia berusaha, tapi cairan di hidungnya tidak dapat berhenti mengalir. Hidungnya sampai sakit dan perih.

"Lu baringan aja dulu. Nanti gue kasih tahu mas Erga biar dibikinin makanan buat orang flu deh." Ucap Aditya sembari memunguti tisu-tisu yang berserakan untuk ia buang. Tidak lupa ia memakai sarung tangan yang selalu tersedia di kamar kembarannya.

Beberapa menit kemudian Anindita kembali mendengar pintunya dibuka perlahan. Ia tidak melihat siapa yang datang karena membuka matapun rasanya sulit.

"Di ini gue bawa makanan. Lu makan dulu ya. Terus minum obat. Abis itu lo boleh tidur lagi deh." Anindita hanya mengikuti arahan kembarannya. Ia sudah tidak sanggup membantah. Bahkan untuk bangun dari tempat tidurnya saja harus dibantu Erlangga. Gadis itu hanya sanggup menelan beberapa sendok bubur. Sakit memang tidak pernah enak. Makanan paling lezat pun rasanya seperti obat. Setelah meminum obat, Erlangga kembali membaringkan Anindita untuk selanjutnya beristirahat.

___


"Lo sakit?" Gadis yang sedang terbaring lemah di tempat tidurnya itu pasti sedang berhalusinasi. Menganggap Aditya sebagai Dyo yang notabene sedang di luar pulau itu. Demam sepertinya benar-benar membuat kinerja otaknya lebih lambat.

"Gue periksa dulu ya." Anindita merasakan sentuhan dingin di telinganya. Suara yang dianggapnya Dyo itu sedang menempelkan thermometer untuk memeriksa suhu tubuhnya saat ini.

"Tiga puluh delapan derajat. Panas. Sebentar, gue ganti kompresan dulu." Mengangguk lemah lalu kembali tertidur. Tak lama setelah itu ia merasakan dingin di dahinya yang ia yakin adalah sebuah kompresan baru. Terakhir ia merasa puncak kepalanya ditepuk.

"Cepet sembuh. Gue kangen." Sebelum akhirnya kesadarannya tersedot habis.

Locked by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang