Anindita menatap hidangan di hadapannya dengan takjub. Sebanyak apapun ia mendatangi acara kelas atas tetap tidak akan menyurutkan kekagumannya atas makanan-makanan indah nan enak yang tersaji. Dirinya benar-benar lemah pada makanan enak. Saat sedang asyik mengambil satu per satu makanan yang menggugah matanya ke atas piring, bahunya ditepuk lembut.
"Masih nggak berubah ya Nin." Anindita mendengar suara maskulin yang sudah familiar di telinganya.
"Nggak bisa nggak berpaling sama makanan nih Vin. Lo kesini juga? Sama siapa?" tanya Anindita, mencoba berbasa-basi.
"Maunya sih sama elo, tapi jadinya sama kakak gue." Pemuda bernama Arvin itu terkekeh.
"Vin, masih belum move on aja." Anindita mengambil satu cupcake untuk ia makan sembari berbincang hangat dengan seseorang di masa lalunya itu.
"Ya kan orang bilang, mantan jadi lebih cantik pas kita udah putus." Canda Arvin membuat gadis itu juga ikut terkekeh.
"Jadi dulu pas jadian, gue nggak cantik gitu maksud lo?" mata Anindita menyipit, mencoba untuk terlihat galak yang malah terlihat imut bagi Arvin.
Di sisi lain, Aditya yang melihat kembarannya yang sedang bersenda gurau dengan sang mantan malah berdecak kagum.
"Hebat emang mereka. Udah putus juga hubungannya kok adem adem aja ya."
"Siapa maksudnya?" tanya Antares mengikuti pandangan kekasihnya itu.
"Oh mereka. Iyalah, mereka kan putusnya baik-baik. Nggak ada drama kayak orang lain. Jadi hubungannya juga masih terjaga." Lanjut Antares setelah melihat objek pembicaraan mereka.
"Memangnya ada apa dengan Anindita dan laki-laki itu?" Dyo yang sedari tadi memperhatikan Aditya dan Antares jadi ikut penasaran dengan topik yang mereka bicarakan.
"Dulu Didi pernah pacaran sama cowok itu. Arvin namanya. Anak kedokteran juga sih tapi beda kelas gitu." Jelas Aditya. Dyo mengernyit bingung, ia tidak pernah melihat pria itu sebelumnya.
"Lho nggak tahu memang kak? Mereka sempet rame banget di kampus gara-gara jadi relationship goal buat orang lain. Tapi sayangnya malah putus." Aditya menjelaskan lebih detil setelah melihat ekspresi bingung di wajah Dyo.
"Kenapa mereka putus?" tanya Dyo makin penasaran. Jika mereka memang digadang-gadang sebagai relationship goal, aneh sekali jika harus putus.
"Arvin keterima kuliah kedokteran di luar negeri dan nggak sanggup kalau harus LDR. Katanya sih gitu. Tapi nggak tahu juga. Didi nggak pernah cerita apapun."
"Eh tapi katanya si Arvin ini udah lulus dan kembali ke Indonesia. Roman romannya ya mereka balikan." Tambah Antares.
Setelah mendengar penjelasan Aditya mengenai hubungan Anindita dan si Arvin-Arvin itu. Ditambah kemungkinan bahwa bocah satu itu masih menyimpan perasaan pada Anindita, membuat Dyo berjalan menuju gadis yang masih asyik berbincang dengan masa lalunya.
Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu secara tiba-tiba memeluk Anindita dari belakang.
"Aku cari kamu daritadi eh kamu malah ngobrol sama cowok lain." Ucapan Dyo membuat percakapan antara Anindita dan Arvin terhenti. Gadis yang dipeluk itu malah hampir saja menjatuhkan piring digenggamannya. Apalagi saat mendengar panggilan Dyo. Sejak kapan mereka ber aku-kamu? Dyo pasti kebanyakan minum.
"Apa sih kak?" Anindita menyuarakan keheranannya.
"Oh ini yang baru Nin? Lepas dari gue eh lo dapetnya yang lebih. Gue lepas dari lo malah belum bisa move on." Kekeh Arvin.
"Buk—"
"Iya. Gue cowoknya Didi nih. Kenalin, Dyo." Pria tersebut mengulurkan tangannya yang dijabat hangat oleh Arvin.
"Gue tahu lo. Terkenal banget tuh di kalangan cewek-cewek. Congrats ya. Beruntung banget lo yang dapetin Anin. Kalau udah bosen, boleh kok dibalikin lagi ke gue." Dyo mencoba untuk tidak terkonfrontasi oleh kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh pemuda dihadapannya.
"Iya gue beruntung banget bisa dapetin Didi sampai-sampai nggak mau kasih orang lain kesempatan buat ngambil dia dari gue." Ekspresi yang diberikan Dyo terlihat hangat, namun sebagai sesama laki-laki ia tahu bahwa Dyo tidak main-main dengan kalimatnya tadi. Dyo tidak ingin jika ada pria lain menyentuh teritorinya. Arvin tersenyum.
"Gue pamit ya. Langgeng sama yang satu ini ya." Tangan Arvin terulur untuk mengusap puncak kepala Anindita, tidak peduli bahwa Dyo masih memeluk gadis itu.
"Inget kalau lo bosen, hati gue masih buat lo kok." Setelah mengucapkan kalimat itu, Arvin benar-benar melangkah jauh.
"Mohon maaf bapak, gerah nih." Anindita mengingatkan Dyo bahwa pemuda itu masih memeluk badannya.
"Nggak mau. Lo enak sih dipeluk-peluk gini." Bukannya melepaskan, Dyo malah mempererat pelukannya.
"Tadi aku-kamu sekarang lo-gue lagi nih?" tanya Anindita iseng.
"Belum kebiasa."
"Ini peluk-peluk gini dalam rangka apa nih? Nggak malu apa diliatin orang lain?" Anindita menggerakkan kepalanya saat merasa bahwa pria dibelakangnya meletakkan dagunya di atas kepala Anindita.
"Lho masa masih nanya? Udah bilang segamblang itu masih ditanyain?" tanya Dyo sangsi.
"Tadi itu beneran? Kirain cuman intermezzo doang biar nggak dideketin cowok lain." Dyo melepaskan pelukannya. Lalu menatap Anindita.
"Terus selama ini lo mikirnya gimana?" tanya Dyo penasaran.
"Ya perhatian karena aku adiknya Erlangga dong kak. Gimana sih? Kayak gitu aja masih tanya." Dyo menganga, lalu mengusap wajahnya kasar.
"Lo begonya kebangetan sih."
"Hah? Jadi gimana sih kak?" tanya Anindita makin penasaran.
"Pikirin aja sendiri." Dengus Dyo sembari melenggang pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Locked by You
Roman d'amourDrabble singkat dalam rangka mengikuti #drabbletober Prompts list by @dwikipan Anindita bilang, dia mau move on. Move on? Apa itu move on kalau 'Hi!' dari dia masih aja bikin kamu jatuh cinta? Move on hanyalah sebuah wacana belaka. Lemah memang.