Kepalanua bersikeras untuk berpikir positif, namun itu terjadi tepat dihadapannya—semuanya sia sia. Lagi pula untuk apa?
(name) tak tahu kapan harus bertindak ketika melihat pemandangan tepat didepan matanya, saraf nya membeku. Kalau diminta memilih setidaknya dia hanya ingin suatu kebenaran—tidak dengan menyaksikannya. Hatinya benar benar pecah menjadi beberapa kepingan sekarang.
Kumohon setidaknya jangan cintai siapapun jika kau tidak mencintaiku dengan status kita sekarang!
Ingin sekali ia berseru seperti itu, namun ia tidak berhak mengatur Levi—tapi bukankah ia istrinya sekarang? Tidak, ia tidak boleh merenggut kebahagiaan orang lain walau kebahagiannya sekarang bahkan juga direnggut. Apalagi itu adalah manusia yang paling dicintainya.
Levi dan Petra senpai—lebih tepatnya mantan tengah asyik bercumbu diatas kasur kingsize, dengan Levi memangku wanita itu—tanpa sehelai benangpun yang menempel di keduanya.
(name) berhak memperlakukan pada suami layaknya seorang istri, bukankah begitu? Lagipula mereka sepenuhnya telah lama terikat janji diatas altar dengan banyak saksi mata—pemandangan ini seolah tidak memberikan dirinya harapan sama sekali.
Tes...
(Name) menunduk tak bisa menahan emosi, salah satu dari sekian bulir air mata yang telah menumpuk mulai jatuh ke atas karpet satu per satu.
Petra yang menyadari keberadaan seseorang langsung melepas cumbuannya dengan Levi, suami (name). Levi pun melihat apa yang terjadi hingga Petra menatap manik obsidiannya seolah memancarkan isyarat diantara 'apa yang harus kita lakukan?' atau 'mengapa kau tidak mengunci pintunya?!'
(name) langsung tersadar, kakinya langsung bergerak dan lari. Gadis itu masih tidak percaya perlakuan Levi terhadap wanita itu—sekaligus juga terhadap hatinya yang begitu rapuh. Apa yang telah dilakukannya seperti memergoki sepasang kekasih yang sedang bercinta dan dirinya seolah dianggap asing yang salah masuk kamar.
'Aku tidak tahan lagi, Levi sudah terlalu kejam'
Ia terus berlari hingga dirinya berpas pasan dengan salah satu pengurus hotel dan (name) pun berjalan ke tempat yang memang menjadi tujuan awalnya.
Δ
Mereka berpempat Armin, Mikasa, Azura dan (name) sedang asyik mengobrol—kecuali (name)— tentang kehidupan pribadi masing masing,hitung hitung agar bisa mengakrabkan diri untuk sudut pandang Azura.
Mikasa dan Armin sudah mengenal adik laki laki (name) sejak hari pernikahan lalu, tentu secara tidak sengaja mereka bertemu. Ngomong ngomong soal pernikahan, acaranya memang diadakan tertutup.
"lalu selain bersekolah apa yang kau lakukan Azura?"
"hmm aku bekerja paruh waktu di salah satu restoran, sebenarnya sih mama dan papa awalnya tidak terlalu setuju karena kita memang sudah berkecukupan..."
"aku merasa dimanja karena tiap kali aku meminta sesuatu pasti akan mereka turuti, dan... Aku mulai tidak begitu menyukainya. Itu yang ku katakan saat aku tidak diberi izin, pada akhirnya mereka senang dan terharu lalu mengizinkan ku"jelas Azura panjang lebar.
'ah aku juga ingin cari pekerjaan paruh waktu juga sepertinya' batin (name) yang menyimak dalam diam.
"hoooii"panggil seseorang yang mengelak kegiatan mengobrol mereka.
"Hanji-san! Dan... Maaf?"jeda Azura karena lupa nama pria yang disampingnya.
"Erwin"
"bagaimana pestanya? menyenangkan?"mata yang dihiasi kacamata berseri seri, Hanji menatap ke empatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember (me) • | ʟᴇᴠɪ х ʀᴇᴀᴅᴇʀ х ᴇʀᴇɴ
Fiksi PenggemarKetika (name), hanya seorang gadis malang yang nampak bahagia menyembunyikan kebenaran di balik senyuman manisnya, namun mereka tidak mengingatnya. Perlakuan kasar yang tiada hentinya, tidak pernah membuat (name) berhenti bertekad untuk membuat janj...