...and the Bitter Reality

8 3 0
                                    

Tiga hari berlalu sejak rencana yang diikat kuat oleh Alisha. Pada jam istirahat kedua yang cukup panjang, di kantin dengan keadaan yang selalu sama: ramai, Alisha lagi-lagi berdua dengan Fitrah—kalau urusan ke kantin, Alisha sudah terbiasa bersama Fitrah, bukan Dita dan Sofia. Mereka pun berada di tempat penjual batagor. Mengantri walaupun tidak banyak pembeli.

Percakapan apapun mewarnai suasana kantin siang itu—yah... walaupun memang setiap hari seperti itu, termasuk kawanan gadis yang sepertinya adik kelas—kelas X. Alisha tiba-tiba terfokus pada salah satu kalimat yang diucapkan oleh salah satu dari kawanan adik kelas tersebut.

"...orang gue dekat doang sama Kak Damar apaan sih."

Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya hingga kembali ke dalam kelas.

...orang gue dekat doang sama Kak Damar...

...gue dekat doang sama Kak Damar...

...sama Kak Damar...

BRUAK!

"WOY!"

Alisha tersentak dari lamunannya, dia begitu marah kali ini.

"Gak usah gebrak meja bisa gak?!" tidak lain dan tidak bukan, Alisha membentak Aston. Hal itu membuat seisi kelas menoleh ke sumber suara.

Seperti anak sekolah pada umumnya, ada yang menanggapinya lucu, maka mereka tertawa. Ada pula yang berseru, "hayoloh, Aston! Anak orang lo apain wah... hahaha."

"Marahin aja, Lisha! Bocah dableg dia mah!"

"Nah loh, kan, di gas!"

"Mamam noh gas, wahahaha..."

Sementara itu, Dita dan Sofia yang baru saja sampai di kelas saat Aston melakukan itu pun menegur.

"Lagian lo ngapain sih? Gangguin orang terus."

Selama reaksi warga kelas berlangsung, Alisha langsung membenamkan kepalanya ke meja setelah membentak Aston.

Aston yang merasa bersalah—sifat yang jarang sekali terlihat dari Aston, ya, kali ini dia serius—mengubah raut wajahnya ke ranah serius. Dia segera duduk di samping Alisha, berusaha menjadi teman yang baik hari itu.

"Kenapa lo, Sha?"

Alisha tidak menghiraukannya, Sofia-lah yang menjawab, "udah lah lo kayak gak ngerti cewek aja."

Aston mengerti, lalu dia berkata lagi kepada Alisha, "oke, oke, gue minta maaf."

Lalu Alisha mengangkat lagi kepalanya, tidak ada tanda air mata jatuh, Alisha memang tidak menangis. Lalu dia memaafkannya, "iya, iya, udah sana, please."

Dia kembali merenung, tanpa menampilkannya ke raut wajah. Sementara Aston masih di sana, hanya bergeser sedikit.

Dita pun bertanya, "kenapa kamu, Sha?" Sementara Sofia menyimak.

Alisha menjawab setenang mungkin, "gak kenapa-kenapa, lagi pusing aja."

Sepertinya rencananya terlalu lambat dijalankan, atau mungkin Damar yang terlalu cepat bangkit.

Alisha: The MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang