Biarkanlah paragraph ini membuka kembali waktu empatbelas tahun yang lalu, atau kamu bisa mengatakannya empatbelas tahun lebih, di koridor kelas XII MIA.
Tepatnya di depan kelas XII MIA 3, dua insan terpelajar sedang melipat tangan mereka di atas tembok pembatas koridor, karena kelas mereka berada di lantai atas. Sekolah telah usai, hanya saja mereka masih menunggu teman-teman mereka yang kebetulan mendapatkan jadwal piket di hari yang sama.
Tas berwarna hitam dan biru gelap pun bergantungan di punggung masing-masing. Mereka sedang berbincang, hal-hal yang tidak penting, hingga ada satu hal yang menarik.
"Sha, aku mau nanya boleh?"
Gadis idola sekolah itu pun menoleh, "hmm? Tanya aja."
"Kalau misalkan aku udah gak ada, kamu bakal cari yang lain gak?"
"Eh? Kok tiba-tiba nanya gitu? Aneh nih..."
"Ya, jawab aja..."
"Tergantung waktunya dong, kalau misalkan... amit-amit jangan sampai, misalkan sebelum waktunya kita bahagia, aku mustahil gak punya pendamping ke depannya."
"Ya, itu maksudku, aku kira kamu terlalu fanatic cinta jadi rela sendiri dan gak punya pasangan hidup, hehehe. Terus kalo misalkan setelah hari-hari bahagia, bakal gimana?"
"Harus bertahan lah kalau itu, aku gak mau ya nikah dua kali, hahaha."
Mereka pun terdiam sejenak, kembali memandangi lapangan—terdapat beberapa siswa yang sedang berlatih basket. Lalu, Alisha kembali membuka percakapan.
"Tapi aku lebih berharap kalo aku yang lebih dulu gak ada."
Damar sedikit terkejut, "eh?"
"Iya, aku serius, karena... seharusnya aku gak bilang sama kamu... tapi, ya udahlah. Aku janji bakal jagain kamu dan ada di samping kamu sampai waktuku habis. Maknanya, aku bakal tetap jadi milik kamu until I die."
Damar pun memilih untuk tidak melanjutkan topik aneh itu. Dia kembali memandangi lapangan sekolah dengan raut wajah yang berbeda. Alisha juga turut kembali memandangi lapangan itu, namun setelah beberapa saat dia menatap wajah Damar dan menyadari raut wajahnya.
"Kenapa, Mar?"
"Eh, nggak kok," Damar tersenyum, "udah, jangan dilanjutin lagi, jadi aneh rasanya itu obrolan."
Sejenak, hal itu terasa tidak menyenangkan bagi pikiran Damar.
...
Dan, ketika empatbelas tahun setelahnya berziarah lagi ke makam sosok bintang ini, hal inilah yang terakhir masuk ke ingatan Damar. Dia pun membatin di sela-sela doanya.
"Aku udah sangat merelakan kamu, tapi kenangannya gak akan hilang gitu aja. Tetap tenang di sana, Sha."
***
[[[THE END]]]
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisha: The Memories
Teen Fiction[COMPLETED] [Buku kedua dari The Vanished Smile] Ini adalah sisi lain dari perjalanan hati Damar. Hal-hal yang sudah maupun belum diceritakan sebelumnya, dan sebagian besar berada pada sudut pandang Alisha. Kalian bisa menyebut ini prequel, sequel...