Pengutaraan

7 3 0
                                    

Dua minggu berlalu, Alisha sudah mendengar semua tentang Damar dari Eli. Eli yang hampir setiap hari bersama Damar dan teman-temannya tentu saja lebih banyak tau karena Damar sering bercerita. Cerita-cerita Eli terus menyangkut di pikirannya.

...

"Kamu harus hibur dia, Sha. Kasihan aku lihatnya, aku gak pandai ngehibur orang."

"Emang Damar kenapa?"

"Dia putus ketiga kalinya, dan itu semua karena kecewa yang amat, Sha."

...

"Waktu sama yang pertama, Rissa namanya, dia diduain."

...

"Waktu sama yang namanya Vina, juga diduain, Sha, parah sih aku sampai gak nyangka—"

"Iya, kalo yang Vina aku tau dari teman aku."

...

"Ini yang terakhir sebenarnya karena orangtuanya, tapi dia kecewa juga, baru tiga hari loh mereka—"

...

Lamunannya buyar oleh suara bel yang berbunyi di kelasnya, menandakan waktunya pulang. Alisha segera merapikan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas. Eli sudah siap untuk beranjak pulang.

Setelah siap, mereka berdua pun keluar kelas.

'Ini saatnya,' batin Alisha. Dia pun meminta bantuan kepada Eli, "El, itu temannya Damar ya?" Dia menunjuk Eko, Joni, dan Difan dari kejauhan.

"Oh, iya, Sha, itu mereka, kenapa?"

"Tolong bilangin dong, aku mau ketemu Damar."

"Oh oke... Hmm, Eko!"

Eko pun menoleh dan menghampiri dua gadis itu, "kenapa, El?"

"Ini, Alisha mau ketemu Damar sebentar."

"Oh, cie ilah... bentar ya... eh, lo berdua samperin juga lah, dia lagi beresin tasnya," kata Eko sembari berlari-lari kecil menuju kembali ke kelasnya.

Ketika dua gadis itu berjalan, Damar pun keluar dari kelasnya, Lalu, Joni dengan inisiatifnya berkata, "gue tinggal dulu ya, lo berdua di sini aja dulu." Joni pun mengajak yang lain untuk menuruni tangga terlebih dahulu, "ayo, Eko, Difan, Eli, kasih waktu berdua dia, hehehe."

Namun, Damar hanya memandangi sekitar tanpa kata-kata. Oleh karenanya, Alisha harus memulai percakapan, "hei, kenapa diam aja?"

"Hmm? Nggak.. nggak kenapa-napa, ada perlu apa ya?" Damar menjawab begitu dingin. Alisha kini semakin yakin dengan apa yang diceritakan oleh Eli, bahwa Damar sedikit takut untuk memulai cerita kembali. Kemudian Alisha dan Damar berbicang-bincang, Alisha yang mengutarakan perasaannya—hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang gadis, dan Damar yang menyampaikan keraguannya akibat pengalamannya selama ini.

Tetapi, Alisha tidak menyerah begitu saja. Berkat tekad bulatnya, Alisha berhasil meyakinkan Damar, dan dia berjanji dalam hati bahwa dia akan membuat Damar membuka mata hatinya lagi. Akhirnya, usaha Alisha membuahkan hasil.

"Hmm... jadi aku boleh punya kamu di hati aku?" tanya Damar, walaupun dia masih tidak mengekspresikan kebahagiaan.

"Ya, aku ingin. Kamu—"

"Bantu aku senyum."

"Ya! Itu! Kamu harus senyum lagi, Damar!"

"Oke, kamu mau?"

"Ya, aku terima kamu, ayo turun," lalu mereka berdua menuruni tangga, keempat temannya sudah menunggu.

Alisha pun pamit, "Mar, aku balik duluan ya? Rumahku kan beda jalan."

"Oke..." jawab Damar.

'Aku gak akan buat kamu kecewa,' batinnya.

Alisha: The MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang