6 - Keluar

223 38 4
                                    

...


Dengan nafas yang masih ter'engah akhirnya Dinda bisa berpijak di depan rumahnya. Setelah berusaha untuk mencoh Jeno melewati jalan-jalan pintas, akhirnya Dinda bisa terbebas dari laki-laki itu.

Ini baru awal harinya, tapi dirinya sudah merasa kecewa.

Sambil mengusap peluh yang membanjir dipelipisnya, Dinda membuka sepatu ketsnya. Ia merasakan perih pada Kakinya yang lecet akibat berlari hampir 20 menit menggunakan sepatu kets.

Kalian kaget Dinda mampu berlari selama 20 menit tanpa henti? Itu sudah biasa baginya, dari ia SD sampai sekarang menginjak bangku kelas X SMA setiap minggu pasti ada jadwal lari 10 putaran disekolahnya, ditambah ia juga suka berolah raga dihari libur.

Itulah mengapa ia sanggup berlari dengan jangka waktu selama ini.

Setelah melepas sepatunya Dinda segera masuk kedalam rumah, takut Jeno menemukannya. Membuka pintu besar ber cat putih tulang dihadapan nya lalu perlahan melangkah dengan tertatih.

"Shh.." sesekali Dinda meringis saat kembali merasa perih dibagian tumit kakinya.

"bunda..." panggilnya saat sudah duduk sofa ruang tv namun tak ada jawaban atau respon apapun.

Dinda pun memanggil nya lagi, kini volume suaranya lebih keras, "Bunda!" namun masih juga tak ada jawaban.

Dinda mulai panik, matanya melihat sekeliling. Sunyi, seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Dengan tertatih ia berlari menuju kamar bundanya yang berada dilantai dua, bersebelahan dengan kamarnya.

Dinda membuka pintu kamar Bundanya, "Bunda.." kosong, tidak ada orang. Kemana Bundanya pergi? Tak mungkin jika Bundanya diculik bukan?

Sebaiknya ia mengganti bajunya yang basah oleh keringat lebih dulu baru kembali mencari Bundanya. Ia pun memutuskan untuk kekamarnya terlebih dahulu.

Dibukanya pintu ber cat putih dihadapannya tanpa rasa curiga,

Dan...

Duarr!

"Happy Birthday Dinda Faneshilla!"

Dinda terkejut, saat ia membuka pintu Suci dan Vira meledakan sebuah balon tepat di depan wajahnya. Sangking kagetnya ia sampai menitikan air mata.

Diana yang memegang kue pun mendekat kearah anaknya, "Selamat ulang tahun anak Bunda yang cantik." Ucap nya tanpa menghapus senyum indah yang setia diwajahnya.

Dinda menangis, namun kini berbeda, yang tadinya karena terkejut kini ia menangis karena terharu. Terharu karena teman-temannya dan juga Bunda menyiapkan hal seperti ini untuknya.

"Ayok tiup lilinnya...." seru Lysa yang baru Dinda sadari ternyata ada disini juga, Lysa memegang sebuah kado yang lumayan besar dengan satu tangan dan satu tangannya lagi memegang sebuah handycam.

"Sebelum tiup make a wish dulu dong!" Suci mengingatkan.

Dinda tersenyum, ia menghapus sisa air mata yang berada di pipinya sebelum melakukan make a wish.

Permintaannya tidak terlalu berlebihan, ia hanya ingin hidupnya tambah lebih bahagia, ia juga berharap orang-orang terdekatnya ikut merasakan bahagia.

Dan yang terakhir...

Mungkin ini akan menjadi harapan untuk kesenangan dirinya sendiri. Ia ingin, seseorang yang dulu mewarnai hari-hari di masa kecilnya kembali. Kembali bermain bersamanya seperti dulu, kembali tertawa bersamanya, dan yang terpenting adalah..

Ineffable • Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang