...
"Kalian ini gimana sih? Masa kuadrat sempurna aja nggak bisa, alasan lupa lupa segala. Ini tuh diajarin dari SMP, kelas 10 juga pernah diajarin, masa sekarang lupa."
"Jeno! Ajarin temen-temennya sampai mereka semua bisa. Saya nggak mau tau pokoknya di jam pelajaran saya besok, semuanya sudah harus bisa! Permisi."
Jeno mengerang tertahan, tepat setelah guru matematikanya itu keluar dari ruang kelasnya.
Lagi dan lagi dirinya selalu menjadi korban.
"Jen, jen! Ajarin dong..."
"Iya.. Ajarin dong Jeno..."
Mulai kan,
Anak-anak perempuan mulai berisik menyebut-nyebutkan namanya. Jeno risih kalau sudah begini, ia paling tidak suka jika rasa tenangnya terusik. Apalagi oleh perempuan-perempuan tidak jelas ini, yang menyerukan namanya bukan karena ingin benar-benar diajarkan, tapi karena cari perhatian.
Ini semua karena pak nampartin! Dalam hati Jeno hanya bisa pasrah dan berdoa semoga guru matematikanya itu diberi keberkahan.
Suara panggilan namanya semakin riuh , Jeno yang sudah tidak tahan lagi pun menggebrak meja seraya berdiri dari kursi duduknya bersama Eric.
Dengan langkah berat Jeno berjalan kedepan, menghapus kasar tulisan-tulisan yang beras dipapan tulis putih kelasnya, lalu mengambil sebuah spidol. Sempat Jeno melirik kearah Eric yang hanya bisa cengengesan melihatnya diperlakukan seperti ini.
"Okeh!" teriak Jeno mendominasi seluruh ruang.
Semua temannya langsung terdiam, duduk rapih dengan senyum manis menatap dirinya yang berdiri didepan. Seakan anak tk yang sedang memperhatikan gurunya, Jeno ingin muntah rasanya.
"Kita coba dari yang gampang dulu!"
" X pangkat 2, min 2X, min 3 sama dengan nol."
"Kita cari nilai X nya berapa, sama dengan..."
...
Sekarang sudah jam istirahat, seperti biasa Jeno bersama anak geng nya akan berkumpul duduk dibangky bagian pojok kantin.
Wajah Jeno saat ini bener-benar tidak enak untuk dilihat. Tatapan matanya sayu namun tetap terlihat tajam, wajahnya pucat seperti orang yang terlalu banyak berfikir, terlihat semakin seram dari wajah-wajah sebelumnya.
"Jen, boleh juga lu tadi! Kok lu bisa matematika si? Anak cewek aja pada nggak bisa." ucap Eric sembari menepuk punggung lebar Jeno, berharap bisa kembali membangkitkan gairah temannya ini.
"Emang tadi dikelas lu kenapa?" Jaemin dengan wajah penasaran bertanya pada Eric, semua pun seakan terpanggil dan ikut menyimak apa yang akan diobrolkan.
"Tadi pak nampar ngulang kuadrat sempurna, tapi nggak pada bisa. Dia kesel akhirnya keluar dari kelas, tapi si Jeno suruh gantiin dia ngajar sampe semua pada bisa."
"Terus? Akhirnya pada bisa?" kini Renjun yang bertanya.
"Bisa lah... Yang ngajar kan jagoan kita..." Eric memuja Jeno sambil merangkul bahu anak itu yang tetap diam tampa mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan mengganti ekspresi wajah saja tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • Lee Jeno
Fiksi RemajaJeno dengan segala pesonanya yang terlalu hebat dan luar biasa untuk digambarkan dengan kata-kata. ... Awal emng aneh, tapi lanjut aja terus sampe tengah, siapa tau jd suka. Note : Suka ganti-ganti cover ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©yeloratchet ≈ 2019