"Bunda...." Dinda masih terus merengek sembari terisak. Air matanya sudah habis terkuras hingga tidak ada yang keluar lagi.
Diana memijat pelipisnya, kepalanya pusing memikirkan hal yang diluar nalar begini. Sekalipun Diana tidak pernah sama sekali membayangkan hal seperti ini, bahkan mengira Dinda akan menikah diusia muda saja tidak pernah.
Segala sudah mereka coba, dan hasilnya memang positif. Menggunakan tespack positif, dua dokter kandungan juga mengatakan positif. Diana sudah tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang, ia juga belum mengetahui siapa ayah dari anak yang dikandung oleh anak satu-satunya ini.
"Bunda... Jangan bilang ayah dulu..." Dari tadi Dinda terus merengek seperti ini kepada Bundanya, entah sudah berapa kali tidak terhitung sangking banyaknya.
Dinda tidak ingin membuat ayahnya kecewa, ayahnya pasti akan sangat marah jika mengetahui hal ini. Dinda tidak ingin ayahnya menjauh atau bahkan pergi meninggalkannya.
"Sekarang kamu ceritakan lebih dulu, sebenarnya siapa ayah dari anak itu? Dan apa yang terjadi." Diana masih berusaha untuk sabar, kalau saja ia bisa marah mungkin ia sudah membentak sedari tadi. Namun ia berusaha untuk sabar, mengingat Dinda ini anak satu-satunya dan seorang perempuan ditambah sedang mengandung seperti ini.
"Ini salah aku, sebenernya..." Dinda pun menceritakan bagaimana kronologi nya dari awal sampai akhir ia ceritakan. Mulai dari ia bertemu dengan kawan-kawan kak Esa sampai akhirnya bisa melakukan hal seperti itu bersama Jeno.
"Bunda gak paham jalan pikir kamu Dinda! Bunda tau kamu kecewa sama kak Esa, tapi masa kamu malah ngelakuin hal yang sama seperti yang kak Esa lakukan? Itu nggak bener namanya..." Diana menumpahkan segala kekesalannya.
"Maaf... Ini salah Dinda..." hanya itu yang bisa Dinda katakan.
"Terus sekarang gimana? Mau kamu gugurin?"
Dinda dengan cepat menggeleng, itu hal gila! Dinda tidak mau melakukan hal tersebut, itu sama saja membunuh manusia. Apalagi anak yang ada di dalam perutnya ini darah dagingnya, dan Jeno juga kan?
"Delapan bulan lagi anak itu lahir, kamu nggak akan bisa lulus SMA. Keinginan kamu, cita-cita kamu? Semua akan hilang, tergantikan dengan mengurus bayi yang ada di dalam perut kamu itu." Diana menjelaskan, apa yang akan terjadi nantinya jika Dinda mempertahankan kandungannya itu.
Dinda bimbang, terlihat ia sedang berfikir akan apa yang dikatakan Bundanya barusan. Ia menunduk menatap kearah perutnya yang masih rata sembari mengelusnya. Takut memang sangat takut, tapi mau bagaimana? Ia tidak mau membunuh anak ini.
"Bunda bukannya nakutin tapi memang hal itu akan terjadi. Kamu siap menghadapinya? Apa ayah dari anak itu juga siap bertanggung jawab?"
Benar kata Bundanya, Jeno belum tentu pasti mau bertanggung jawab. Siapa yang akan membiayai hidup anak ini nanti nya. Pekerjaan apa yang bisa ia lakukan tanpa ijazah SMA?
Melukis, ia bisa mengandalkan karya seninya untuk diperjual belikan. Dengan begitu ia bisa menghasilkan uang tanpa perlu ada Ijazah sekolah. Ia juga mungkin bisa menjadi tutor untuk anak SMP, pelajaran apapun kecuali Matematika pastinya.
Dengan begini,
"Aku siap." Dinda berucap mantap mengikuti kata hatinya.
Bunda Diana tercengang mendengarnya, tapi ada sedikit rasa senang dan kagum dalam hati. Anaknya memanglah hebat, berani bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat.
"Aku siap menghadapi semuanya, walau tanpa ayah dari anak inipun aku siap dan aku pasti bisa." Dinda semakin memantapkan hatinya.
Diana tersenyum sembari tersenyum paksa, sebenarnya ia tidak begitu yakin anaknya bisa menghadapi semua ini. Ia kemudian mengelus puncak kepala anaknya dan berdiri dari sofa empuk yang mereka duduki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • Lee Jeno
Genç KurguJeno dengan segala pesonanya yang terlalu hebat dan luar biasa untuk digambarkan dengan kata-kata. ... Awal emng aneh, tapi lanjut aja terus sampe tengah, siapa tau jd suka. Note : Suka ganti-ganti cover ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©yeloratchet ≈ 2019