"Dinda, besok pagi kan hari sabtu kamu libur, temenin kakak ya!"
"Kemana kak?"
"Jalan-jalan ke sensi naik mrt."
Alis Dinda berkerut, ia tidak paham dengan satu kata yang dikatakan oleh kak Esa. "Ke sensi?" ia bertanya sembari berfikir.
"Senayan city maksudnya.... Kok kamu nggak tau sih? Itu kan bahasa gaul anak jaman sekarang." jelas kak Esa sambil tetap merapihkan baju-bajunya kedalam koper.
Sudah hampir 2 minggu ia berada disini, sebentar lagi waktu libur juga habis, banyak tugas yang belum ia kerjakan. Sebagai calon dokter ia harus giat belajar, tak boleh ada kata telat.
"Kak, baru sebentar kakak disini masa udah mau pulang aja." Dinda menghela nafas sembari menutup buku novelnya dan mengubah posisi yang tadinya tengkurap kini terlentang diatas kasur milik Esa.
"Masih 5 hari lagi kok... Kakak tuh harus cepet-cepet selesain kuliah, kamu tau kan? Cita-cita kakak dari dulu itu pengen banget jadi dokter." Esa menatap Dinda yang sedang berbaring diatas kasurnya sembari menatap langit-langit.
Dinda mengangguk paham sembari cemberut, ia menelan ludahnya kasar saat kembali teringat sesuatu. Apa kak Esa masih mengingat janji yang dulu mereka buat? Dinda lalu terduduk dan menatap Esa yang ternyata sedang menatapnya juga sehingga mata mereka bertemu.
"Tapi— nanti, kalo aku kangen gimana?"
Esa terkekeh ringan, dari dulu sampai sekarang sikap imut nan manja Dinda memang tidak bisa terlepas dari diri orang itu. Ia merentangkan tangannya sambil mengangguk kearah Dinda.
Dinda melihatnya bingung, ia menatap
Esa dengan alis memicing dan mulut sedikit terbuka, layaknya orang bodoh, tapi dimata Esa itu terlihat sangat lucu."Sini peluk! Biar nggak kangen."
Dinda membulatkan mulutnya ber oh ria. Tanpa basa-basa lagi ia langsung melompat dari atas kasur untuk turun memeluk Esa.
Esa yang tanpa persiapan kekuatan dan sedang berjongkok ditempat nya pun jatuh terduduk bahkan hampir terlentang dengan posisi Dinda yang berada diatasnya. Gadis ini memeluknya begitu erat, seakan tak mau kehilangan dirinya.
"Aku sayang kak Esa, aku nggak mau kak Esa pergi. Kak Esa ingat sama promise yang kita buat dulu kan? Kak Esa bakal sama aku terus selamanya."
Jangan tanyakan bagaimana dengan Jeno. Saat ini Jeno benar-benar tidak ada di dalam pikiran Dinda. Kejadian tempo hari seakan hanyalah sebuah ilusi saat Esa sudah berada di samping Dinda. Perasaannya pada Jeno? Entah lah itu sebuah kenyataan atau hanya karena terbawa suasana semata.
Esa mengeratkan peluknya saat setelah mendengar racauan yang keluar dari mulut Dinda. Ia jadi merasa tidak tega untuk pergi meninggalkan sahabat kecilnya ini. Esa sayang Dinda, Esa nggak mau sahabatnya ini kenapa-napa.
"Iya.. Kak Esa nggak akan kemana mana, setelah lulus kuliah nanti dan kak Esa berhasil jadi dokter kakak bakal langsung balik ke Indonesia." Esa berkata tanpa ada kebohongan.
Esa memang sudah merencanakan ini semua sejak lama. Ia akan bekerja Di Indonesia nantinya, dan kalau bisa bahkan ia ingin membuat sebuah rumah sakit miliknya sendiri suatu saat.
Esa dan Dinda sama-sama mengendurkan pelukan mereka saat mendengar sebuah suara telepon berdering. Mata mereka sama-sama mengedar untuk menemukan dari mana suara itu berasal.
Ternyata dari atas nakas disamping kasur Esa, ponselnya lah yang berdering. Esa pun bangkit dari duduknya menuju tempat dimana Ponselnya diletakan, ia lalu mengangkat telepon yang masuk setelah melihat siapa si penelpon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • Lee Jeno
Teen FictionJeno dengan segala pesonanya yang terlalu hebat dan luar biasa untuk digambarkan dengan kata-kata. ... Awal emng aneh, tapi lanjut aja terus sampe tengah, siapa tau jd suka. Note : Suka ganti-ganti cover ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©yeloratchet ≈ 2019