"Ayah... Maafin Dinda Hiks-"
"Maafin Dinda yang udah ngecewain ayah..." Dinda terus minta maaf didalam pelukan sang ayah.
Acara lamaran sudah selesai, Jeno dan sekeluarga sudah pulang kembali kerumah mereka. Dan setelah itu Dinda menangis tanpa henti dalam pelukan ayahnya.
"Sshhtt.. Udah dong anak ayah jangan nangis lagi, ayah nggak marah kok." Damar berusaha menenangkan anaknya yang terisak, walaupun ia sempat kecewa tapi ia tidak bisa marah dengan anaknya sendiri apalagi Dinda adalah anak satu-satunya.
"Tapi Dinda udah ngecewain Ayah sama Bunda... Hiks Dinda udah ngelakuin hal yang-"
"Hush! Sayang... Bunda nggak pernah marah atau benci sama kamu walaupun bunda berhak, kita sayang sama kamu..." Diana ikut duduk di sofa kemudian memeluk menenangkan Dinda.
"Ayah justru senang karena artinya sebentar lagi ayah bakal punya cucu, hihihi." Damar tertawa untuk menghibur Dinda.
Dan kali ini hal itu berhasil, Dinda berhenti terisak kemudian menatap mata sang ayah untuk mencari keraguan disana, namun tidak ada. Baiklah Dinda bisa menganggap apa yang dikatakan ayahnya adalah kebenaran.
"Nahh gitu dong... Jangan nangis lagi, sekarang kamu istirahat karena pasti capek, nggak baik buat kesehatan kamu dan sang bayi. Ayo Bunda antar."
Dinda kemudian berdiri dibantu oleh Damar, kemudian Diana menuntun sang anak menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
"Udah ya.. Bunda tinggal mau beres-beres dibawah, kamu cuci muka ganti baju habis itu tidur." perintah Diana yang hanya dibalas anggukan oleh Dinda.
Setelah Diana pergi Dinda benar-benar mengikuti semua yang dikatakan Bundanya. Dinda merebahkan tubuhnya dikasur dan mencari posisi ternyaman untuk tidur diatas kasur.
Dinda memang hampir saja stress akibat perkataan ayahnya saat acara lamaran tadi. Ayahnya berkata dirinya dan Jeno harus menikah minggu ini juga. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat mereka sama-sama masih dibawah umur dan sang wanitanya sedang mengandung.
Damar juga menginginkan hal itu karena kemungkinan ia tidak akan pulang selama tiga atau empat bulan kedepan, ia ingin bisa menyaksikan pernikahan anaknya sendiri.
Dinda terus kepikiran, bagaimana dan apa yang akan terjadi setelah ini? Ia mungkin bisa naik ke kelas 12 mengingat dua bulan lagi juga bakal ada ujian kenaikan kelas. Tapi untuk lulus dari kelas 12? Dinda tidak yakin.
Perutnya semakin lama akan semakin membesar pastinya, bagaimana caranya ia bisa pergi kesekolah dengan damai dalam keadaan tengah mengandung? Semua orang pasti akan mengganggu dan membicarakan dirinya.
Mau tidak mau ia harus berhenti dari sekolah, yang berarti impian setra cita-citanya juga akan terhenti.
Ah tidak papa! Dinda juga sudah tidak punya cita-cita, dulu memang ia sangat ingin menjadi dokter tapi itu juga karena kak Esa. Dan sekarang semua itu sudah pupus karena penghianatan kak Esa pada dirinya.
Dinda mengelus perutnya yang masih rata,
"Bunda bakal rela ngelakuin dan ninggalin apapun demi kamu! Bunda Janji!"
•
Dinda terbangun ditengah malam karena merasa perutnya lapar. Ia duduk bersandar di kepala kasur kemudian mengambil ponselnya yang berada diatas nakas.
Sudah hampir pukul dua dini hari. Tapi tiba-tiba Dinda merasa ingin sekali makan sate ayam. Apakah ini yang dinamakan ngidam?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • Lee Jeno
Teen FictionJeno dengan segala pesonanya yang terlalu hebat dan luar biasa untuk digambarkan dengan kata-kata. ... Awal emng aneh, tapi lanjut aja terus sampe tengah, siapa tau jd suka. Note : Suka ganti-ganti cover ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©yeloratchet ≈ 2019