24 - Persiapan

225 22 5
                                    

Sudah Jeno putuskan, inilah saatnya. Saat yang paling tepat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada keluarga Jeno.

Mumpung seluruh anggota keluarga sedang berkumpul diruang tv sembari menonton sebuah acara komedi. Inilah saat-saat yang tepat untuk mengatakan semuanya.

Jeno tak mau jika Jaemin benar-benar merebut Dinda dari tangannya. Bayangkan saja, dari kemarin-kemarin Jaemin sudah mulai memberikan perhatian lebih kepada Dinda. Yang mana hal itu berhasil membuat Jeno cemburu buta.

Bayangkan saja, Jaemin sampai mengantar Dinda pulang dan menemaninya dikala jam istirahat tiba.

Harusnya Jeno! Harusnya Jeno yang melakukan semua hal itu dan terus berada disebelah Dinda. Namun semua itu terhalang oleh Olla yang terus membuntuti dan bergelayutan terus pada dirinya. Entah kenapa kemarin Olla sedang sangat over protectiv pada Jeno.

"Bunda! Ayah! Luna!" Jeno menyebutkan nama anggota keluarganya satu persatu, supaya perhatian mereka semua teralihkan dari televisi jadi menatap kearahnya. Dan hal itu berhasil.

"Heh! Songong lu ya sama gue, mau tua duluan hah?!" Luna udah ngegas duluan aja gara-gara Jeno nyebut namanya tanpa embel-embel kakak.

"Hey hey sshhuuut! Jangan berantem dulu, kenapa Jeno? Kenapa kamu manggil teriak serius kaya gitu?" tanya Bunda Jeno mempersilahkan Jeno untuk berbicara, karena dari nada-nadanya seperti ada hal serius yang ingin dibicaraka.

Jeno masih ragu untuk mengatakannya, tapi ia harus mengatakan ini!

"Kenapa Jeno.. Kamu mau bilang apa? Kenapa mukanya gugup gitu?" kini Ayah Jeno jadi ikut penasaran karena wajah Jeno yang terlihat sangat pucat pasi. Bahkan di saat cuaca dingin malam begini anak itu sampai mengeluarkan keringat di dahi.

"Aku hamil!" ucap Jeno tanpa pikir lagi, kata itu spontan keluar dari mulutnya.

"HAH!" Jawab Ayah, Bunda dan kak Luna bersamaan. Mereka tidak tuli dan sangat jelas mendengar apa yang Jeno katakan, hal itu malah membuat mereka ngakak selanjutnya.

"Jen, plis nggak lucu banget bego lawakan lu ahahaha." Luna tertawa heboh sampai menghentakan kakinya dilantai yang mana membuat popcorn dalam toples yang berada di pangkuannya berhamburan kemana-mana.

"Kamu tuh kalo ngomong yang bener Jeno... Masa kamu laki-laki jantan yang hobi nya aja tawuran tiba-tiba hamil. Lucu kamu." ucap Bunda Jeno ikut-ikutan ketawa, sedangkan Ayahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku serius Bunda, Ayah, Luna! Em— maksud aku— bukan aku tapi pacar aku."

Dan saat itu juga mereka semua bungkam dengan kening berkerut, memikirkan apakah ini masih bagian dari lelucon Jeno atau bukan. Tapi dari yang mereka lihat wajah Jeno benar-benar serius.

"Jen, lu bercanda kan? Lagi juga emang lu punya pacar? Lu kan ditolak—" Ucapan kak Luna terpotong oleh Jeno.

"Iya! Dia yang hamil, Dinda." Jeno berkata dengan jantungnya yang sudah berdegup kencang.

Luna terkejut bukan main, bahkan toples berisikan popcorn yang ia pegang sudah terjun bebas kelantai. Sedangkan mata Bundanya membelalak saat mengingat siapa itu Dinda, yaitu perempuan yang pernag datang kesini untuk melukis taman belakangnya.

"Jeno! Kamu kalau bicara jangan main-main, ini hal serius!" Ayah Jeno udah emosi denger anaknya mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Jeno serius, Jeno nggak lagi bercanda."

Mendengar jawaban Sang anak yang sepertinya memang tidak sedang main-main membuat hati Bundanya memanas, matanya mulai memerah menandakan sebentar lagi akan turun air mata.

Ineffable • Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang