Yang ada pertama kali muncul dipikiran Dinda saat bel istirahat berbunyi bukanlah perihal kantin atau makanan.
Melainkan bertemu dengan Jeno dan mengucapkan Terimakasih karena sudah membantunya mengerjakan soal matematika.
"Ja-jaemin, tau? Jeno dimana?" tanya Dinda pada Jaemin yang sedang merapihkan buku-bukunya.
Jaemin menoleh, menatap Dinda sesaat sebelum kembali fokus pada aksinya merapihkan buku-buku, "Paling sekarang dia otw kantin, duduk dibangku paling pojok. Kenapa emang? Mau ketemu?"
Jaemin berhasil membuat Dinda sedikit malu kelabakan, "Nggak juga sih.. Cuma mau ngomong sebentar aja." kata Dinda sambil menyelipkan rambut pendeknya yang ter urai kebelakang telinganya.
"Lu tunggu aja di rooftop, biar nanti gua bilangin Jeno." kata Jaemin yang sudah berdiri siap pergi menyusul teman-temanmu dikantin.
"Aku bisa temuin dia dikantin—"
"Lu tau kan temen-temen gua kaya gimana? Berani emang?"
Nafas Dinda tercekat, membayangkannya saja sudah membuat keringat dingin keluar membasahi telapak tangannya.
Jaemin bisa lihat sebuah keraguan yang tergambar jelas dari mimik wajah Dinda.
"Udah lah, tunggu aja disana, dia pasti bakal dateng." Kalimat terakhir sebelum Jaemin berlari menghilang dari balik pintu.
Tak ada pilihan lain Dinda mengikuti apa yang Jaemin katakan. Tapi sebelum ke rooftop Dinda ke koprasi sekolah lebih dulu untuk membeli minuman.
Sempat tertahan di kantin akibat Lysa yang mengajaknya ngobrol, Dinda baru bisa ke rooftop setelah 10 menit kemudian.
Kakinya melangkah cepat sampai di tangga terakhir lantai 3 dirinya mulai kelelahan.
"Hah, sedikit lagi." akhirnya gagang pintu yang terhubung ke rooftop berhasil ia raih.
Dibukanya perlahan, hingga cahaya mentari pagi yang cerah membuat pandangan matanya menggelap sesaat. Pandangannya mengedar mencari seseorang yang ingin ia temui.
Hingga menemukan eksistensi Jeno yang sedang duduk sendiri disebuah bangku reot. Namun ada suatu hal yang Dinda tidak suka dari apa yang ia lihat.
Rokok.
Dinda melangkah cepat menghampiri Jeno, dengan berani ia merebut rokok yang sedang dihisap Jeno lalu menginjaknya. Jeno ingin marah, tapi saat mendongak dan melihat ternyata pelakunya Dinda rasa marahnya seketika menghilang.
"Ngerokok tuh nggak baik untuk kesehatan." sakras Dinda dengan raut wajah masam.
"Yang nggak sehat gua ini." Balas Jeno dengan wajah datarnya, ia paling tidak suka dinasehati atau diatur-atur.
"Aku nggak mau jadi perokok pasif cuma karena ngobrol sama kamu."
Jeno diam, tidak mau berdebat lagi, ia pun memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan, "Mau ngomong apa sama gua?" tanya nya.
"Tadinya pengen bilang Terimakasih, tapi kesan pertamanya nggak ngenakin, jadi males." Dinda melenggang pergi meninggalkan Jeno, tapi dengan sigap Jeno menahan tangan Dinda.
"Dinda!"
"Kok cewek itu mau sih sama kamu? Bandel, urakan, enak yah pergi tanpa pamit terus jalan sama pacar." Dinda spontan, tanpa sadar mengeluarkan perkataan yang semalaman terua mengganjal dihatinya.
Jeno terdiam, entah hanya dia yang merasa atau memang benar sikap Dinda seperti orang yang sedang cemburu sekarang. Dalam hati Jeno bersorak, apakah Dinda mulai menaruh hati padanya sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • Lee Jeno
Teen FictionJeno dengan segala pesonanya yang terlalu hebat dan luar biasa untuk digambarkan dengan kata-kata. ... Awal emng aneh, tapi lanjut aja terus sampe tengah, siapa tau jd suka. Note : Suka ganti-ganti cover ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©yeloratchet ≈ 2019