22 - Positif

271 15 3
                                    

Dinda pulang kerumah dianter sama Eric atas permintaan Jeno pastiya. Padahal acara belum selesai, harusnya dia masih jaga di uks bersama dengan Mona sekarang.

Tapi Jeno ngotot nyuruh Dinda pulang karena keadaannya yang emang lagi kurang enak badan, tapi entah kenapa Dinda malah curiga dan mikir yang enggak-enggak.

Bunda Diana lagi masak dibawah, masak udang saus tiram kesukaan anaknya. Diana sebenarnya sudah membuat sayur lodeh untuk santapan hari ini, tapi karena anaknya kurang enak badan jadi Diana mikir buat bikin makanan kesukaan Dinda.

Dinda yang emang udah ga tahan mau makan makanan kesukaannya pun turun menghampiri Bundanya yang masih berada di dalam dapur.

"Bunda. . . Udah jadi belum." Dinda berdiri tepat disebelah Bunda  sembari melihat apa yang sedang dilakukan Bundanya ini.

"Loh Dinda? Kamu kan lagi kurang enak badan sayang... tunggu dikamar aja, nanti kalo udah mateng Bunda bilangin." Ucap Diana yang peduli terhadap anaknya.

Dinda hanya tersenyum dan tertawa ringan, Bundanya ini terlalu lebay. Dinda tidak merasa sakit yang berlebihan, kata Bundanya juga paling cuma masuk angin.

"Bunda lebay ih, aku gak papa kok." Ucap Dinda sebelum sebelum ia merasakan sesuatu yang aneh.

Diana mengaduk udang saus tiram yang berada diatas wajan dan membuat aroma dari makanan tersebut menyebar kesudut-sudut dapur. Dinda yang mencium aroma itu tiba-tiba rasanya seperti tersedak dan membuat perutnya mual.

"Uekk-" Dinda tidak bisa menahannya.

Ia terbirit birit kearah wastafel yang ada di dapur. Namun bau udang masih tetap tercium, membuat perutnya rasa semakin mual. Karena tak tahan ia pun berlari masuk kedalam kamar mandi.

Diana yang kaget karena anaknya kembali mual-mual itu pun segera mematikan kompor yang mana makanannya memang sudah matang kemudia  menyusul Dinda yang masih di kamar mandi.

"Kita kerumah sakit aja ya sayang..." ucap Diana sembari mengusap usap punggung Dinda yang masih mual-mual.

"Bunda takut kamu maag apa gimana." Diana khawatir, walaupun Dinda tidak punya riwayat penyakit apa-apa tetap saja sebagai orang tua ia khawatir.

Dinda hanya mengangguk lemah, ia juga takut jika sakitnya ini akan berkepanjangan. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, ia harus tetap sehat supaya bisa tetap sekolah dan menjalankan segala dengan lancar tidak ada halangan.

Bunda akhirnya mengajak mereka ke rumah sakit terdekat. Sambil menunggu panggilan dari dokter, mereka duduk di bangku yang sudah disediakan di depan ruangan.

"Kamu ngerasanya apa?" tanya Diana sebelum mereka masuk harus mengetahui lebih dulu apa saja keluhannya.

Dinda memeluk lengan Diana, ia meletakan kepalanya di bahu Bundanya.

"Gak banyak, cuma mual-mual sama rada pusing aja, terus rasanya badan lagi ga enak, sama kayanya ini aku mau batuk." Jelas Dinda, ia kemudian memejamkan matanya saat rasa mual itu kembali datang.

Diana mengelus-ngelus puncak kepala anak nya. Sampai akhirnya nama Dinda dipanggil, kemudian mereka masuk kedalam ruangan.

Seperti layaknya berobat pasti ditanya-tanya keluhan dan dicek tubuhnya. Setelah selesai Dinda turun dari atas bangsal duduk disebelah Bundanya. Dokter Gia juga kembali duduk dibangkunya.

Ineffable • Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang