💆‍♀

5.7K 635 85
                                    

Maafkan daku yang tak punya pendirian ini....

Di larang koment, karna itu bisa mempengaruhi mood si empunya cerita yg labil...

Nanti gak kelar-kelar...
🙇‍♀

.

.

.

"Kirigakure?" Sakura melotot tak percaya, dimana lagi tempat antah berantah itu? Kenapa hanya ia yang di pindah tugaskan, bukan hanya ia yang melakukan oprasi itu, tapi kenapa hanya ia yang di pindah.

"Ta-tapi Kabuto-san, kenapa aku? Bukan hanya aku yang melakukan oprasi itu." Kabuto, senior Sakura yang menyampaikan berita ini hanya geleng-geleng kepala saja.

"Sejak awal, ibu itu memang tak mungkin selamat. Tekanan darahnya terlalu tinggi, kini kau sadar menjadi dokter tidak hanya bisa menyelamatkn nyawa pasien, tapi juga bisa menghilangkannya." Sakura meremas rambutnya frustasi, kini ia sadar telah menjadi anak baru yang sedang di manfaatkan keberadaannya.

"Bertahanlah di sana beberapa tahun, mungkin nanti kau akan bisa kembali." Kabuto berjalan pergi meninggalkan Sakura yang masih nampak linglung.

"Aku di pindah tugaskan." Sakura tengah berada di kantor Naruto saat ini, sedang jam makan siang dan ia butuh tempat untuk saat ini.

"Apa? Kenapa?" Naruto bertanya terkejut.

"Kemarin, ada oprasi besar, dan aku tidak bisa menyelamatkan nyawanya." Sakura akhirnya jatuh terduduk sambil terus menangis tersedu-sedu. Naruto yang langsung membwa Sakura dan mendudukkannya di sofa terdekat.

"Lalu bagaimana? Kau mau pindah? Atau cari rumah sakit lain dulu?" Naruto bertanya.

"Entahlah, tempat itu sangat jauh dan terpencil. Tapi jika aku bekerja di rumah sakit lain, kemungkinanku untuk kembali ke rumah sakit ini sangat kecil."

Naruto menghela napasnya lelah, ia sudah cukup pusing dengan permasalahannya di kantor, dan kini ada lagi permasalahannya yang muncul. "Kenapa kau tak berhenti menjadi dokter saja? Kau bisa mulai menjadi ibu rumah tangga saja."

Sakura memandang Naruto dengan matanya yang memerah, tak habis pikir dengan isi otak pria di depannya ini. "Bagaimana bisa aku berhenti menjadi dokter?" Sakura berdiri tersenyum meremehkan ke arah Naruto. "Aku mendekatimu, menjalin hubungan denganmu karna kau bisa memuluskan langkahku untuk menjadi dokter." ia berjalan mondar-mandir sambil terus mencengkram rambut merah mudanya.

"Dan kau menyuruhku berhenti?" Sakura mengambil tas yang tercecer di lantai dan pergi begitu saja.

Naruto mengusap wajahnya gusar, godam raksasa bagai menghantam kepalanya. Kilasan demi kilasan kehidupannya dulu terus berputar di otaknya tanpa bisa ia cegah. Ia menghela napasnya berkali-kali mencegah agar air matanya tak turun.

.

.

.

Karin mengetik sesuatu di komputernya dengan fokus, belakangan ini ia sangat fokus dalam bekerja, bahkan bisa di bilang kelebihan fokus.

Itu semua karna Ino, wanita itu terus menerus memecat karyawan di dekatnya, kini ia mengakui ia tak bisa meremehkan Ino. Sejak kapan orang di pecat hanya karna menggosip?

Padahal ia sangat suka menggosip, ia bisa melakukannya berjam-jam. Kini saat ia tak bisa melkukannya sembarangan, hidupnya terasa hampa.

Ia selalu merasa di awasi setiap saat, bagai berada di tengah film horor atau thriller, dimana orang-orang di sekitarnya tersingkir satu per saru, dan ia adalah orang terakhir untuk di singkirkan.

its that whyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang