23

2.8K 218 7
                                        

Yogi menyugar rambutnya sendiri kesal. Duduk merosot sambil merutuki apa yang sudah dia lakukan. Ini pasti menjadi hari yang sangat panjang. Hari yang melelahkan. Dan dia ingin lari saja pulang kerumah. Tidak peduli seberapa jauh dia berlari.

Benar apa yang dikatakan orang-orang. Penyesalan selalu datang di akhir. Tidak seharusnya Yogi duduk disini menunggui wanita yang jelas-jelas mantan selingㅡ  arghhh Yogi tau dia salah. Disini dia yang pantas dihujat dan dihujani kata-kata pedas.

Bukankah dia datang kesini hanya akan menimbulkan harapan Jennie yang masih sangat besar itu. Dan akan ada hati yang patah setelahnya.

Dia juga tidak mengerti kenapa hanya ada nomor kontaknya di ponsel Jennie. Setaunya, Jennie melepaskan Yogi dengan ikhlas karena menerima perjodohan kedua orang tuanya. Seharusnya pihak rumah sakit menghubungi lelaki itu. Bukan dirinya.

Sialan! Kenapa aku terpengaruh.

Sedari menginjakkan kaki di rumah sakit ini. Sampai duduk di lantai bermenit-menit. Yogi terus mengumpat dan merutuk. Bagaimana kondisi Wendy sekarang? Apa sakit perutnya sudah hilang? Atau semakin sakit? Apa dia menangis?

Pemikiran itu hampir membuat Yogi gila. Seandainya dia tidak gegabah. Pastinya dia sedang tidur nyenyak sambil menenangkan Wendy yang sakit perut karena berhalangan. Bukannya menjadi orang bodoh yang menunggui mantan selingkuhan. Demi Allah!! MANTAN SELINGKUHAN!

Yogi mengusap wajahnya. Lalu berdiri saat mendengar pintu terbuka. Dia berhadapan dengan dokter yang menangani Jennie dengan wajah datar. Menghilangkan emosi beberapa saat yang lalu.

Dokter tersebut menjelaskan secara rinci tentang kondisi Jennie. Suara sang dokter seakan jauh dan samar-samar terdengar di telinga Yogi. Entah dia tidak fokus dan butuh aq*a. Atau dia kelelahan karena menyetir.

Setelah penjelasan dokter itu selesai. Yogi tersenyum tipis menyalami dokter itu. Dan segera masuk kedalam ruang rawat Jennie dengan gamang.

Yogi memilih duduk di sofa yang agak jauh dari tempat Jennie berbaring. Menatap tubuh Jennie yang terbaring lemah dengan kepala yang dibalut perban. Dan kaki yang digips karena patah.

"Ya Allah.." desah Yogi menyandarkan punggungnya ke sofa. Menutup matanya dengan lengan kanan agar pikiranya kembali jernih.

Agak lama Yogi tertidur dengan posisi duduk. Pinggangnya terasa sangat linu karena duduk seharian menyetir mobil. Perutnya juga mulai terasa keroncongan. Kerongkongannya kering dan Yogi butuh kopi untuk kembali menyegarkan tubuhnya.

Yogi ingat. Kalau jam segini. Wendy biasanya akan bertanya ingin kopi atau teh. Setelahnya Wendy akan memanjakan bahunya dengan pijatan lembut yang Yogi akui sangat enak.

Tidur ayam Yogi terusik karena mendengar suara samar.

"Yogi? Itu kamu kan Gi"

Yogi membuka matanya. Bertatapan langsung dengan Jennie yang terkejut. Seakan melihat air di gurun pasir yang tandus. Entah apa yang wanita itu pikirkan. Yang jelas ini harus segera diakhiri.

Berjalan mendekat. Yogi semakin melihat sinar bahagia di mata Jennie. Matanya berkaca-kaca dan bibir pucatnya tersenyum lebar.

"Kamu datang Gi" Nada bahagia dan penuh harapan tidak berusaha ditutupi oleh Jennie. Seakan dia menginginkan Yogi tau bahwa lelaki itu sangat berarti dihidupnya.

Nggak sadar apa yang diharepin udah punya bini! Stres emang.

Yogi berdiri kaku. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Menatap Jennie dengan raut yang sulit terbaca. Jennie tidak perduli dengan raut datar yang Yogi tampilkan. Dia masih tersenyum bahagia. Dadanya terasa penuh dan ingin meledak saking bahagianya. Toh Yogi memang seperti itu. Cuek tapi sebenarnya sayang. Diam tapi sebenarnya rindu.

Rahasiaku [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang