25

3K 220 3
                                    

"Alhamdulillah. Makasih banyak udah dianterin makanan. Emang ndak ngerepotin?"

"Ah itu... nggak papa kok. Umi nyuruh saya kesini buat anterin makanan buat tetangga baru. Itung-itung silaturrahmi rumah saya pas disamping rumah kamu."

Yogi yang baru saja ingin keluar rumah jadi berhenti karena mendengar suara Wendy berbicara dengan seseorang. Dengan hasrat kekepoan yang tinggi. Dia membuka tirai jendela.

Hidungnya langsung kembang kempis saat dilihatnya Wendy berbincang dengan laki-laki unknow. Alias tidak dikenal. Kurang asem. Ngobrol biasa sih Yogi bisa maklum. Tetapi ini sudah sampai tahap saling tertawa dan melempar senyum.

Seketika Yogi merasa panas, gerah, pengen minum segalon.

"Sabar, lagi puasa." Yogi mengelus dadanya sendiri sambil menormalkan detak jantungnya yang meningkat.

Astaghfirullah... ternyata rasanya cemburu itu nggak enak. Hawanya panas dan pengen marah.

"Mas?"

"Eh ayam!" Yogi melompat kaget mendengar panggilan Wendy yang sebenarnya lembut itu. Tapi berhubung pikirannya tidak fokus dan sedang melanglang buana kemana-mana. Akhirnya dia latah juga.

"Katanya buru-buru mau ambil materi yang ketinggalan?" Tanya Wendy heran.

Pasalnya tadi Yogi turun dari mobil langsung lari terbirit-birit masuk kedalam rumah karena materi meetingnya ketinggalan. Bahkan pot bunga sampai berserakan karena tidak sengaja tersenggol Yogi.

"Apa itu yang didalem rantang?" Yogi malah balik bertanya sambil menunjuk rantang merah yang disinyalir berasal dari lelaki di teras tadi.

Wendy mengangkat rantangnya sambil tersenyum riang. Tidak memperhatikan wajah Yogi yang berubah drastis karena cemburu.

"Oh ini makanan dari Mas Jino tetangga samping yang rumahnya warna hijau. Baik banget ya Mas."

Kening Yogi mengkerut. Kok dia tidak rela Wendy memanggil orang lain selain dirinya dengan sebutan 'Mas'.

"Haha iya baik banget." Sampai rasanya mau aku samperin terus aku hadiahi kepalan tangan.

Yogi menepuk kepala Wendy. Hari ini istrinya sangat cantik walaupun dengan wajah tanpa makeup nya. Pantas saja tadi si lelaki rantang rela pagi-pagi datang.

"Hayo lagi puasa." Wendy terkekeh geli saat menutup mulut Yogi dengan telapak tangannya. Padahal mulut Yogi sudah maju ingin menjangkau pipi empuk dan merona istrinya.

"Astaghfirullah aku lupa."

Yogi mengusap wajahnya.

"Sabar ya suamiku." Goda Wendy menepuk bahu Yogi menguatkan.

Memang sekarang Yogi sangat rajin menjalankan puasa senin kamis. Dan Wendy sangat bersyukur Yogi berubah ke arah yang jauh lebih baik.

"Rantangnya buat aku aja ya. Kasihan kalau dirumah nggak ada yang makan. Anak-anak kan sudah sarapan semua."

"Mas nggak buka dirumah?"

Tidak tahan dengan wajah sedih Wendy. Yogi mengelus pipi istrinya menggunakan ibu jari.

"Aku buka dirumah . Makanan ini aku kasih ke temen aja biar nggak mubadzir. Boleh?"

Wendy mengangguk menyerahkan rantang merah ke tangan Yogi. Lalu Wendy menjabat tangan suaminya dan dicium.

"Mas ke kantor dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam hati-hati Mas."

Yogi berjalan menjauh. Belum sampai ke mobil yang terparkir di luar gerbang. Wendy memanggilnya dan Yogi berharap mendapatkan ucapan cinta. Ternyata...

Rahasiaku [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang