Di pernikahan kali ini sepertinya yang paling bahagia Yogi. Dari awal pernikahan kerjaanya cuma senyam-senyum, cengengesan, sambil bolak-balik melirik Wendy Henita Tama yang seminggu yang lalu sah menjadi istrinya lagi. Istrinya Yogi, Sayangnya Yogi, Cintanya Yogi.
Apalagi yang bikin dia senang bukan main selain melihat wajah terlelap istrinya. Yogi bahkan betah tidak tidur semalaman. Demi melihat bulu mata panjang istrinya dan menyentuh-nyentuh pipinya tanpa kena omelan. Yogi juga tidak tau kenapa di pernikahan kedua ini Wendy tidak seperti Wendy yang dulu. Dulu Wendynya Yogi itu lemah lembut. Saking lembutnya dipegang rontok. Sekarang galak banget, senggol dikit bacok.
"Apa liat-liat? Istrinya lagi jemur baju dibantuin Mas. Bukanya cengengesan di pojokan, nanti kesambet" Liat kan, liat. Baru sepuluh menit Yogi ngejogrog di belakang Wendy yang menjemur baju udah diomelin aja dia.
"Katanya kalau aku bantu malah nggak selesai-selesai. Makanya diem aja disini sambil liatin istriku yang cantik"
Wendy menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran ingin memeluk Yogi saat ini juga. Walau bagaimanapun Yogi itu rajanya modus. Sekali diberi peluang, langsung tancap gas. Nggak pakek babibu lagi.
"Kapan mas Yogi ke Jakarta?" Ujar Wendy mengganti topik pembicaraan yang akhir-akhir ini selalu menjadi topik bahasan mereka. Walaupun setelahnya Wendy merajuk karena Yogi yang perginya tidak tanggung-tanggung, 2 hari. Tanpa lengan, Yogi rasanya bakalan berat.
Wendy berjalan mendekati Yogi yang bersandar didinding, untung nggak nempel di dinding. Wendy kira cicak nanti. Wendy tidak lupa membawa serta ember cucian yang dipeluk di depan dadanya.
Boleh iri sama ember?
Wendy tertawa dalam hati melihat Yogi mendengus saat melirik ember yang dipeluknya. Emang enak kalah sama ember. Lagian liat Wendy peluk ember aja mukanya langsung judes. Gimana meluk yang lain, udah dilindes mungkin sama Yogi dilindes pakai Tank.
"Besok mungkin aku pulang ke Jakarta"
Tidak ada respon dari Wendy seolah kepergian Yogi sudah biasa. Padahal jauh didalam hatinya, dia tidak mau pisah satu menit pun dengan suami tukang modusnya itu. Tapi mau bagaimana lagi. Yogi punya tanggung jawab memimpin ribuan karyawan yang menggantungkan hidup di pundak Yogi. Wendy harus rela tidur sendiri tanpa didekap tangan besar Yogi. Dan shalat subuh tanpa di imamin Yogi.
Lagipula, Wendy masih belum siap meninggalkan tempat kelahiranya untuk pindah ke rumah suaminya yang di Jakarta. Disana tidak seperti di Jogja. Tidak ada tetangga yang mengantar makanan secara cuma-cuma atau bertandang kerumahnya karena meminta sayur asem untuk anak balitanya. Disana serba tidak mau tau dan Wendy belum terbiasa dengan situasi semacam itu.
Melihat wajah murung Wendy, Yogi tersenyum. Tadi nanya kapan pulang. Dijawab malah mau mewek, wanita dan pemikiranya yang sulit dimengerti.
"Malem aku udah di rumah, udah peluk kamu lagi."
Yogi menarik Wendy kedalam pelukanya. Dengan ember cucian yang dengan tidak tau malu berada ditengah-tengah mereka.
"Duh istriku sampe keringetan gini" Yogi mengelap keringat di dahi Wendy.
"Capek nggak sayang? Besok-besok aku aja yang nyuci"
Ini nih yang buat Wendy nggak kuasa nolak Yogi yang dulu udah khianat. Mulutnya manis banget, Gula tebu kalah manisnya. Ditambah wajahnya yang nggak kalah manis sih.
"Jadi turun jabatan nih? Dari direktur ke tukang cuci?" Mau dibantuin malah nyindir. Kebiasaan Wendy memang seperti itu. Tapi Yogi tau jantung Wendy di dalem sana sudah kejang-kejang.
"Nggak apa-apa. Yang penting kelonannya nambah" Yogi mengedipkan sebelah matanya genit. Langsung saja, Wendy mendorong dada Yogi menjauh. Kalau Yogi baik tandanya ada maunya. Tandain mulai dari sekarang. Jangan percaya mulut laki-laki, semuanya modus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasiaku [ COMPLETED ]
Romance"Biarkanlah, aku yang menanggung ini sendiri. Ia terlalu larut dalam kecemburuannya pada diriku. Namun, aku sedih ketika dia datang bersama putriku dengan wanita lain sebut saja, kekasihnya . Aku cemburu, tak tau aku harus bersikap seperti apa" - We...