5 : Dekat?

124 16 1
                                    

"Van.. Lo mau balik bareng gue?" tanya Quinza yang sedari tadi memperhatikan Vanny.

"Nggak.. Gue harus tutor sama Steve." tolak Vanny. "Yaudah, gue duluan ya, bye Qui, Fie" ia melambaikan tangannya lalu pergi ke gedung Seni.

Didepan ruangan bertuliskan Music Room Vanny mematung. Memutat knop pintu perlahan.

Cklek

Terlihat Steve. Dengan gitar ditangannya. Dan.. Ia bernyanyi?

Kalau kamu itu batu
Aku ngerti kamu bisu 🎶

Tunggu? Bukankah itu soundtrack film A? Dan suara Steve? Bahkan lebih indah dari yang Vanny bayangkan.

Vanny tetap diam ditempatnya. Menyaksikan Steve bernyanyi.

Namun batu pun bermakna
Kala jadi arca dan diukir indah 🎶

Kalau kamu itu batu—

Tunggu? Nampaknya Steve lupa not dan lirik juga nadanya. Ia terus-terusan mengulang kata itu.

Vanny membuka mulutnya, menarik napas dan mulai bernyanyi.

Kalau kamu itu angin
Aku tahu kamu tak tergenggam 🎶

Steve mengalihkan pandangan nya. Matanya membulat melihat Vanny berjalan masuk mendekati nya sambil bernyanyi melanjutkan lagu yang tadi dinyanyikannya.

Namun angin pun bicara
Melalui suling dan terompet kayu 🎶

Vanny tersenyum setelah duduk di kursi kecil untuk pianis. Memainkannya dan melanjutkan lagunya.

Jangan diamkan aku Sesukamu
Jangan hindariku semaumu
Jadikan aku pemahatmu
Jadikan aku pemusikmu 🎶

Steve memetik gitarnya lagi dan melanjutkan bait terakhir nya.

Untuk itu aku ada
Memberi makna
Memberi lagu pada duniamu 🎶

"Suara lo bagus, kenapa bisa nilai vocal lo jelek?" Vanny angkat suara.

Steve menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Sengaja. Buat deketin lo."

Wajah Vanny kembali datar. Ia tak suka tujuan Steve. "Oke, karna lo udah bisa nyanyi, gue nggak perlu ajarin lo. Tapi lo, harus ajarin gue main gitar." ujar Vanny dingin.

Steve tersenyum. Mengingat perkataan Sheilla kakaknya semalam.

"Vanny itu nggak pernah ngomong panjang lebar sama cowok. Palingan cuma bilang ya, nggak, oh, apa. Pokoknya gitu doang. Dan kalau dia ngomong panjang, berarti cuma satu kemungkinan nya, dia suka sama lo."

Ucapan Sheilla terus terngiang dikepala Steve. Memang. Sejauh ini, Vanny tak pernah berbicara sepanjang itu kepala lelaki lain selain dirinya.

"Oke, tapi nanti pulang gue nebeng, ya?" pinta Steve.

"Mobil, lo?"

"Kuncinya disita Mama seminggu." jujur Steve sambil cemberut.

Vanny tersenyum tipis. "Yaudah, gue nggak punya banyak waktu. Ajarin gue!"

Steve makin cemberut. "Siap nyonya!"

🌹

"Ini rumah, lo?"

Vanny tak henti-henti nya berdecak kagum melihat rumah megah didepannya ini. Simple namun elegan.

Steve mengangguk. "Kata Mama sih, nenek lo yang rancang."

S [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang