Steve menarik selimutnya sampai batas dada saat merasakan dingin mulai menusuk kulitnya.
"Aaaa!!"
Mendengar teriakan, Steve langsung melompat dari tempat tidur. Menghiraukan kepalanya yang masih pusing karena hal tadi siang.
Steve berlari ke dapur. Dan menemukan Vanny tengah memeluk lelaki didekat nya sambil memejamkan matanya.
"Ada apa?" tanya nya.
Vanny menoleh dan langsung bersembunyi dibalik Steve. Menghiraukan kakaknya yang juga sama ketakutan.
"Itu, ada hantu," Vanny menunjuk dimana seorang gadis dengan wajah putih seperti tepung dan berambut panjang.
Steve mengikuti arah telunjuk Vanny. Menyipitkan matanya dan menghela napas panjang, "Steva, itu cuma Kak Shei."
"Hah?" Vanny melepaskan tangannya yang menutupi wajahnya. Begitupun dengan Vanno.
Sheilla membuka matanya dan menatap nyalang Vanny, "Lo bilang gue setan, Van? Gila secakep ini di miripin sama setan!" Sheilla memutar bola matanya sebal.
Vanny keluar dari balik punggung Steve. Menunjukan cengiran khasnya, "Mana gue tau itu lo, Kak. Lagian lo ngapain di dapur muka putih kek tepung terus rambut lo, lo gerai gitu aja?"
"Gue lagi maskeran, eh gue laper. Nyari kunciran, lupa naro nya.. Ya udah gue gerai aja rambut gue. Terus gue masak nasi goreng di dapur."
Vanno berbalik dan menatap Vanny, "Jadi, dia..?" Vanno menunjuk Steve dan Sheilla bergantian.
"Anak tante Sindy," Vanny berjalan ke meja makan, "Kak, mau gue masakin, nggak?"
Sheilla menyipitkan matanya, "Emang lo bisa masak?"
Vanny mendengus kasar, "Yee.. Lo mah ngeraguin gue, mentang-mentang lo di kelas koki. Gini-gini gue pinter masak, ya.. Ya kan, Noo?" Vanny menatap Vanno.
Vanno mengendikan bahunya. Kemudian duduk disamping Vanny.
"Tuh kan. Abang lo aja nggak yakin!" sungut Sheilla.
"Gini deh, Kak. Gue buatin kalian nasi goreng, kalau nggak enak, besok kalian bebas minta traktir apa aja sama gue. Gimana?" tawar Vanny.
"Boleh, janji ya?"
"Janji. Udah lo cuci aja tuh masker, serem ege Kak," Vanny mengambil alih pisau yang dipegang Sheilla.
Sheilla mengangguk dan pergi untuk membersihkan masker nya.
Steve masih berdiri mematung ditempatnya tadi. Memperhatikan Vanny dan Vanno bergantian, "Kembaran Vanny dendam nggak ya, sama gue?" batin Steve.
Vanno menoleh kebelakang. Melihat Steve dengan bingung, "Hei, lo!" Steve menunjuk dirinya sendiri, "Iya lo. Duduk sini, nggak usah takut sama gue mah."
Steve mengangguk canggung dan berjalan menuju meja makan. Kemudian duduk tepat dihadapan Vanno sambil menunduk.
Vanny yang melirik Steve sekilas, tak bisa untuk tak tertawa. Namun, ia tahan mati-matian. Yang menyebabkan dirinya cekikikan tidak jelas.
"Steve?" panggil Vanno sambil mencondongkan badannya, "Nama lo Steve, kan?"
Steve mengangguk pelan.
"Lo kenapa sih? Emang gue serem ya?" Vanno bingung, "Van, emang gue serem?"
"Banget. Kayak ondel-ondel!" jawab Vanny tanpa menatap kakaknya.
"Masa sih?" Vanno menyentuh wajahnya, "Nggak ah. Lo kenapa sih, Steve?"
"Lo.. Nggak marah sama gue?" tanya Steve pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
S [Selesai]
Fiksi RemajaDingin. Satu kata yang cocok mendeskripsikan dirinya. Hangat. Itu juga cocok. Bagaimana bisa? Dingin tapi hangat? Stevanny. Satu nama yang dapat menjelaskan itu. Menjadi dingin bukan keinginannya tetapi sebuah keharusan. Menjadi hangat memanglah k...