16 : Jujur

71 6 0
                                    

Merasa diperhatikan, Vanny mendongak, "Ngapain lo liatin gue segitunya?"

"Lo cantik," jawab Steve santai.

Vanny merasakan pipinya mulai panas sekarang, "Lo nggak makan?" Vanny merubah topik.

"Nggak.. Lo aja."

"Berdua, ya? Nanti kalau lo sakit berabe," ujar Vanny mengikuti nada bicara Steve sebelumnya.

Steve tertawa kecil. Membuat senyum Vanny terbit. Vanny mendorong waffle nya ketengah meja agar bisa Steve ambil dengan mudah.

"Suapin gue dong," rengek Steve.

Vanny menurut. Ia memotong sedikit waffle nya dan mengarahkan nya pada mulut Steve.

Mata Steve melotot. Ia pikir, Vanny akan marah.

Vanny mendengus sebal, "Kedip woyy kedip!"

Steve langsung mengerjapkan matanya dan memakan waffle yang diberikan Vanny.

"Van?"

"Hm?"

"Lo tuh baik ya ternyata, murah senyum, gila juga," Steve terkekeh.

Vanny tersenyum, "Gue emang gitu orangnya. Cuma nggak kesemua orang, cuma orang-orang terpilih aja," Vanny ikut terkekeh.

"Gue salah satunya berarti?"

Vanny mengangguk sambil menyeruput cappuccino nya.

"Kenapa?"

"Nggak tau. Gue merasa aman dan nyaman aja dideket lo. Walaupun lo nyebelin."

"Kenapa lo dingin sama cowok-cowok lain?"

Vanny menunduk, "Lo yakin, mau tau?"

"Iya, kenapa?"

"Gue.. Gue pernah dilecehin sama cowok," jawab Vanny pelan sekali. Lebih seperti gumamam.

Steve dapat mendengar nya. Ia terkejut dengan pernyataan Vanny, "Lo serius?"

Vanny mengangguk, "Waktu itu, gue kelas 9. Gue kayak biasa, main sama temen-temen gue. Hari itu, adalah hari kelulusan gue. Dan gue udah izin ke mommy juga daddy buat pulang sore. Singkat cerita, gue pergi pulang sendirian. Naik taksi sendirian. Tiba-tiba, taksi itu berhenti ditengah jalan. Karena, ada pemberitahuan taksi dilarang beroperasi melewati jam 5 sore. Dan itu udah hampir setengah 6. Alhasil, gue turun disana. Pas gue mau telpon daddy buat jemput, Vino, pacar gue datang."

"Pacar?" potong Steve.

Vanny mengangguk, "Pacar gue, yang bisa dibilang casanova nya sekolah. Dia nawarin gue buat pulang bareng. Karna gue nggak mikir yang aneh-aneh, gue ikut sama dia. Cuma, gue baru sadar kalau dia ajak gue bukan kerumah gue. Tapi ke rumah kosong didaerah yang sepi banget. Dan tiba-tiba, hujan turun. Karena banyak petir, Vino ngajak gue neduh didalem rumah. Gue mau, karna emang gue takut petir. Tiba-tiba, Vino meluk gue dari belakang, ciumin leher gue dan itu bikin gue risi. Secara nggak sengaja, Vino mental ketanah gara-gara gue dorong. Vino marah, dan dia langsung narik gue kehalaman belakang rumah itu. Disana, dia bener-bener mojokin gue," air mata Vanny mulai keluar.

Steve mengelus punggung tangan Vanny yang tergeletak sembarangan diatas meja, "Nggak usah diterusin kalau nggak kuat."

Vanny menggeleng sambil menyeka air matanya, "Dia mojokin gue, dia raba semua bagian tubuh gue. Gue udah nangis, nangis sejadi-jadinya. Vino dorong gue sampe jatuh. Dia ngincar bibir gue, dia.. Dia ambil first kiss gue..," air mata Vanny kembali bercucuran.

Steve teriris mendengar suara payau Vanny.

"Dia.. Dia juga mau ambil keperawanan gue. Untung, saat Itu, Sam datang. Rumah Sam tepat dibelakang rumah kosong itu. Dia denger tangisan dan teriakan gue, jadi dia datang dan ngehajar cowok itu. Mulai dari situ gue nggak suka sama cowok."

S [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang