"Mama, Steve pergi ngerjain tugas dulu, ya?" izin Steve.
"Dimana?"
"Di cafe deket sini, Kok."
"Yaudah, jangan pulang malem-malem!"
Steve mengangguk. "Assalammualaikum,"
"Waalaikumsalam."
🌹🌹🌹
"Van.. Ikut gue, yuk!"
Vanny masih enggan keluar dari selimutnya. Padahal ini masih setengah 5 sore, itu pun masih kurang.
"Males, ah!"
"Ayo lah, Van.. Gue beliin coklat sama Es krim, deh." bujuk Vanno.
Mendengar kata coklat, membuat senyum Vanny terbit. Ia menyingkap selimutnya dan duduk tepat 5 cm didepan wajah kakaknya.
"Janji?"
Vanno tersenyum. "Janji!"
Tanpa permisi, gadis itu berlari ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Vanno hanya geleng-geleng ditempatnya. "Dasar tukang coklat!" cibir nya kemudian berlalu keluar dari kamar Pink itu. Berbeda dengan kamarnya yang bernuansa putih abu-abu.
20 menit berlalu, kini sepasang saudara kembar itu duduk disebuah taman di samping cafe didekat salah satu perumahan elit di Jakarta.
Dengan tangan memegang Es krim coklat, Vanny terus bersandar dibahu kakaknya.
"Bang?"
"Hm?" Vanno masih asik bermain game di ponselnya. Vanny tak mau pulang, padahal ini sudah hampir malam.
"Vanny pengen ketemu Kak Vian."
Vanno menghentikan kegiatan nya bermain game dan mengangkat kepala Vanny dari bahunya. "Kak Vian?"
Vanny mengangguk. "Vanny pengen tau muka nya kayak gimana, mirip sama lo, nggak, Vanny mau ketemu."
Vanno tersenyum haru. "Gue juga kangen banget sama Kak Vian." ia memeluk Vanny dan menatap langit yang mulai gelap. "Nggak tau kenapa, gue ngerasa Kak Vian itu ada disekitar kita."
Vanny mengangguk. "Abang tau? Temen sekelas Vanny kalo sekilas itu mirip banget sama, abang. Tapi beda sih, dia lebih ganteng dari abang." Vanny terkekeh.
"Lo mah malah ngeledekin gue!" Vanno menjitak kepala Vanny.
Vanny tertawa. "Gue seneng bisa punya saudara kembar kayak lo."
Vanno tersenyum. "Gue juga."
Vanno mencium puncak kepala Vanny. Dan
Bughh!
Vanno tersungkur ditanah. Vanny langsung berdiri karena terkejut.
"Steve!?"
Beberapa menit yang lalu, di sebuah cafe dekat taman dimana sepasang saudara kembar itu duduk.
"Gue nggak mau tau! Pokoknya, harus Vanny yang jadi Vocalis ujian kita! Titik!" kukuh Steve.
"Tapi Steve, kan kata Pak Agung harus dari jurusan yang sama. Vanny itu bahasa dan Kita IPA, nyambung kemana?" sahut melly.
"Gue nggak mau tau! Pokoknya..., "
"Liat itu Steve!"
Ucapan Steve terpotong karena tiba-tiba Dwi berbicara sambil menunjuk taman yang ada diluar cafe tempat mereka berkumpul.
Steve, melly dan molly mengikuti arah telunjuk Dwi.
"Itu Vanny, kan?" tanya molly.
Namun, yang lain hanya diam. Memperhatikan interaksi yang terjadi diluar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
S [Selesai]
Teen FictionDingin. Satu kata yang cocok mendeskripsikan dirinya. Hangat. Itu juga cocok. Bagaimana bisa? Dingin tapi hangat? Stevanny. Satu nama yang dapat menjelaskan itu. Menjadi dingin bukan keinginannya tetapi sebuah keharusan. Menjadi hangat memanglah k...