"Menurut lo, gimana rasanya jadi istri dari Khal?" tanya Sisca.
Kini, Sisca berada di rumah Vanny di Singapore. Ya, Khal melakukan pertunangannya dengan Sisca di rumah Vanny. Aneh memang dokter yang satu itu.
"Entahlah," Vanny masih asyik menyisir rambut Sisca.
"Lo gimana sama Steve?" tanya Sisca tiba-tiba saat Vanny berdiri dari duduknya.
"Gue udah hampir seminggu ini nggak berhubungan sama dia."
"Why?" Sisca menatap Vanny tak percaya.
"HP gue ketinggalan di Jakarta, dan gue telepon pake nomor baru, dia nggak pernah jawab," Vanny meletakan hair spraynya kembali ke tempatnya kemudian menatap Sisca kagum. "Nggak nyangka, make up gue cakep ya?" kekeh Vanny.
Sisca mengangguk, "Gila sih, lo the best, Van!" Sisca mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.
Tok ... Tok...
"Sisca, Vanny, udah ditungguin!" seru Fie dari luar kamar.
"Iya, udah kok!" sahut Vanny. Kemudian Vanny mengajak Sisca keluar.
"Fie, lo bawa Sisca turun duluan. Gue nyusul," ujar Vanny.
"Lho? Lo mau ke mana?" tanya Sisca.
"Gue ada sesuatu yang penting, sebentar," Vanny langsung berlari ke halaman belakang rumahnya.
Beberapa saat yang lalu, Steve mengiriminya pesan dan memintanya untuk menemuinya di halaman belakang.
Saat sampai, Vanny melihat sesosok lelaki tegap dengan balutan jas berwarna navy. Dia membelakangi Vanny.
Steve berbalik dan menatap datar Vanny yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.
Vanny tersenyum dan langsung berlari memeluk Steve, "Aku kangen!" namun, merasa tak ada respon dari Steve, Vanny melepaskan pelukannya.
"Ven, kenapa?"
"Gue mau kita udahan," ujar Steve datar nan dingin.
Vanny membelalakkan matanya, "U ... Udahan?"
"Gue nggak bisa nerusin hubungan ini. Gue mau kita udahan," jelas Steve.
Air mata Vanny mengalir deras, "Kenapa?" tanyanya dengan suara bergetar, "Kenapa? Karena aku sakit, iya?"
"Terserah lo mau bilang apa. Intinya, gue mau kita putus," Steve pergi meninggalkan Vanny.
Vanny tak kuasa menahan air matanya. Air matanya terus mengalir, "Apa lagi ini, Tuhan?" batinnya teriris.
Vanny memejamkan matanya erat lama. Kemudian ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya kembali seraya membuka matanya.
Ia menghapus air matanya dan mencoba tersenyum, "Lupakan! Ini hari bahagia Khal! Tersenyum Vanny, tersenyum!"
Dengan satu tarikan napas, Vanny melangkahkan kakinya menuju tempat dilangsungkannya acara.
Di tempat lain...
"Maafin aku..."
Vanny berdiri tepat di samping Sam yang sedang tersenyum.
"Hai, Van! Gimana kabar lo?"
Vanny tersenyum, "Baik."
Sam menelengkan kepalanya, meneliti wajah Vanny yang tampak berbeda, "Are you okay?"
"Hah?" Vanny menoleh terkejut. Ia tersenyum kemudian, "Yaa,"
"Lo kayak habis nangis. Lo kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S [Selesai]
Teen FictionDingin. Satu kata yang cocok mendeskripsikan dirinya. Hangat. Itu juga cocok. Bagaimana bisa? Dingin tapi hangat? Stevanny. Satu nama yang dapat menjelaskan itu. Menjadi dingin bukan keinginannya tetapi sebuah keharusan. Menjadi hangat memanglah k...