"Van?"
Vanny membuka matanya dan langsung terkejut saat mendapati siapa yang memanggilnya.
"Khalifa?"
Khalifa. Dia adalah putra tunggal dari dokter Franz. Khalifa memegang beberapa saham perusahaan kakeknya yang tersebar di Indonesia, Kanada, dan Korea. Panggilannya Khal. Dan ia juga seorang dokter.
Khal tersenyum, "Kamu kok tidur di sini?"
"Kamu ngapain di sini?"
"Papa minta aku buat liat kondisi kamu. Katanya kamu drop lagi."
Vanny menganggukan kepalanya. Lalu, matanya menangkap segelas susu ditangan Khal. "Itu, buat aku?"
Khal menoleh pada arah yang ditunjuk Vanny. "Iya, tadi bi Ayu mau kasih ini ke kamu. Tapi, aku ganti. Ini bukan susu coklat atau susu kental manis. Ini susu murni, dan ini lebih sehat buat kamu."
"Aku nggak mau."
"Habisin, atau aku ajak kamu ke rumah sakit sekarang."
Vanny cemberut dan dengan terpaksa meminum susu itu hingga habis.
FYI...
Vanny dan Khal sudah berteman sejak Vanny masuk rumah sakit. Saat itu, Khal selalu mengajak Vanny bermain dan mengobrol. Khal juga yang selalu menyemangati Vanny agar lekas sembuh. Dan Khal menjadi dokter karena dia ingin menyembuhkan Vanny. Mulia bukan?Khal tersenyum, "Pindah ke kasur, ya?" tanpa persetujuan Vanny, Khal langsung membopong Vanny dan mendudukannya di kasur.
"Khal?" panggil Vanny.
"Uhm?" Khal duduk di pinggiran kaur sambil membolak balik novel yang tergeletak di dekatnya.
"Kamu, bukannya di Korea?"
"Iya, aku lagi liburan jadi aku main ke Indonesia buat ketemu Mama."
"Tante Ifa nggak ikut Papa kamu?"
"Nggak, dia sibuk ngurusin pernikahan sepupuku."
"Kalau kamu kapan nikah?"
Khal seketika menghentikan kegiatannya membolak balik novel bersampul pink itu. "Nggak tau."
"Kamu nggak ada niatan, gitu? Kamu kan udah mapan, udah cukup berumur juga."
"Ada niatan, tapi gebetan aku masih sekolah. SMA aja belum lulus," Khal tersenyum kecil.
Vanny menelengkan kepalanya. "Oh ya? Siapa dia?"
"Kepo," Khal meletakan novel itu kembali pada tempatnya. "Aku mau periksa kondisi kamu, sekarang. Apa perlu aku bawa ke rumah sakit atau nggak."
"Aku nggak apa-apa, Khal."
"Kamu cuma perlu jawab pertanyaan ku," Khal menatap tajam Vanny. "Kepala kamu pusing lagi?"
"Iya,"
"Sakit?"
"Hmm,"
"Kamu ngerasa lemes, nggak?" Vanny mengangguk. "Lebih?" lagi-lagi Vanny mengangguk.
Raut wajah Khal sukar diartikan. Tangannya perlahan menyentuh dahi Vanny. Demam. Vanny demam.
"Sejak kapan pusingnya?"
"Semalam."
"Karena?"
"Nggak tau. Tapi nggak mungkin kan karena aku makan mie?"
"Mie? Tapi kamu udah boleh makan mie, karena mie nggak ada hubungannya sama kondisi kamu. Jadi, pasti ada hal lain." Khal berhenti menatap Vanny dan justru memperhatikan sekitarnya sambil berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
S [Selesai]
Teen FictionDingin. Satu kata yang cocok mendeskripsikan dirinya. Hangat. Itu juga cocok. Bagaimana bisa? Dingin tapi hangat? Stevanny. Satu nama yang dapat menjelaskan itu. Menjadi dingin bukan keinginannya tetapi sebuah keharusan. Menjadi hangat memanglah k...