10. Awal🍃

11 2 0
                                    

Setiap permasalahan apa pun itu pasti ada jalan keluarnya!!

SM, 23 Desember 2019

***
setelah keluar dari ruang BK wajahnya suram, Lala terus menahan airmatanya agar tidak jatuh. Sedangkan Fahri pun tidak bisa berbuat apa-apa dengan keputusan Vinot.

"Beasiswamu dicabut!" Yah, kata-kata itu terngiang dari tadi di telinga dan pikirannya. Kejamnya lagi pembayaran IPP Lala berlaku bulan ini juga.

Ia tidak tahu dan kapan ia ada di foto itu bersama Fahri, sungguh sama sekali, ia tidak tahu.

Sedangkan Fahri ia diberi keringanan karena sebentar lagi ujian. Sekarang Lala harus berpikir keras mendapatkan uang, mulai bulan ini ia akan membayar uang sekolahnya.

"Lala duluan, Kak!" Ujarnya meninggalkan Fahri.

Fahri pun ikut pergi menuju kelasnya, entah apa yang ia terima nantinya di kelas. Kejutan, ucapan selamat karena tidak dihukum atau malah bulian yang ia dapat?

Di lorong kelas yang selalu sepi, Fahri masih berjalan tanpa peduli lagi kemana arah kakinya melangkah. Ia pun ikut galau, jabatan ketua osis sudah dicabut sebelum waktunya dan jika ia kembali melakukan kesalahan, ia terancam tidak bisa ikut ujian.

Saat pandangannya kosong, tiba-tiba lengannya ditarik menghadap orang tersebut dan langsung satu pukulan mendarat di pipi kanannya. Dia adalah Aldi. "Kurang ajar lo yah!" Ucapnya penuh amarah. Tangannya mencengkram kerah baju Fahri. "Apa?" Ujar Fahri tak kalah kuat.

Tanpa peduli temannya lagi, Aldi masih mencengkram kerah baju Fahri. "Ini salah paham, Al!"

Tangannya sudah ingin kembali memukul Fahri tapi teriakan seseorang membuatnya berhenti.
"Sayang sudah dong. Kasihan dia, lagian ini salah Lala juga!" Ujar Kiya menenangkan Aldi.

"Lala tidak bersalah." Bukannya tenang, Aldi justru ikut meluapkan emosinya pada Kiya yang menyalahkan Lala. Aldi melepaskan kerah baju Fahri.
"Dia polos, pokoknya Lala tidak bersalah dengan hal ini!" Tegasnya.

"Dia salah, iya 'kan Kak Fahri?" Kiya tidak mau mengalah, ia tetap bersikeras menyalahkan Lala dan kini ia melibatkan Fahri. Ia yakin kalau saat ini pasti, Fahri juga memihaknya. Bagaimana tidak karena Lala ia hampir tidak bisa ikut ujian dan jabatannya pun dicabut.

"Tidak, tidak ada yang salah baik itu gue atau pun Lala. Karena kami sama-sama sedang dijebak. Gue permisi!" Ujarnya lalu pergi.

Fahri memikirkan foto yang ditampakkan Vinot tadi. Itu tidak benar! Ia tidak pernah merangkul Lala, apa lagi sampai pergi ke hotel ditengah malam. Yah, memang pernah ia bersama Lala saat malam tapi, itu bukan tengah malam. Dan hotel, ia tidak pernah pergi ke sana malam itu. Oh Tuhan, editan siapa itu? Ia mengacak rambutnya frustasi dengan skenario hidupnya. Ia sangat yakin ada dalang di balik semua permasalahan ini. Tapi siapa?
Vivi? Tiba-tiba nama itu terucap langsung di hatinya.
"Yah, gue yakin. Dalangnya adalah Vivi!" Ujarnya mantap. Lalu ia pergi ke kelasnya.

Semua tatapan tidak suka ia dapatkan. Padahal dulu hanya ada tatapan kagum pada dirinya. Ia menghembuskan napasnya gusar, penampilannya saat ini berantakan, rambutnya yang acak-acakan, bajunya yang kusut, tambah lagi wajahnya lebam, akibat pukulan Aldi tadi. Ini bukan ketua osis yang dulu. Yah, kata itu lah ingin semua orang sampaikan.

Aldi juga belum terlihat, bangkunya masih kosong. Saat ini kelas mereka sedang jam kosong.

"Lo ternyata nakal juga yah! Gue kira lo itu sangat baik, sampe gue ngerasa nggak pantas berteman sama lo tapi sekarang, kayaknya lo yang nggak pantas buat berteman sama gue!" Ucap salah satu perempuan yang terkenal cantik di kelasnya.

Sudah Fahri duga, pasti ia akan dapat bulian.
"Terus kalo gue nakal kenapa? Nggak ada ruginya 'kan sama lo?"

"Yah--" Ucapnya terpotong karena guru sejarah sudah datang.

Kelas ini terdiam sejenak, memperhatikan guru yang menjelaskan tentang peradaban Islam. Guru ini juga seorang ustad yah, bisa dibilang gitu lah.

Bel yang dinanti pun terdengar juga. Suara gemuruh pun terdengar karena guru tersebut tak kunjung keluar saat jam istirahat. "Maaf, Pak. Jam Bapak sudah habis," Kata Jay selaku wakil ketua kelas. Biasanya, Fahri lah yang selalu mengingatkan tapi, lihatlah Fahri yang sekarang! Berbeda!

Setelah beberapa lama guru keluar, Aldi pun masuk.
"Woy, Al dari mana lo, jam segini baru masuk?" Tanya Jay sambil merangkulnya.

Aldi sedang tidak peduli saat ini, ia duduk di bangkunya setelah memberi tatapan tidak sukanya pada Fahri.

Fahri keluar dari kelasnya, ia juga tidak tahan melihat muka Aldi. Ia duduk di bangku depan kelasnya, tapi hanya sebentar, lalu ia beranjak pergi ke kelas Lala dan ia mengintip, terlihat Lala duduk sendirian di bangkunya. Tetesan bulir bening jatuh dari sudut matanya, ia tahu karena apa.

Maaf!!

***
Sepulang sekolah hari ini sangatlah berbeda, karena tadi adalah hari terakhirnya sekolah. Ia memilih tidak melanjutkan sekolah karena ia tahu itu akan percuma. Lala juga tidak akan pulang ke kampung atau pun memberitahu masalah ini pada keluarganya. Ia akan diam dan bekerja.

Ia duduk di depan rumahnya sambil melamun, melamunkan sesuatu yang telah terjadi dan sulit diperbaiki tentunya.
"Astagfirullah, ibu awas!!!" Teriak Lala, lalu berlari saat seorang ibu-ibu yang ia teriaki tak kunjung mendengarnya dan pengendara motor pun sudah beberapa kali membunyikan klakson motornya, tapi percuma, karena si ibu sedang asik bercengkrama dengan ponsel ke telinganya.

Lala menarik tangan ibu itu hingga mereka jatuh di rerumputan yang tertanam di trotoar itu. "Allahuakbar." Ucap ibu itu sambil memegangi dadanya.

"Ibu nggak papa? Ayo Bu kita kerumah dulu!" Saran Lala dan memapah ibu itu masuk ke halaman rumahnya.

Ibu itu duduk di kursi depan rumah. Sedangkan Lala mengambil kotak p3k.
"Sini Bu, Lala bersihin!" Perlahan Lala membersihkan lukanya.

"Makasih yah dan panggil Tante Maya aja!"

"Iya Tan."

Setelah selesai Lala meletakkan kembali kotak p3k sambil membuat kan minum untuk Maya. "Sebentar yah, Tan!"

Sepertinya Maya tidak asing dengan sikap Lala yang sopan itu. Tapi, ia yakin kalau ia tidak pernah bertemu dengan Lala sebelumnya.
"Sebenarnya Tante lagi ngapain tadi, kok bisa sampai tidak mendengar klakson motor?" Ucapnya sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja.

"Tante lagi telponan sama anak yang udah lama nggak ketemu dan ngabarin. Saat ia menelpon, Tante langsung kesenangan seakan lupa segalanya."

"Emangnya anak Tante ke mana?"

"Dia kuliah di Amerika, udah 2 tahun ini dia nggak pulang."

Setelah lama mereka mengobrol dan matahari pun tampaknya, juga sudah lelah, Maya pamit pulang. "Tante permisi yah, udah mau malam juga. Sekali lagi makasih udah nyelamatin, Tante utang budi sama kamu! Ini buat kamu!" Ujarnya memberi beberapa lembar uang merah kepada Lala.

"Nggak usah Tan. Lala ikhlas," Ia menolaknya.

"Ya udah, gini aja besok kamu ke rumah Tante kita makan malam dan nggak boleh nolak. Besok sopir Tante akan jemput!" Ujarnya yang tidak bisa ditolak dengan cara dan alasan apapun.

Thank you🍃

Selalu ingatkan aku yang bersalah!🍃

Evolusi Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang