8. Salah Paham 🍃

16 2 0
                                    

Minta maaf lah walaupun kau tidak bersalah. Mengalahlah jika itu bisa membuat perdamaian.

SM, 24 November 2019

Happy reading

***
Sepulang sekolah Lala dan Fahri  pergi ke toko buku tapi, perut mereka menghalanginya karena lapar melanda pada jam dua siang. Mereka makan siomay di pinggir jalan.
"Adek gue namanya Novella, di kamarnya penuh dengan warna pink dan beberapa novel bergenre romance tentang beberapa princess desney, padahal ia masih kelas dua SMP."

"Kayaknya jangan deh Kak beli novel, mending beli boneka hallokitty, 'kan pas sama warna kamarnya!" Fahri baru terpikir hal itu, ia mengakui perempuan itu makhluk yang paling mengerti.

Setelah makan, mereka ke toko boneka yang tak jauh dari tempat mereka makan.
Banyak sekali boneka hallokitty dan banyak boneka lainnya juga. "Kalo ini gimana?" Fahri memegang hallokitty dengan lidah yang terjulur.

"Bagus sih, tapi itu kotor! Ini aja Kak, sederhana tapi menarik!" Lala menunjukkan boneka yang simple dan menarik.

"Bagus. Sini gue bayar dulu!"

Lala menunggu bonekanya dibungkus, sedangkan Fahri entah pergi ke mana setelah membayar tadi. Ia duduk di depan toko memperhatikan jalanan sambil berfoto.
"Nih! Selfie aja!" Fahri memberikan satu eskrim cornetto yang langsung disambut oleh Lala yang kebetulan sangat suka dengan eskrim.

Di seberang mereka duduk berdampingan, ada Vivi dan Kiya yang hendak menyebrang.
"Itu bukannya Kak Fahri sama Lala yah?" Tanya Kiya, membuat pusat penglihatan Vivi tertuju dengan yang ditunjuknya.

Sebanarnya ada hawa panas saat melihat orang yang ia suka bersama orang lain, dan itu sahabatnya. "Jangan-jangan mereka ada hubungan?" Curiga Kiya membuat Vivi semakin memanas, ditambah lagi sekarang Fahri yang menatap Lala intens dan Lala tak menyadarinya.

Terik matahari semakin membuat kepanasan menerka Vivi. Ia menyebrang menghampiri Lala, tanpa menghiraukan kendaraan yang terus mengklaksonnya.

Dengan spontan ia mendorong Lala hingga ia jatuh dan beruntung tas milik Fahri ada di belakangnya dan menjadi bantal bagi kepalanya kalau tidak, mungkin ia akan terluka dibagian kepala belakangnya yang akan berakibat fatal tentunya.

"Apa-apaan lo?" Tanya Fahri yang sontak marah melihat sikap Vivi yang tidak jelas dan berdiri dihadapan Vivi.

"Apa-apaan? Kakak tahu 'kan gue pernah bilang kalau gue suka sama Kakak?"

"Yah. Lo pasti inget juga gue bilang nggak suka sama lo? Sadar dong cinta itu nggak bisa dipaksa." Ujarnya. Lala hanya diam dan mendapat pelototan dari Kiya. Dan tak lama Kiya menarik tangan Lala menjauh dari mereka tanpa Fahri tahu.

"Kakak bilang sendiri kalau Kakak nggak tertarik pacaran, lalu sekarang apa?"

"Lo siapanya gue? Gue nggak perlu lapor 'kan apa yang gue lakuin sekarang?" Akhirnya, lalu pergi mengambil kado dan mencari Lala.

Vivi hanya bisa diam merutuki kebodohannya. Gue nggak akan biarin lo bahagia, La.

Di belakang toko, Kiya terus mengomel pada Lala yang ia sudutkan di tembok.
"Lo belum puas-puasnya yah. Lo udah rebut perhatiannya Aldi dan sekarang Kak Fahri. Dasar sahabat macam apa lo?" ia terus mendorong-dorong bahu Lala, padahal ia sudah tersudut.

"Lala nggak---"

"Diem deh! Lo itu---" Kini giliran ia yang terdiam, saat melihat Fahri yang berjalan ke arah mereka.

"Ayo, La!"

Mereka meninggalkan Kiya. Mereka juga melintas tepat dihadapan Vivi yang semakin memanas dan Lala mendapatkan tatapan mengerikan dari Vivi.

Di perjalanan hanya angin yang berhembus dan suara beberapa kendaraan lain yang terdengar, sedangkan mereka saling diam. Lala terus terbayang sikap kedua sahabatnya tadi. Hari juga semakin gelap, jalanan semakin sepi.
"Kak, Lala berenti sini aja! Lala nggak enak sama Vivi."

Bukannya berhenti, Fahri justru menarik gas motornya hingga kecepatan delapanpuluh, membuat Lala mengeratkan pengangannya di jaket yang Fahri pakai.

"Kak pelan-pelan, Lala takut!" Ujarnya sambil memejamkan matanya dan bersembunyi di balik punggung Fahri.

Fahri merenggangkan kecepatan motornya tapi tidak sampai berhenti.
"Begitu juga gue kalau lo turun di sini." Ujarnya yang sulit dimengerti.

Lala memilih diam dan masih berkutat dengan pikirannya tentang kejadian tadi. Lala harus meminta maaf, ini salah!

Maaf, karena gue, lo dan sahabat lo bertengkar. Tapi, gue mau kasih tau lo tentang mereka, lewat perbuatan. Lo harus sabar!

***
Di rumah Vita, Saga sedang asik duduk sambil memainkan game.
"Ga, lo suka nggak sih sama Lala?" Tanya Vita tiba-tiba saat beri duduk di samping sepupunya itu.

"Enggak, gue sama sekali nggak ada rasa sama dia. Kenapa?"

"Enggak ada. Tapi, sikap lo ke dia itu kayak ada rasa di antara kalian. Lo jangan baperin anak orang lho!" Tegas Vita yang diacuhkan Saga yang asik memainkan ponselnya.

"Yah, abis. Hotspot, Ta!"

"Hp gue abis batre."

Saga terpaksa menyudahi bermainnya dan beralih memberi pertanyaan pada Vita yang mungkin bisa menghiburnya, karena kehabisan kuota.
"Sam Riko gimana?"

"Gimana apanya? Kalo tanya yang jelas dong!"

Saga lupa kalau sepupunya ini mempunyai loading yang lama.
"Hubungan lo?"

Vita manggut-manggut sambil berkata O.
"Tadi gue mau gombalin dia tapi, pas baru kalimat pertama dia udah bilang gini. Lo gila dari dulu," Ucapnya sebal.

"Lo gombalin apa?" Tanya Saga penasaran sekaligus malu punya sepupu perempuan, tapi godain laki-laki. Bukannya terbalik?

"Riko, tau nggak sejak kapan gue gila?" Saga saja baru mendengarnya sudah menahan tawa apalagi yang beneran Riko?
"Dia jawab, lo gila dari dulu, gue aja baru sadar. 'Kan nyebelin padahal gue mau bilang sejak gue jatuh cinta sama lo."

"Gini yah, Ta. Kodratnya perempuan itu dirayu, menunggu dan menolak. Bukan merayu!" Ujarnya pelan agar Vita mudah diterima sama Vita.

"Itu mah dulu. Sekarang udah nggak jaman, Ga. Bila perlu nanti gue ajak pacaran juga sih Riko."

Saga hanya geleng kepala, mendengar sepupunya yang bersikeras ingin mendapatkan cintanya Riko. Tapi, jika dipikir memang iya, jaman sekarang ini banyak perempuan yang tidak punya malu dengan pe-denya menyatakan cinta pada laki-laki. Dimana urat malu para kaum Hawa sekarang? Dan hal ini justru membuat laki-laki malas berjuang mendapatkan perempuan karena sikap mereka sudah didahului.

"Ta, gue liat-liat temen lo yang lipstiknya merah kemarin nggak suka yah sama Lala?"

"Dia emang dari dulu kurang suka, karena pacarnya yang lebih perhatian sama Lala, padahal pacarnya itu sahabat Lala dari kecil. Belum lama ini aja Lala dipecat dari rumah makan milik mamanya Aldi, gara-gara Kiya menghasut mamanya Aldi supaya memecat Lala. Ups!" Ia lupa jika itu rahasia besar geng-nya. Ia menutup mulutnya seketika dengan wajah tercengang.

"Nggak papa, gue nggak bakal bicara sama siapa pun," Ujarnya menenangkan Vita yang terlihat takut karena rahasianya terbongkar.

Dasar!

Thank you🍃

Evolusi Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang