5. Rindu🍃

39 2 4
                                    

Rindu yang tak bermakna, membuat sesak dalam jiwa.

SM, 4 November 2019

***
Hari ini Lala mulai bekerja di rumah Vivi. Tapi, ia harus menunggu ojek dahulu karena motornya yang rusak fatal.

Setelah ojek datang, ia berangkat menuju rumah Vivi yang lumayan jauh dari rumahnya.
Hari ini ia harus bekerja sampai Vivi pulang dari sekolah setelah itu, ia akan menyelesaikan jahitan tetangganya.

Sampai di rumah Vivi, Vivi sudah hendak berangkat. "La, langsung aja yah, gue mau sekolah." Ujarnya lalu pergi bersama mobilnya.

Seperti pembantu pada umumnya, Lala mulai dari memasak makanan sesuai yang ia bisa dan tentunya bahan-bahan yang ada di dapur.

Setelah selesai memasak dan membersihkan lainnya. Lala duduk di kursi teras sambil menunggu Vivi.

Rumah Vivi sungguh luas, taman di depan rumahnya sangat indah karena ditumbuhi tumbuhan hijau dan air mancur di tengahnya. Tapi sayang, rumah sebesar ini para penghuninya sibuk dengan kerjaannya.

"Lala!" Sapa Vivi mengagetkan Lala yang sedang melamun.

Setelah keluar dari mobilnya Vivi mengajak Lala untuk ke kamarnya. Tadi saat bersih-bersih Lala tidak membersihkan kamar Vivi karena itu memang perjanjian dari awal.

"Ini buku pelajaran hari ini, gue mau lo salin ke buku lo, biar lo nggak ketinggalan!" Ujarnya mengeluarkan buku-bukunya.

Dengan sigap Lala mengambil buku kosong di tasnya untuk menyalin catatan tugas hari itu.

Saat Lala menyalin, Vivi duduk di depannya memperhatikannya.
"Tadi sekolah Kiya sama Aldi berantem."

Lala yang sedang menulis langsung berhenti mendengarnya. "Berantem kenapa?"

"Gue kurang tau, tapi mereka terus diem-diemman. Udah deh lupakan masalah orang. Menurut lo Kak Fahri itu gimana orangnya?"

"Lala nggak tau tapi, jika dilihat dari penampilannya, dia itu cuek, disiplin, baik, nggak terlalu ganteng juga,"

"Dia itu ganteng tau. Tatapannya, senyumnya, penampilannya. Pokoknya perfeck deh nggak ada celah buat jelek."

Iyain aja asal dia bahagia. Ucapnya dalam hati sambil tersenyum.

Setelah selesai mencatat beberapa tugasnya yang tertinggal, Vivi meminta Lala menemaninya pergi ke butik langganannya.

Di butik mereka memilih-milih baju tepatnya Vivi yang memilih baju sedangkan Lala hanya memberi jawaban iya atau tidak saja.

"Vi, Lala ke toko buku sebelah yah?"

"Iya,"

Lala pergi ke samping butik yang kebetulan toko buku. Ia sangat hobi membaca dan menulis apalagi jika berkaitan dengan puisi, dia sangat antusias. Tapi, sayangnya ia tidak mau menyalurkan bakatnya karena ia sangat takut orang lain membaca puisinya, dari puisi yang ia buat, adalah bentuk curahan hatinya.

"Lala!" Panggil seseorang di sampingnya, suaranya seperti ia kenal.

"Saga, ngapain disini?"

"Gue rindu," Seketika Lala terdiam dengan jawaban Saga yang aneh. "Rindu baca buku?"

"Bukan. Tapi, rindu sama lo." Ujarnya dengan tatapan serius dan kini ia benar-benar berhasil membuat Lala menegang.

"Nggak usah  tegang  gitu kalik! Yah gue nyari buku lah, ngapain lagi?" Lanjutnya yang berhasil mencairkan suasana yang semula membuat Lala tegang.

Setelah itu mencari buku yang diinginkan.

"Nih!" Saga memberikan buku yang ia pegang.

"Puisi." Lala membaca judul buku yang diberikan Saga lalu mengambilnya. "Dari mana kamu tau, Lala suka puisi? Makasih!" Ujarnya senang dan langsung membuka lembaran buku.

"Makasih? Ini tuh, gue tunjukkin ke lo, gue mau tanya bagus nggak?" Ucapnya membuat Lala malu.

"Bercanda, nggak usah merah gitu mukanya dong!" Ujarnya semakin menggoda Lala. "Itu buat lo!" Lanjutnya lalu tersenyum tipis menatap Lala yang masih menyembunyikan wajah merahnya.

"Baca buku di sana yuk, La!" Seru Saga memecahkan keheningan yang Lala rasakan.
Tanpa instruksi, Saga menggandeng tangan Lala agar ikut padanya.

***

Sambil menunggu ojek di depan rumah, Lala membaca buku yang Saga beri kemarin.
"Lala." Panggil seseorang yang duduk di atas motornya mengenakan helm yang tertutup kaca.

Orang itu melepas helmnya. "Kak Fahri?"

"Ada apa, Kak?"

"Ayo sekolah! Gue udah jelasin semuanya, kalau lo nggak bersalah. Cepetan sana ganti pakaian, Bu Yuni dan para guru plus temen-temen lo nungguin kedatangan lo di sekolah." Ujar Fahri. Tanpa bicara lagi, Lala langsung berlari masuk kerumahnya untuk berganti pakaian.

Senyum sumringah menghiasi wajah Lala saat ia keluar dengan seragam sekolahnya.
"Makasih, Kak." Ucapnya pada Fahri yang masih setia menunggunya berganti.

"Ayo naik! Motor lo 'kan rusak" Seru Fahri saat Lala hendak berjalan ke arah motornya.

Lala merasa aneh karena Fahri mengetahui motornya rusak.
"Kok tahu?"

"Kebetulan. Cepetan naik, bentar lagi masuk, gue nggak mau yah telat gara-gara lo!" Seru Fahri.

Lala menaiki motor Scoopy milik Fahri. Selama perjalanan, mereka hanya saling diam dan hanya suara angin yang menderu saja. Tapi, tidak saat Lala bertanya. "Kak. Kenapa Lala nggak pernah liat kakak punya pacar deh, atau kakak pintar agar orang lain tidak tahu yah?"

"Bukan. Gue emang nggak minat buat pacaran, buat apa pacaran kalau pada akhirnya setiap pasangan harus merasakan kecewa."

Tap, sindiran macam apa itu, yang langsung tepat sasaran.
"Ouw,"

Sampainya di sekolah, mereka berpisah. Lala langsung menghampiri Yuni yang sedang mengawasi anak yang piket halaman kantor. "Ibu." Panggilnya sambil menyalaminya.

"Lala. Akhirnya kamu sekolah lagi, maafin Ibu yah kurang percaya sama kamu!"

"Nggak papa Bu, yang penting Lala udah nggak dituduh lagi."

Setelah menyapa Bu Yuni, Lala berjalan menuju kelasnya.
"Guys, maling ini masih aja sekolah,"

"Ya, gimana yah, dia 'kan anak kesayangan guru. Mana mungkin dia diskor lama-lama."

Beberapa sindiran ia dapatkan, walaupun pada kenyataannya ia tidak bersalah. Nama baik itu sangat sulit untuk diperbaiki, sekalinya jelek tetap saja jelek walaupun melakukan 1000 kebaikan.

Belum puas dengan sindiran, mulut mereka sudah bungkam dahulu dengan kehadiran Fahri.
"Berhenti bicara, kalau kalian tidak tau kebenarannya. Ayo, La!" Ucapan dan tatapan dingin mereka dapat setelah menyindir Lala. Fahri menarik tangan Lala agar tidak terus mendengarkan mereka.

"Kak," Panggil Lala dan menghentikan mereka yang berjalan. "Makasih udah mau belain Lala." Ujarnya yang hanya mendapat tatapan tak berekspresi dari Fahri.

Pegangan tangan yang menyatu, Lala lepas saat ia sadar. Fahri pergi begitu saja meninggalkan Lala sendirian di koridor ruang laboratorium IPS. Entah apa yang merasukinya.

Tadi asik banget orangnya, sekarang cueknya Masyaallah. Lala merasa aneh dengan dua sikap yang berbeda pada diri Fahri.

"Lala!" Panggil Vita dan Vivi yang langsung memeluk Lala. "Akhirnya lo sekolah juga!" Ujar Vita yang masih dalam posisi berpelukan.

"Tadi tuh siapa, La?" Tanya Vivi setelah melepas pelukan mereka. Ucapannya mengarah pada Fahri yang syukur ia tidak mengenalinya.

"E--- itu. Leon, iya Leon."

Mereka mengangguk saja. Mereka berjalan bergandeng tangan, menuju kelas.

Tanpa Lala sadari sejak tangannya menyatu dengan Fahri, ada yang sedang memfotonya di balik jendela kelas laboratorium.
"Gue akan buat lo menderita, Lala!"

See you🍃

Evolusi Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang