9. Bismillah 🍃

19 2 0
                                    

Allah mengujimu, karena Allah yakin engkau bisa menghadapinya.🍃

SM, 11 Desember 2019

Pagi ini awan sedang menangis dan langit pun memburam, begitu pun hati Lala.
Pagi tadi Fahri menjemputnya seperti kemarin, tapi ia menolaknya dengan beberapa alasan yang tentunya bukan alasan yang sebenarnya.

"Vi, nanti Lala kerja dirumah kamu 'kan?" Tanyanya takut. Takut jika emosi Vivi akan mencuat.

"Mulai sekarang lo, gue pecat jadi pembantu gue!" Ujarnya keras membuat semua yang ada di kelas memperhatikan mereka.

Lala mau membela dirinya, tapi ia sungkan karena banyak pasang mata yang memperhatikan mereka nantinya. Mungkin ini bukan waktu yang tepat karena bisa jadi emosi Vivi semakin menaik.
"Dan sahabat gue. Gue nggak mau punya sahabat pengkhianat kayak lo!" Ucapnya tidak sekuat tadi, tapi sangat menusuk sampai dasar hati Lala. Rasanya airmata akan segera tumpah membasahi pipinya.

"Maaf permisi, aku ada perlu dengan Lala!" Ujar seorang perempuan yang berdiri di depan pintu kelas. Mungkin bukan anak IPA dua.

Lala keluar dan mendapati Aldi yang menunggunya.
"Mata kamu kenapa, La. Kok merah?" Sebenarnya Aldi tahu kenapa mata Lala memerah.

Lala berlari ke belakang kelas dan duduk mendekap lututnya di sana. "Hiks hiks. Lala bukan pengkhianat, Lala nggak munafik. Mereka salah paham. Hiks hiks."

Aldi sudah tahu semuanya dari Fahri yang satu kelas dengannya sekaligus teman akrabnya. Dan karena Fahri juga, ia langsung menghampiri Lala. Ia sangat khawatir dengan perasaan Lala.
Setelah mengetahui itu juga, ia sudah putuskan untuk mendiami Kiya sementara, agar ia paham bagaimana perasaan Lala karena ulahnya.

"Aldi percaya semuanya pada kamu. Aldi bakal bantuin kamu buat kembali baikan sama mereka!" Janjinya yang membuat Lala langsung mengelap airmata yang membasahi pipinya dan terlihatlah senyuman yang merekah menghiasi pipinya.
"Asal kamu mau kerja lagi sama Aldi!" Ujarnya sebagai syaratnya.

"Tapi---"

"Permintaan langsung dari mama."

Mendengar itu, ia langsung mengangguk.
"Maksih, Al. Maaf selama ini aku selalu merepotkanmu!"

"Nggak ada yang merepotkan." Ujarnya berhenti sejenak. "Walaupun banyak orang yang menjauhimu dan menyalahkanmu, tapi Aldi akan selalu percaya dan ada di sampingmu!" Lanjutnya pasti.

Lala tersenyum mendengarnya. Ia semakin yakin, Aldi orang yang bisa ia percaya.

Aldi kembali ke kelasnya setelah membuat Lala tenang. Begitu pun Lala, ia kembali ke kelasnya.

***
Waktu istirahat, Kiya dan Vivi pergi ke kantin tanpa menghiraukan Lala yang terus bicara pada Vivi.

"Vivi!" Panggilnya sekali lagi.

"Sabar yah, La!" Vita yang memilih tidak ikut mereka membelai bahu Lala.

Lala hanya mengangguk menanggapinya.
"Dasar pengkhianat sahabat sendiri, rasain!"

"Katanya sahabat kok gitu!"

"Gue mah ogah punya temen kayak dia, udah susah, miskin, pengkhianat lagi!" Timpal mereka yang lewat dan menyindir Lala.

Berita tentang pertengkaran mereka melintas cepat seperti kilat. Seorang most wanted seperti Fahri selalu menjadi berita utama, semua yang ia lakukan selalu menjadi sorotan para murid sekolah. Seperti berita saat ini, saat Fahri berangkat bersama Lala. Ada yang setuju dan tidak. Setuju karena mereka sama-sama tidak terlalu dekat dengan lawan jenisnya di sekolah, dan tidaknya, para siswi yang tidak suka ketos mereka dekat dengan orang lain, istilahnya jealous tanpa ikatan apa-apa. Banyak para siswi memuja Fahri termasuk Vivi dan untuk dikelas XI IPA 2, siapa yang tidak tahu, tentang perasaan yang dimiliki Vivi pada Fahri? Rasanya hampir seluruh anak kelas mengetahuinya.

"Makasih Ta, udah ada buat Lala. Tapi, kenapa kamu nggak ikut Kiya sama Vivi?"

"Hehe gue nggak diajak," Ucapnya sambil cengengesan.
"Tapi, gue kayaknya peduli kok sama lo." Lanjutnya.

Mungkin sekali lagi, Lala harus bersabar.

Setelah mendengar ocehan yang membuatnya sakit, kini ia berjalan keluar meninggalkan Vita yang asik dengan ponselnya.
Ya Allah aku harus apa? Tidak ada lagi sahabatku. Keluhnya dalam hati.

Ia terus berjalan mengikuti langkahnya sampai ia merasakan lelah. Hidup itu bagaikan roda yang terus berjalan, entah itu semakin baik atau sebaliknya. Yang harus manusia lakukan adalah mensyukurinya.
"La!" Teriak seseorang dari belakangnya.

Lala berhenti dan menoleh ke sumber suara.
"Kak Fahri," Lirihnya mendapati Fahri yang semakin mendekatinya.

"Kantin yuk, gue bayarin, sebagai ucapan terimakasih gue karena lo udah nemenin gue kemarin!" Ajaknya.

"Maaf, Kak. Lala abis dari kantin," Tolaknya yang tentu saja berbohong.

Fahri mendadak kecewa dengan penolakan Lala, tapi apa boleh buat, itu haknya.
Lala meninggalkan Fahri begitu saja tanpa mengucapkan apa pun.

Ada yang aneh sama dia, tapi apa? Fahri hanya mampu bertanya dalam hatinya.

Setiap jalan, tak jarang ia mendapat tatapan sinis yang tak mampu ia artikan. Salah apa ia? Bukankah masalahnya dengan sahabatnya hanya anak kelas dan beberapa orang saja, lalu?
Tak seorang pun dari mereka yang melempar senyum atau pun bertegur sapa dengannya.

"Dasar orang kayak gitu kok bisa sih dapet beasiswa di sini? Jelek-jelekin nama kelas IPA sama hijabnya aja!" Ucap salah satu siswi dengan temannya.

"Katanya anak baik kok berani buat gitu!"

"Ya iyalah anak kesayangan guru mah bebas!"

Semuanya ia dengar sendiri, tapi ia tetap diam karena ia tidak tahu apa masalahnya. Hatinya memang menjerit dan meronta tapi tetap ia tahan.

Tidak berhenti sampai situ, Lala juga terkejut saat melihat Fahri yang sudah ada di ruang BK dan ini pertama kalinya ia lihat.
"Lala!" Teriak Vinot lantang dan penuh amarah di suaranya. Ia betdiri di depan ruangan tanpa udara itu.

Jantung Lala seketika berdetak kuat mendengar suaranya. Langkahnya gontar saat mendekat, ia takut. Tapi sekali lagi ia, percaya karena ia tidak melakukan sesuatu yang salah.
Ia kuatkan langkahnya.

Setelah memastikan Lala mendekat, Vinot pun masuk dan duduk dihadapan Fahri. Di sana tidak ada Yuni, karena ia sedang dikirim sekolah mewakili rapat dan juga cuti.

Ya Allah, berarti ini masalah tentang kesalahpahaman Vivi, kok sampai masuk ruang Bk? Ia berpikir demikian karena juga ada Fahri yang terkena gertak Vinot.
"Bapak tidak menyangka kalian seperti ini? Fahri! Kamu seorang ketua osis dan udah kelas 3 berulah pula. Lala kamu ini udah jadi kebanggaan kami karena prestasimu kemarin dan sekarng kamu jatuhkan. Bapak tidak habis pikir dengan kalian!"

Vinot menarik napasnya gusar, ia merasa kecewa dengan dua anak kebanggaannya itu. Ia sangat terpukul dengan.masalah ini.

"Tapi, Pak. Ini salah paham kita nggak pacaran, waktu itu cuman----" Fahri menjelaskan semuanya keoada Vinot, agar masalah ini cepat selesai dan mereka dapat keluar dari ruangan itu.

Tapi baru akan selesai ucapannya, Vinot sudah melotot terkejut dan menghentikan penjelasan Fahri.
"Apa urusan saya kalian pacaran atau tidak? Ini permasalahannya!" Vinot menunjukkan ponselnya pada Lala dan Fahri.

Mata mereka langsung membelanga karena terkejut dengan foto yang ada di ponsel Vinot.

Thank you🍃

Evolusi Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang