18. Sahabat atau Cinta🤡

16 1 0
                                    

Cinta, terkadang harus diutarakan dan ada juga yang memang harus disimpan.

SM, 26 Fenbruari 2020

***
Di tempat lain, Kiya dan Aldi duduk di kursi depan stadion. Kiya membersihkan luka lebam Aldi. "Sayang, kamu kenapa sih?" Tanyanya sambil menempelkan kain yang dilapisi es batu yang ia beli di warung depan stadion tadi.

Aldi masih diam.

Ia meringis ketika lukanya kembali disentuh Kiya. "Maaf Sayang!"

Sedangkan Lala di rumahnya asik belajar menjahit dengan Maya. Keduanya semakin hari bertambah pesat, keakrabannya.
Lala akui Maya adalah sosok ibu yang perhatian dan sayang padanya padahal, dia bukan la anak kandungnya.
"Mam, Lala ke kamar dulu yah!" Ujarnya. Setelah selesai dan membereskan semuanya ia pergi ke kamarnya.

Setelah perubahan sikapnya, Lala selalu khawatir dengan Maya, ia takut Maya mengetahui sifatnya. Bahkan, untuk menghindari kecurigaan Maya, Lala tidak mau lagi diantar Maya ke sekolah dengan alasan apa pun itu.

Lala menelentangkan tubuhnya di ranjang. Saat menerima pesan dari Kiya tadi, ada sedikit rasa tidak enak dan khawatir dalam dirinya. Pikurannya selalu bertanya. 'Ini terlalu jahat'. Tak ada yang lain ia pikirkan setelah melakukan kesalahan.

Lupakan itu. Kini setiap minggu Lala sudah menerima uang dari hasil kontrakan rumahnya dulu.

Lala bangun untuk mengambil ponselnya tapi, kalungnya terbelit dengan benang seprai.
Pelan-pelan ia melepasnya.
Ia kembali teringat dengan pemberi kalung itu, Andai dia tahu rasa ini tapi percuma Saga menyukai sahabatnya, Sekar. Dulu Saga bilang abaikan kata  love you-nya tapi itu tak bisa Lala abaikan begitu saja

"Kenapa sih, semua yang aku suka pasti suka sama kamu, Sekar. Kenapa?" Ujarnya sendiri. Sejak pertama bersahabat dengan Sekar, Lala selalu merasa  apa yang ia suka dan punya itu selalu Sekar yang miliki. Tapi dulu, ia selalu berpikir positif dan tak ambil pusing. Tapi sekarang ia mencoba meluapkan apa yang ia rasakan dahulu walaupun, hanya pada dirinya sendiri. Setidaknya ia merasa puas dan lega.

"Lala ada temen kamu nih!" Teriak Maya.

Lala menghampiri Maya dan sedikit bertanya pada dirinya, siapa?

"Ada temen kamu di depan, kata bi Wari."

Lala tersenyum dan pergi ke depan. "Kak Fahri?"

Fahri yang duduk di teras pun langsung berdiri dan tersenyum. Penampilannya hari ini beda lebih terlihat keren. "Tau dari mana rumah Lala sekarang, Kak? Duduk aja!"

Setelah duduk Fahri menjawab. "Gue tanya ke butik lo kerja!" Ujarnya.

"Oh. Terus itu kok mukanya lebam kayak gitu, kenapa? Berantem sama siapa? Sakit nggak? Masalahnya apa?" Bukannya menjawab Fahri justru memperhatikan Lala yang asik bicara seperti rasa khawatir. Ini yang bikin gue suka sama lo, La.

"Kok diem?"

"Kamu tanyanya kayak emak-emak nanyain anaknya pulang bagi raport aja, nggak pake berenti!" Upatnya mengundang tawa di sudut bibir Lala.

"Udah jangan ketawa terus! Ke danau, yuk!" Ajak Fahri. "Nggak terima penolakan!" Ujarnya duluan, saat Lala hendak menolaknya.

Mau tidak mau Lala ikut pergi dengan Fahri.

Di danau mereka berjalan beriringan, sampai saat ini Lala belum mengetahui maksud san tujuan Fahri mengajaknya ke danau. "I really like the lake. Because the lake gives me peace." Ujarnya sambil menatap paparan danau.

"But not everything is the same, Kak Fahri." Tolaknya.

"Yah, i know. Karena itu gue ajak lo ke sini, supaya lo tahu ketenangan apa yang ada di sini."

Lala memperhatikan air danau yang tenang dan ia teringat dengan keluarganya, yang selalu menyempatkan waktu untuk bisa  berkumpul di danau. Tapi, tidak saat mereka mengizinkan Lala diajak bibinya, yang membuat benih benci itu muncul kembali. Dulu ia sangat membenci keluarganya tapi bibinya selalu menasihatinya tetapi sekarang, Lala berubah dan tak ada lagi bibinya. Kenapa kalian tega!

Semburat benci membekas di hatinya yang sampai kini justru membara.

"La," Panggil Fahri di belakang Lala. Lala membalikkan badannya dan terdapat Fahri yang sedang berlutut di depannya dengan 3 tangkai bunga di tangannya.

Lala bingung dengan sikap dan keadaannya saat ini. Lala hanya diam menatap Fahri. "I know this very fast. But i want you know my feeling with you. So, i want to more a friendship." Terangnya Lala tidak tahu harus menjawab apa karena perasaannya bukan untuk Fahri.

Hari ini ia harus terlihat baik, jangan sampai Fahri mengetahuinya, pikirnya.

Jawaban, jawaban, jawaban dan jawaban. Lala harus memikirkannya. Lala memang dekat dengan Fahri akhir-akhir ini, tapi percuma perasaannya telah dibawa pergi oleh dia yang membuatnya terluka.

"I can't, because i want we friendship, please forgive me! And i hope you don't get angry." Ujarnya lalu pergi.

I know your answer. You should know la. You like saga. Gue akan buat lo sadar betapa lo mencintai Saga. Dan tentu gue memaafkan lo, karena lo sahabat gue dan akan terus jadi sahabat, tidak lebih. Fahri berbicara pada dirinya sendiri, setelah berdiri dari sikap berlututnya. Ia meletakkan bunga yang ia pegang tadi, di pinggir danau.

Lala tidak merasa bersalah atau pun bersedih telah menolak Fahri sang most wanted itu. Ia berjalan senang menuju rumahnya menggunakan taksi online.

"Lala, kamu dari mana?" Tanya Maya duduk di depan meja makan.

"E, eh. Dari danau sama kak Fahri, Mam."

"Sini duduk, Mami mau bicara!" Pintanya.

Lala mendekat dan duduk di samping Maya yang sedang menghadap laptopnya. "Mami denger dari sekolah--" Ucapnya terhenti karena kertas yang ia pegang jatuh tersapu angin.

Jangan sampai Mami tau perubahan sikapku ini dari sekolah!!

"Kamu kurang fokus belajar, jadi Mami sepakat kamu berhenti kerja dan harus fokus dengan sekolahmu, okey Sayang!" Kelanjutan yang menegangkan itu akhirnya keluar dan tak sesuai yang Lala takutkan, beruntungnya.

"Okey, Mami. Lala janji bakal lebih fokus belajar, Lala akan bahagian Mami!" Ujarnya membuat wanita paruh baya itu tersenyum bangga.

"Orangtuamu di kampung pasti bangga, lihat Lala yang selalu semangat ini!" Maya merentangkan tangannya yang langsung Lala berhambur di pelukannya. Hemz aku harap!

Lala mempunyai prinsip baru dalam hidupnya, ia tidak akan menyakiti seseorang selagi ia todak menyakitinya. Tapi, saat ia menyakitinya bersiaplah untuk merasakan yang lebih dari itu.

Pendendam, benci, jahat. Sifat itu mendominasi Lala yang sekarang, tapi ia cukup pintar menyembunyikan dari orang terdekatnya.

Mungkin ia lelah dibohongi, dikhianati, dimanfaati, tak pernah dianggap dan selalu menjadi bahan bullian. Ia lelah dengan semua itu, hingga pada saatnya, yaitu sekarang ia mulai memutarkan situasi itu. Rasa kasih sayang, kepercayaan, semuanya dirampas dengan berjalannya waktu yang selalu diputar dengan roda bumi yang selalu berputar. Dulu ia selaku di bawah, direndahkan tapi untuk sekarang ia tidak akan pernah membiarkan kata itu kembali bahkan, menyentuh kehidupnnya lagi.

See you bye bye🍃

Jika ceritanya semakin tidak nyambung, bilang aja, jangan sungkan! Karena di sini aku juga masih belajar.

Evolusi Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang