dua belas

1.4K 344 50
                                    

Sihoon tak ingat dengan jelas berapa lama Hangyul tak lagi mengunjunginya. Selepas insiden dirumah sakit kala itu, Hangyul benar-benar memutus kontak darinya. Jangankan ia, Seungyoun bahkan paman Kwon pun demikian. Apa, Hangyul telah membuangnya? Ah lagi pula siapa Sihoon? Mengapa ia harus merasa dibuang jika sejak awal mereka tak saling memiliki?

Trimester ke dua telah ia lewati. Seungyoun bilang perkembangan kandungannya sangat baik Sihoon sangat beryukur. Berulang kali dokter muda itu menyarankan untuk melakukan usg, namun Sihoon menolak dengan keras. Laki-laki atau perempuan Sihoon akan tetap mencintai bayinya.

Penghujung tahun mulai tiba, suhu mulai tak bersahabat apalagi dengan ia yang tinggal jauh dari perkotaan. Suhu dingin yang tiba-tiba menyerang dipagi buta mengingatkan Sihoon dengan pelukan hangat ayah dari bayinya. Bodoh memang-- tetapi Sihoon tak dapat berbohong jika ia merindukan Hangyul. Bahan terlepas dengan apapun yang pria besar itu ucapkan padanya tempo lalu.

Kedua telapak tangannya saling menggosok mencoba menciptakan kehangatan disana. Suhu Gyeongju sudah mencapai tiga derajat hari ini, Sihoon pikir ia harus mempersiapkan baju hangat dan selalu berada dekat perapian sembari menyulam, kedengarannya cukup bagus. Omong-omong seharusnya Seungyoun sudah datang setengah jam yang lalu, mengingat hari ini adalah jadwalnya mengecek si beruang kecil. Namun apa yang terjadi pada dokter itu? Tak biasanya Seungyoun terlambat bahkan tak memberikan kabar.


"Kau akan membeku disana jika berdiri lebih lama seperti itu Kim Sihoon."


Sihoon terperanjat. Dadanya berdebar begitu mengenali siapa pemilik suara berat yang terkesan dingin. "H-angyul?"


"Masuklah hangatkan dirimu."


Sihoon memandangnya, rambut kelam pria tersebut telah berubah warna menjadi ke abu-abuan. Sangat cocok dengan pesonanya.


"Kau-- datang?"



Hangyul balas terkekeh tipis. Ah, betapa ia rindu dengan suara gagap dan penuh kegugupan milik si manis. "Yeah, aku disini sekarang. Bukankah sudah jelas?"


Oh-- mari lupakan sejenak tentang kejadian rumah sakit beberapa bulan belakangan. Sihoon bahkan tak yakin Hangyul mengingatnya dengan jelas jika saat ini tingkah pria besar itu benar-benar terkesan biasa dan santai? Entahlah ia tak mengerti.


"Seungyoun menghubungiku, ia tak dapat datang hari ini."



"Ah-- begitukah?" Jadi karena Seungyoun ya? Mimpi apa Kim Sihoon? Berhentilah berharap padanya. Maki Sihoon dalam hati.


"Masih ingin disana dan terkena hipotermia atau masuk bersamaku dan mengobrol dengan secangkir teh hangat mungkin?"


Masa bodoh. Sihoon tak lagi peduli dengan apa yang dikatakan isi kepalanya jika saat ini hatinya justru yang mengambil alih.


































▪️ smiling flower ▪️






































Beberapa kali melirik jam tangannya, Seungyoun tahu benar jika ia akan datang sedikit terlambat dari biasanya. Pasiennya mendadak meminta jadwal temu padahal ia benar-benar telah mengosongkan jadwal tiap kali harus terbang ke Gyeongju.

"Ah! Tsk sial sekali aku hari ini." Gerutu Seungyoun tatkala seseorang menabraknya berakibat dengan beberapa rangkuman pasien berikut tas dan ponselnya yang berceceran dilantai.


"Maafkan saya-- "


Seungyoun mencoba tersenyum meski hanya formalitas disana. Ayolah ini rumah sakit, jika saja bukan mungkin sosok yang menabraknya sudah habis ia sumpah serapahi.


"Tak apa, aku yang terlalu terburu-buru melang--kah.. "


Bola mata bak kelereng berwarna cokelat gelap yang mengilap jernih tengah menatapinya. Bibir tipis yang dulu sering kali memberikannya senyuman nampak masih sama setelah bertahun-tahun lamanya keduanya dibatasi jarak. Surai lembut yang terakhir kali Seungyoun ketahui berwarna merah muda menggoda seperti permen kapas, kini berganti berwarna pirang sangat kontras dengan kulit putihnya. Sosok tercintanya masih begitu indah, meski beberapa tahun Seungyoun tak menatapinya seintens sekarang.



"Seonsaengnim, anda baik-baik saja? Uhh-- biar saya bantu membereskan ini. Astaga- Lee Sejin kau benar-benar." Gerutu si mungil pada dirimya diakhir ucapan.



Menggemaskan. Lirih Seungyoun.


"Sekali lagi maaf, saya akan lebih berhati-hati lain kali." Sembari membungkuk beberapa kali.


"Ya, berhati-hatilah dan jangan melamun. Kalau begitu-- permisi." Seungyoun bukannya muak beradu pandang dengan mungilnya yang sangat ia rindu. Hanya saja, ia tak berani bertaruh akan bertahan lebih lama bersama Sejin dalam jarak yang sangat dekat. Seungyoun tak ingin pecah dihadapan Sejinnya.


Terlebih ia tak ingin dianggap orang gila sebab tiba-tiba menangis dipertemuan pertama mereka. Dengan Sejin yang masih hilang ingatan.


"Sampai kapan kau akan terus berpura-pura dan menghindariku-- "


























"-- Seungyounie?"



























































"-- Seungyounie?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Smiling Flower ; Lee Hangyul + Kim Sihoon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang