Hangyul memerhatikannya dalam diam. Menatap intens gerakan maupun ekspresi wajah Sihoon yang terlihat dipaksakan. Ia tahu jika istrinya itu sedang tak baik-baik saja, sejak pemeriksaan rutin dua hari yang lalu.
Meski bersikap seperti biasa, tersenyum, tertawa, bahkan menemani puteri mereka bermain, Hangyul tahu itu semua ia tunjukan semata-mata hanya dihadapan Seonjoo.
"Sihoon-ah."
Yang dipanggil namanya tak menengok sedikitpun. Masih fokus mengikat rambut Seonjoo yang terlihat anteng tanpa melakukan protes apapun.
"Nah, sudah. Ingat pesan mom okay? Baik-baik dengan teman-teman dan habiskan makan siangmu nanti." Peringat Sihoon sembari menciumi pipi puteri mereka. Sementara sang ayah yang masih memfokuskan diri kepada sosok manis tersebut.
"Bye-bye mommy, papa!" Pamit si kecil berlalu berlari ke arah paman Jang yang telah menunggu.
Hangyul buru-buru mendekat, hendak meraih jemari istrinya untuk membicarakan hal yang memang perlu untuk mereka luruskan. "Sihoon, baby dengar--"
"Mandilah, aku akan siapkan pakaianmu. Hari ini makan siang diluar tak apa kan?"
Lihat bukan bagaimana Sihoon mengalihkan pembicaraan mereka? Setidaknya yang Hangyul inginkan lelaki itu bicara terus terang padanya. Mengeluhkan segala yang membuat hatinya tak nyaman, bukan malah terus menghindar. Mereka sudah menikah kan?
"Tidak, sebelumnya kau harus mendengarkanku Sihoonie. Mengapa terus menghindariku? Aku tidak sekekanakan itu jika kau menyangka akan menolak bayi kita. Tidak sama sekali." Tutur pria yang lebih besar darinya sendu.
Sihoon menggigit bibir. Menunduk menghindari tatapan Hangyul yang tak dapat dipungkiri sedikit membuat hatinya sesak. "Dia bukan laki-laki seperti kataku Hangyul."
Hangyul menghela napas. Menarik Sihoon guna ia rengkuh tubuh tersebut. Membelai surai hitam sosok yang dicintainya dengan lembut mencoba memberikan sedikit ketenangan.
"Tidak peduli, mau sebanyak apapun anak perempuan yang kau berikan mereka tetap anakku, anak kita. Mereka tanggung jawabku Sihoon. Perkiraan bisa salah, baik itu kau bahkan dokter sekalipun. Jangan membebankannya lantas mengganggu pikiran dan kesehatanmu."
Sebenarnya awal perang dingin mereka terjadi setelah pemeriksaan rutin kandungan Sihoon dua hari yang lalu. Hangyul bahkan tak sadar Sihoon perlahan menarik diri, menjauhinya, bahkan tak jarang menolak beradu pandang.
Sebelum bertolak menuju rumah sakit, Sihoon sempat memprediksi jika calon bayi mereka adalah seorang laki-laki. Bukan semata-mata menyimpulkan dengan gamblang, Sihoon mencarinya diinternet. Menggali informasi yang terkadang kebenarannya pun masih dipertanyakan. Mencari tahu tanda-tanda kehamilan yang ia rasakan hingga berujung mengklaim jika si jabang bayi berjenis kelamin laki-laki.
Sihoon bahkan sangat gembira ketika mengatakan mungkin saja anak kedua mereka seorang laki-laki seperti yang telah Hangyul idam-idamkan. Hangyul pun tak dapat membohongi diri jika ia ikut senang mendengarnya, meski sejatinya perempuan atau laki-laki tak lagi penting buatnya.
Namun harapan yang telah Sihoon gantung sedemikian tinggi, pupus jua tatkala Seungyoun mengatakan hal sebaliknya. Janin yang kala itu berusia nyaris tujuh bulan adalah seorang gadis yang mungkin akan sangat manja kepada ayahnya, ujar Seungyoun sembari tertawa tipis tak tahu menahu jika Sihoon melemas ditempat. Ia kecewa.
"Dua anak perempuan terdengar luar biasa. Mereka bisa menjadi pemanis dalam keluarga kalian." Tambah Seungyoun sembari menuliskan resep suplemen untuk si ibu hamil. Hangyul tersenyum menanggapinya, sesekali membalas guyonan Seungyoun tanpa melepaskan genggaman pada telapak tangan Sihoon yang berkeringat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smiling Flower ; Lee Hangyul + Kim Sihoon ✔
Fiksi PenggemarLee Hangyul konglomerat yang menginginkan keturunan tanpa terlibat status pernikahan. Sementara Kim Sihoon pemuda yang tak biasa hidup dalam kemiskinan, menginginkan kehidupan nyaman tanpa niat berusaha keras. Hingga satu tawaran menggiurkan menggod...