Could It Be?

8.2K 264 5
                                    

"Hari ini aku enggak ke Perpus." Itulah isi pesan dari Rangga yang masuk ke Hp Hanna baru saja, ketika gadis itu sudah menunggu di Perpustakaan hampir satu jam lebih tanpa kepastian karena sosok cowok itu tak kunjung tampak helai rambutnya. "Gggghhh!!!" Gumam Hanna mengadu rahang dan meremas Hpnya sebal, "Tahu begini aku langsung pulang saja!!! Grrr!!!! Malah ngabarinnya baru sekarang lagi! Itupun kalau enggak kumisscall enggak bakal ngasih kabar!!!! Dasar cowok kampret!!!!" Dengan sebal, Hanna merapikan tasnya dan bersiap pergi dari Perpustakaan. Gadis itu semakin sebal, ketika tadi ia berusaha menelpon Rangga, telponnya malah direject oleh cowok itu dan kemudian datanglah pesan yang membuat Hanna murka.

"Hmph!" Sambil mendengus, Hanna pergi keluar Perpustakaan. Lalu, ketika ia ada di luar, ia mendengar sebuah suara yang sudah cukup lama tidak ia dengar semenjak sehabis pulang sekolah ia selalu menghabiskannya bersama Rangga di Perpustakaan. Duk! Duk! Duk! Rendy, si kapten ekskul basket itu dengan lincah mendrible dan melewati teman-temannya dan kemudian melakukan three-point shooter yang melesat masuk mencetak skor. "E- Eh? Rendy?" Gumam Hanna yang tidak jadi melangkahkan kakinya lanjut untuk pulang.

Sudah lama ia tidak menonton Rendy bermain basket seperti itu lagi. Gadis itu sampai lupa kalau sebenarnya ini adalah rutinitasnya yang sebenarnya cukup sering ia lakukan sebelum adanya sosok Rangga mengcaukan hidupnya. Prok! Prok! Anggota-anggota tim Rendy melakukan high five kepada Sang Kapten yang sudah berhasil mencetak skor. Walaupun ini cuma latihan, tapi Rendy dan teman-temannya tampak serius.

"Hmmm..." Hannapun menepi dan duduk di depan perpustakaan, mau menonton Rendy yang sudah lama tidak ia tonton. Sampai akhirnya, gadis itu lupa waktu dan anggota klub basket itu telah membubarkan diri. Lalu, Rendy yang juga ikut bubar berbalik dan kemudian melambai ke arah Hanna. "Eh? Di- Dia melambai ke arahku!?" Hanna langsung panik dan tolah-toleh ke kiri dan ke kanan, melihat sekeliling mencari Ghita. Gadis itu pikir, mungkin Rendy yang melambai ke arahnya sebenarnya melambai ke arah Sang Pacar, Ghita. Tapi, setelah menoleh ke sekeliling, Hanna baru sadar kalau ternyata saat ini Ghita tidak ada di Sekolah.

"Hei." Sapa Rendy sambil tersenyum. Cowok itu dengan baju basket dan keringat yang belum sepenuhnya kering berdiri tegak di hadapan Hanna yang menganga kebingungan seperti komputer kelebihan beban. "Lagi nungguin Rangga?"
Hanna berkedip-kedip dan terdiam beberapa detik sampai akhirnya jiwa gadis itu kembali masuk ke dalam tubuhnya. "Ah! E- Enggak! M- Maksudku iya! Iya! Lagi nungguin dia!" Jawab Hanna terbata-bata. Aduuuhhhh!!!! Nyaris keceplosan kalau aku duduk di sini sebenarnya buat nonton dia!!! Fiuh.... Untung enggak keceplosan.

"Hmm..." Rendy mengangguk mengerti. "Aku boleh duduk di sebelah?" Tanya Rendy yang sudah siap menaruh pantatnya di sebelah Hanna, walau jarak mereka masih ada sekitar dua jengkal. Dengan malu-malu dan terbata-bata, leher Hanna mengangguk mengiyakan. Kalau gadis itu angkat suara menjawab pertanyaan Rendy tadi, mungkin saking kagetnya Hanna bakal tersedak.

Duk.... Kapten basket itu duduk di sebelah Hanna. Dari dekat, Hanna bisa mencium aroma Rendy yang baru saja selesai berolahraga. Deg... Deg... Menghirup itu membuat jantung Hanna melesat menggebu-gebu berontak ingin turun ke lambung. Tak lama setelah itu, para anggota Klub basket lainnya tampak bergantian menaiki sepeda motor dan pergi melewati gerbang sekolah. "Ghi- Ghita mana?" Tanya Hanna mencoba memecah hening.
"Ooh? Ghita? Dia sudah pulang dari tadi. Ngomong-ngomong, Rangga ke mana? Dari tadi kuperhatikan kamu duduk sendirian di sini lama banget."

Deg... Jantung Hanna rasanya berhenti berdetak selama sedetik. Mata gadis itu terbuka lebae ketika Rendy baru saja mengutarakan sebuah fakta yang membuat nafas gadis itu sampai tersendat. J- Jadi dari tadi ia.... Memperhatikanku? "O- Oh... Katanya dia ada urusan sebentar baru menjemputku di sini...." Tch! Urusan apaan! Tahu-tahu enggak ke Perpus tanpa alasan yang jelas dan ngabarinnya dadakan! Ditelpon juga malah direject! Cowok kampret!!!! Nuansa hati Hanna yang sempat berbunga-bunga langsung berubah seperti ditabrak meteor dari matahari ketika ingat sosok Rangga kembali.

"Hmmm..." Rendy sekali lagi mengangguk mengerti. Lalu, diam kembali mengelilingi mereka. Hari yang sudah di penghujung soren membuat Sekolah sepi. Motor yang berlalu-lalang keluar gerbang Sekolahpun juga sudah jarang-jarang. Sampai akhirnya, Rendy angkat bicara, "Jadi... Bagaimana rasanya pacaran?"
"H- Huh!?" Hanna yang kaget bergidik dan melongo menatap ke arah Kapten Ekskul basket yang saat ini masih setia menemani duduk di sampingnya. "M- Maksudmu!?" Tanya Hanna tidak mengerti sampai mengkerutkan alis.

"Ya... Bagaimana rasanya? Kamu baru pertama kali ini pacarankan?" Mata Hanna berkedip menatap Rendy yang saat ini juga menatapnya dengan serius. Darimana Rendy tahu hal itu? Oh! Mengingat sesuatu, membuat badan Hanna mengejang sesaat. Pasti gara-gara si Ghita yang cerita!
"Yah.... Menyenangkan." Jawab Hanna sambil pura-pura tersenyum dan memalingkan wajahnya. Grrr!!! Apanya yang menyenangkan!!? Menyebalkan malah iya!!! "Kamu sendiri bagaimana? Aku yakin kamu dan Ghita pasti bahagia banget ya?" Goda Hanna, walau dadanya terasa ditusuk melontarkan kalimat itu.

"Hehehe..." Rendy hanya terkekeh kecil menjawab Hanna. Ekspresi tawa kecil Kapten Ekskul Basket itu membuat Hanna berwajah merah menatapnya.
"Kalian berdua itu panutan kami buat pacaran tahu! Kami ingin seperti kalian!" Seru Hanna menimpali. Dan setelah itu, mata gadis itu menjadi sayu sedikit. Sebenarnya bukan panutan.... Melainkan... Aku yang ingin menempati tempat Ghita.
"Makasih.... Tapi..." Rendy tampak termenung sejenak, membuat cowok itu menelan perkataannya terlebih dahulu. "Kamu merasa ada masalah enggak dengan aturan Sekolah kita?"

Hanna memiringkan kepala. "Aturan... Sekolah?"
"Ya." Jawab Rendy mengangguk. "Aturan mengenai syarat kelulusan yang mengharuskan kita tidak boleh jomblo. Bukankah itu... Menimbulkan masalah?" Hanna terdiam menatap tidak mengerti. Hah... Bahu Rendy tampak menurun menghembuskan nafas panjang. "Banyak orang menjadi palsu gara-gara aturan itu... Dan akhirnya, banyak orang berpura-pura pacaran demi syarat lulus."

Mata Hanna terbelalak. Rasanya, tubuhnya baru saja ditembus sebuah anak panah yang membongkar seluruh rahasia gadis itu. A- Apa... Apa yang dikatakan Rendy!!!? Apa jangan-jangan dia tahu kalau aku dan Rangga... Pura-pura? Hanna kemudian berbalik menatap sosok Rendy yang saat ini tampak sayu menatap langit. Wajah gadis itupun memerah melihat ekspresi sendu cowok itu. Atau jangan-jangan.... Ada arti lain dari ucapannya?
Srek... Cowok itu kemudian berdiri dan menepuk pantat, membersihkan celana basketnya. Keringat di badannya sudah kering, dan langit juga mulai menjingga, menunjukkan sudah waktunya untuk pulang.

"Rangga belum datang juga?" Tanya Rendy menatap Hanna yang langsung membuat gadis itu kalang kabut membuang wajah.
"T- Tau nih... Lama banget!" Seru Hanna. Mana mungkin cowok kampret itu datang!!!!
"Mau kuantar pulang?" Pertanyaan Rendy itu membuat Hanna lemas. Gadis itu bahkan tak sanggup untuk menoleh menatap Kapten Ekskul basket yang barusan menawarinya sebuah Impian yang sudah lama ia impi-impikan. Menaiki motor Rendy, memeluk cowok itu dari belakang, menikmati pergantian langit, dan melewati waktu berdua. Momen itu sudah bukan sekali dua kali lagi di khayalkan Hanna. Tapi....

Gadis itu ingat akan sahabatnya, Ghita. Meskipun ia tahu, Rendy hanya menawarinya tumpangan dan mungkin tidak bermaksud apa-apa selain itu, Hanna tidak mempercayai dirinya sendiri. Jika ia menerima ajakan itu, pasti... Pasti ia akan merasa mempunyai harapan, dan begitu pulang menyentuh kasur harapannya akan kembali runtuh bersama air matanya ketika sadar kalau Rendy sudah bersama Ghita. Jadi... Daripada aku menderita karena merasa senang akan harapan untuk sesuatu yang sebenarnya tak bisa kumiliki... Lebih baik aku tidak merasakannya sama sekali.
"Hmm..." Hanna menggeleng menolak tawaran Rendy. "Makasih, tapi enggak usah. Rangga sebentar lagi datang kok!" Seru Hanna sambil menarik otot pipinya, mencoba tersenyum.
"Kamu serius?" Tatap Rendy tajam dengan alis mengkerut.
"Mmm!!!" Sekali lagi Hanna mengangguk mantap.
Hah... Kapten Ekskul basket itupun menghembuskan nafas panjang dan kemudian tersenyum. "Oke kalau begitu. Aku duluan ya?" Hannapun mengangguk membalas lambaian tangan sosok Rendy yang mulai menghilang dari pandangannya.

LATIHAN PACARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang