Tapi

10K 330 67
                                    

Di perpustakaan sekolah yang saat ini kosong tanpa kehadiran siapapun, meskipun ini sudah jam pulang. Hanna, sedang duduk sendirian di lantai atas, tempatnya biasanya menghabiskan waktu bersama Rangga, hanya saja kali ini cowok itu tidak ada di sana bersamanya. Saat ini, Hanna hanya ditemani sebuah buku yang cukup berdebu, karena sudah lama tidak disentuh.

Bolak-balik mata Hanna melirik ke kiri dan ke kanan, membaca sebuah kisah fantasy demi membunuh waktu, dikarenakan sosok yang ia tunggu tak kunjung datang. Tut... Tut... Bunyi panggilan terdengar jelas, sengaja diloudspeaker agar Hanna yang sedang membaca bisa mendengar kalau teleponnya diangkat. Tapi, tidak. Setelah percobaan ketigapun, teleponnya ke Rangga juga tidak diangkat.

Alis Hannapun mengkerut, diikuti dengan bibirnya yang juga bergerak cemberut ditarik gravitasi. "Ke mana dia?" Gerutu Hanna menggaruk pelipis dan menarik perhatiannya dari buku yang ia baca, ke layar Hpnya. Gadis itu lalu menatap kontak Rangga, yang menampilkan foto cowok itu.

"Hmmhh..." Bahu Hanna menurun, menghembuskan nafas panjang. "Setidaknya, kami tadi sudah minta maaf dan semuanya pasti kembali normal lagi habis ini." Pipi Hanna yang tadinya mengembung mulai mengempis, seraya gigi putihnya menampakkan diri, tersenyum. "Tapi, ke mana si cowok kampret itu!!!?" Nada Hanna menaik mengikuti semakin jatuhnya alisnya yang mengkerut.

Dengan gelisah, gadis itu menegakkan badan, memeriksa ke lantai bawah, siapa tahu Rangga sudah datang dan dia keasyikan membaca sehingga tidak sadar. Tapi, benar, di bawah tidak ada siapa-siapa. Rangga belum datang, dan ia memang sendirian di sana. Bruk! Hanna kembali duduk membantingkan punggung ke kursi. Tangannya lalu melipat ke depan dada dengan perasaan kesal. "Ugggh!!! Mana sih! Sudah ditelpon enggak diangkat!"

Krek! Lalu, begitu terdengar suara pintu yang terbuka, mata Hannapun langsung bersinar dan membuka lebar. Bibirnya yang tadi mengkerut langsung melemas, diikuti dengan alisnya yang sudah meregang. Gadis itu langsung berdiri dari kursi dan melihat ke bawah, "Lama amat!" Nadanya yang tadinya menukik berniat memarahi perlahan mereda. Bahu Hanna menurun dan rasanya, seluruh badannya terasa tertarik ke bawah ketika melihat kalau yang masuk dari pintu perpustakaan itu ternyata adalah Sang Sahabat, Ghita.

"Ghi... ta?" Hanna berkedip tidak percaya melihat Ghita ada di bawah sana. Tangan Hanna gemetaran, dan kakinyapun melangkah mundur. Ghita menaikkan kepala, melihat sosok Hanna di atas, dan mencoba tersenyum lebar, berusaha membuat Hanna tenang dan merasa nyaman. Ia tahu, Hanna pasti masih canggung melihatnya gara-gara kejadian kemarin.

Tap... Tap... Ghita melangkah naik, hingga akhirnya mata Hanna dan Ghita bertemu sejajar di lantai dua. "Han, kamu lagi sendirian?" Ghita melihat sekeliling, memastikan kalau memang di perpustakaan itu tidak ada orang selain Hanna tadinya, sambil melangkah maju mendekati meja Hanna.
"I- Iya." Sahut Hanna terbata-bata sambil mengangguk. Bibir Hanna juga tercekat, bingung mau mengatakan apa kepada sahabatnya yang tiba-tiba muncul di perpustakaan, di saat hubungan mereka berdua masih canggung.

"Jadi, kamu dan Rangga sering ngabisin waktu berdua di sini?" Ghita tersenyum lalu menarik kursi di depan Hanna, dan duduk di depan gadis itu, berhadapan.
"Mmm..." Hanna sekali lagi mengangguk. Ghi- Ghita!? Kenapa dia ke sini!? A- Aku tahu dan ingat betul kalau kami tadi berjanji untuk menyelesaikan masalah kami yang kemarin... Tapi kenapa tiba-tiba begini!!!? A- Aku... Belum siap... Apa yang harus aku katakan!!!? Keringat mengucur dari kening Hanna.

"Hah...." Ghita menghembuskan nafas panjang sambil memajukan badan menghadap Hanna. "Han." Panggilnya pelan. Hanna yang daritadi menundukpun mengangkat kepalanya dan menatap Ghita tepat di matanya. Beda. Ada yang beda dari tatapan yang saling bertukar antara mereka saat ini. Ada sebuah jarak, yang dulu seolah tidak ada karena persahabatan mereka, sampai-sampai membuat Hanna bebas-bebas saja masuk ke rumah Ghita dan membuat semua masalah ini menjadi terbakar.

LATIHAN PACARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang