Itu Berarti....

9.6K 311 39
                                    

Hari ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang rasanya seperti menjauh. Jarak yang dulunya begitu dekat, kata yang biasanya dengan gampang untuk terucap, bahkan untuk mengatakan kalimat yang dalam sekalipun, sekarang, untuk bertukar sapa saja rasanya berat jika bertemu bertatapan mata. Hah.... Hanna menghembuskan nafas panjang dan menatap mejanya. Keributan di kelasnya saat jam istirahat seperti ini seolah makin lama makin tersedot sepi dan hanya terdengar sepoi-sepoi. Pandangannya juga masih sayu, dan bagian bawah matanya masih sedikit bengkak. Sehari semalam, ketika ia pulang ke rumah, gadis itu terus menangis membenamkan kepalanya ke bawah bantal.

Hal yang sama juga dirasakan seorang cowok yang terpisah dinding dan berada di kelas lain. Tuk... Tuk... Rangga mengetuk-ngetuk mejanya. Cowok itu saat ini memakai headset dan sedang dilanda sebuah ombak yang mengacak-ngacak keinginan hatinya. Haruskah ia berdiri lalu mengajak Hanna bicara soal kemarin? Bagaimana cara mereka berdua untuk bertegur sapa setelah kemarin? Apa aku sudah berbicara terlalu keras? "Hmmhhh.." Rangga mengacak rambutnya. Jatungnya terasa gelisah. Alunan musik Lo-fi yang ia nikmati juga tidak bisa membantunya menenangkan diri.

Hanna mengambil Hpnya. Tidak ada pesan sama sekali dari Rangga. Ia juga ingin mengirim sesuatu kepada cowok itu, untuk memeriksa dan menghentikan kecanggungan ini. Tapi, kecanggungan itu menggerogoti tenggorokan keduanya sehingga sampai saat ini, sama sekali tidak ada pesan yang tertukar. Hah.... Mereka berdua sama-sama menghembuskan nafas panjang dalam waktu yang bersamaan. Krug... Panggilan perutpun memanggil, meminta pertambahan energi untuk siang ini. Saat mereka tidak mau keluar karena takut saling bertemu, akhirnya, keduanya menyerah dan sama-sama berjalan keluar kelas.

Hanna melirik ke kiri dan ke kanan. Selain Rangga, ada dua orang lagi yang ingin gadis itu hindari. Ghita dan Rendy. Setelah kejadian kemarin, di mana ia berlari sambil menangis setelah melihat kedua sejoli itu bercinta, tentu keadaan akan sama canggungnya. Hah... Hanna menghembuskan nafas panjang dan perlahan berjalan menuju kantin. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Ghita dan Rangga yang bisa membuatnya terdiam membatu kalau bertemu.

Tapi, satu kehadiran orang yang entah kenapa seolah tertarik dipertemukan secara insting, membuat Hanna dan orang itu saling bertatapan. Re- Rendy? Gumam Hanna menghentikan langkahnya. Sosok Kapten Ekskul Basket itu juga terdiam dan sedikit melongo melihat Hanna. Mulutnya yang terbuka itu mau membuka lebih lebar diikuti kelopak matanya yang ingin mengucap kata, tapi, Tap... Dirinya ditepuk oleh salah satu anggota Klub Basketnya dan didorong maju menyebrangi lapangan. Memanfaatkan itu, Hannapun menunduk dan lanjut melangkah menuju kantin, menghindari percakapan yang ia sendiri belum siap untuk menjelaskannya saat ini.

Tap... Tap... Hanna melangkah dan membeli makan siangnya di kantin. Suasana kantin yang ribut, hari ini entah kenapa serasa tidak maksimal masuk ke dalam telinga Hanna. Mungkin karena memang gadis itu sedang menunggu makan siangnya dibungkus sambil menunduk dan memikirkan hal lain. "Ini Mbak... Semangat! Mana pacarnya?" Mbak-mbak kantin itu memberikan Hanna makan siang pesanannya.
"Pacar?" Hanna memiringkan kepala. Rangga. Sosok cowok itu yang pertama kali muncul di dalam benaknya ketika ia mendengar kata pacar. Ya.... Mungkin, pacar palsunya itu yang dimaksud Mbak-mbak penjual kantin ini. Apa boleh buat, gara-gara tes kemarin, di mana Hanna dan Rangga mendapat skor tertinggi sebagai pasangan terdekat, membuat ketenaran mereka berdua meningkat.

"Ehehe..." Hanna hanya cengengesan menjawab dan mengambil bungkusan makanannya. Melihat ekspresi Hanna, Mbak-mbak itupun tahu kalau gadis itu sedang murung, sehingga iapun berceletuk iseng.
"Lagi berantem ya? Hehehe...." Mbak-mbak itu cekikikan, melihat kalau ucapannya tepat sekali mengenai Hanna sehingga membuat gadis itu sedikit bergidik. "Berantem sesama pacar itu biasa, tapi jangan lama-lama! Soalnya melihat kalian itu lucu, haha." Hanna yang mendengar itupun menggaruk kepalanya tanpa bisa menemukan jawaban yang tepat untuk merespon. Akhirnya, gadis cantik itupun hanya mengangguki saja saran dari penjual kantin sekolahnya itu dan lanjut kembali ke kelas.

LATIHAN PACARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang