09 ⚍ Kebenaran.

2.5K 172 0
                                    

Abi menghentikan motornya di tempat parkir di salah satu RSJ di Jakarta. Dia berniat untuk mengunjungi Kakaknya, Wulandari.

Kakinya mulai melangkah meninggalkan parkiran. Tanpa disadarinya, seseorang mengikutinya dan memandang punggung Abi dengan senyuman sinis.

"Selanjutnya, lo yang bakalan jadi pasien rumah sakit ini, Bi." Orang itu semakin melebarkan senyum sinisnya.

"Selamat sore, Sus," sapa Abi tersenyum.

"Selamat sore," jawab Suster ramah.

"Sus, saya adik dari pasien bernama Wulandari, saya  bolehkan berkunjung?" tanya Abi sembari membenarkan letak topi abunya.

"Oh, baiklah, kamu boleh mengunjungi Kakakmu," jawab Suster.

"Saya permisi, terima kasih." Senyum Abi semakin melebar.

"Angela, cewek itu udah mati!" tekan pemuda berpakaian hitam.

Pemuda dengan kemeja abu di depannya hanya terdiam. "Angel belum mati, Nakula."

"Belum? Belum apa maksud lo? Dia udah mati, dan orang mati gak bisa balik lagi, kecuali kalo dunia udah kiamat dan kita berkumpul di padang mahsyar." Pemuda berseragam hitam itu terus menekan kata 'mati'.

Pemuda dengan kemeja abu itu berbalik dengan kilatan marah di matanya, "sekali lagi lo bilang dia udah mati, lo yang gue matiin, Nakula."

Cowok bernama Nakula itu hanya mendengkus kesal. "Gue gak peduli, yang penting cowok gila kayak lo bisa musnah!"

"Gue akan musnah, setelah tujuan gue tercapai, Nakula."

"Sadewa! Sadar! Angela udah mati! Lo juga tahu kronologinya!" pekik cowok bernama Nakula.

Ya, mereka adalah Nakula dan Sadewa. Pemuda kembar dengan perilaku dan sifat yang bertolak belakang.

Sadewa terkekeh sinis, "dan... yang buat Angela mati belum mati, Nakula," jawab Sadewa pelan namun terdengar mengerikan.

Nakula menangkup kedua tangannya di depan dada, "gue mohon sama lo, Wa! Sadar!" ucapnya kemudian meninggalkan Sadewa seorang diri.

"Satu lagi," ucap Nakula yang sudah berdiri di ambang pintu sembari menolehkan wajahnya ke samping tanpa membalikkan badan.

"Jangan pernah lo sakitin Abigail. Karena kalo sampai itu terjadi, gue akan lupain soal kita yang adik kakak."

"Sampai kapan kamu akan seperti ini, Wulan?"

Suara dari orang asing di ruangan tempat Kakaknya dirawat membuat Abi menajamkan telinganya.

"Sampai orang itu percaya, kalo aku memang gila karena kejadian itu, Om."

Om? Apakah Om Roland? Pikir Abigail.

"Ya tapi sampai kapan? Sampai adik kamu celaka? Iya?"

"Enggak! Wulan gak biarin dia celaka, Om! Wulan akan selalu memantau Abi."

Brak.

Pintu ruangan Wulan sengaja Abi dobrak, agar keduanya tidak terlepas dari penjelasan yang akan Abi minta.

"Apa maksudnya? Om Roland? Kak Wulan?" tanya Abi.

Wulan menghampiri Abi dan tanpa kata memeluknya erat. "Kenapa Kakak ninggalin Abi sendiri?" tanya Abi yang mulai terisak.

Wulan mengusap punggung Abi lembut, "Kakak enggak ninggalin Abi, Kakak selalu lindungin Abi lewat do'a Kakak, Allah yang akan membantu Kakak menemani, melindungi Abi," jawab Wulan semakin membuat air mata Abi luruh.

"Kakak gak sayang Abi," ucap Abi mengeratkan pelukannya pada sang Kakak.

"Di dalam kehidupan, kita tidak selalu berada dalam kondisi yang baik-baik saja, namun bagi yang pernah mengalami cobaan dan berhasil mengatasinya, akan sangat mudah menghadapi kondisi yang sesulit apapun." Wulan merenggangkan pelukan kedunya kemudian memandang mata Abi.

"Maksud Kakak?" tanya Abi mencoba memahami.

"Abi jaga rahasia Kakak, ya, jangan bilang sama Ayah atau Bunda, Abi janji?"

"Abi janji," jawab Abi menyodorkan kelingkingnya.

Wulan terkekeh membuat Om Roland juga ikut terkekeh, "harus tepatin janjinya," ucap Wulan sembari menyatukan kelingkingnya dengan kelingking Abi.

"Abi tahu Kakak itu gak gila." Abi kembali menghambur ke dalam pelukan sang Kakak.

Tbc.

Te amo😙

𝚂𝙴𝙽𝙸𝙾𝚁✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang