16 ⚍ Tasya?

1.9K 141 0
                                    

Abigail memandang cowok berperawakan tinggi yang masih enggan berdiri dari duduknya padahal banyak orang yang ingin duduk di tempatnya itu.

"Wa minggir dong, udah selesai, kan?"

Pertanyaan itu membuat seluruh kantin terpusat pada yang bertanya dan... Sadewa.

"Lo gak liat gue lagi duduk?" tanyanya kelewat santai.

"Tapi kan lo udah selesai makannya, Wa," rengek gadis bernama Dinar itu, manja.

"Gak usah manja! Gak usah sok manis! Gue gak akan luluh cuma karena lo rengek-rengek," ujar Sadewa tak peduli.

"Lo... duduk di meja gue aja, gue udah selesai, kok."

Ucapan itu membuat Sadewa mendongak dan melihat siapa yang berani merusak suasana.

Bukannya itu Angela? Enggak... dia Abigail, batinnya memperhatikan lekat wajah Abi.

"Serius?" tanya Dinar.

Abi mengangguk, "iya."

"Gue kesana dulu, ya. Betewe, thanks." Dinar meninggalkan Abi yang masih berdiri dan menuju tempat duduk Abi sebelumnya.

"Kok lo nyebelin, Wa?" tanya Abi tanpa takut.

Sadewa memandang Abi datar, "lo... gak takut?"

Pertanyaan itu membuat Abi terkekeh, "buat apa takut sama cowok pengecut kayak lo?"

Semua penduduk kantin hening. Tak ada yang berani mengeluarkan suara, membuat Abi heran.

"Kenapa pada diem?" tanya Abi memandang seluruh penjuru kantin.

"Lo baru aja nyerahin nyawa lo sendiri pada dewa kematian lo, Abi." Tenang namun sarat akan ancaman.

Abi memandang sedikit was-was Sadewa, namun berusaha ia tutupi. "Siapa dewa kematian? Yang ada tuh malaikat kematian. Gak usah sok tahu!"

Karena diliputi rasa takut, Abi memilih meninggalkan Sadewa dan kantin yang mulai panas.

Dipikir gue takut apa? Ya.... gue takutlah, batin Abi.

"Gue mau rencana yang kita susun berhasil, kematian Angela harus ditutupi rapat-rapat, apalagi dari Abi dan... Wulan."

Perkataan itu terlontar dari bibir mungil seseorang. Dia Amanda. Cewek itu memandang nyalang ke arah depan.

"Lo yakin, Man?"

Pertanyaan itu membuat gadis bernama Amanda menatap sinis cewek di sampingnya. "Lo gak yakin sama gue?"

"B---bb---bukan gitu! Gue yakin sama kemampuan lo, tapi... udahlah, gak penting juga."

"Ca, jangan ragu sama kemampuan gue," ujar Amanda sarkas.

Ca, atau bernama Candra itu hanya memandang Amanda ngeri. "Iya, gak lagi."

Amanda membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan, "gue harus buat Wulan menderita. Liat aja, saat waktunya tepat, gue akan hancurin Wulan... perlahan," ucapnya sinis.

Candra menghela nafas pasrah, "cepet lakuin rencana lo, gue gak mau nunggu lebih lama lagi."

"Angela aja berhasil gue singkirin, apalagi cewek macam Abi?"

"Gue yakin lo bisa singkirin Abigail."

Candra melihat Amanda yang tersenyum sinis. Tanpa diketahui keduanya, seseorang mendengar percakapan mereka.

"Bukan cuma Sadewa yang mau hancurin Abi, tapi juga mereka," gumamnya terus memperhatikan dua cewek di depan sana.

"Kak!"

Sentakan itu membuat Wulan yang tengah berbaring dengan pakaian pasiennya menoleh.

"Kenapa, Bi?" tanyanya bangun dari tidurnya.

"Kak..."

Abi menghela nafas terlebih dahulu, "Tasya..." air mata Abi sudah luruh lebih dulu.

"Tasya? Siapa? Kenapa?" tanya Wulan ikut panik.

"Kak... Tasya, temen Abi di sekolah, dia... dia juga ikut andil dalam pembunuhan itu!."

Ucapan itu membuat Wulan tersentak. Gadis seumuran adiknya bisa melakukan hal keji juga? Wulan tak habis pikir.

Tbc.

Te amo😙

𝚂𝙴𝙽𝙸𝙾𝚁✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang