Desakan ayah

545 13 1
                                    

Like...like...like

***

"Lalu kapan kau akan menikah? Usiamu sudah 29 tahun, jangan sampai ayah meninggal kau belum juga menikah." Ungkap seorang pria paruh baya di depan anaknya.

"Kau dengar ayahmu." Balas sang ibunda.

"Apakah perlu ayah jodohkan?"

"Tidak perlu ayah, Adam bisa mencari calon istri sendiri dan akan Adam segerakan juga memperkenalkannya kepada ayah dan ibu." Balas Adam.

"Oke, ayah tunggu janjimu, dengan begitu ayah bisa tenang menyerahkan bisnis ayah padamu. Kau tau kan, tidak ada yang ayah harapkan lagi selain kau, kakakmu jelas tiak mungkin karena memilih pekerjaan lain dan mengikuti suaminya, apalagi adikmu, kau satu-satunya anak lelaki ayah. Ayah hanya khawatir jika kau tidak segera menikah, sampai tua kau hanya sibuk memikirkan pekerjaan. Ayah ingin kau punya kehidupan rumah tangga yang bahagia sehingga ada yang mengurus serta memperhatikanmu." Balas ayah Adam hingga kemudian berlalu meninggalkan Adam dan ibunya.

"Hhuh..." keluh Adam sambil melonggarkan kancing kemeja kerjanya.

"Ayahmu benar sayang. Coba sedikit luangkan waktu untuk memikirkan dirimu sendiri, sejenak meninggalkan pekerjaan ibu rasa perlu, carilah calon istri." Saran ibu Adam.

"Nanti lah bu... Ya sudah bu, Adam ke kamar dulu. Balas Adam meninggalkan ibunya."
.
.

Adam merebahkan badannya di tempat tidur, dengan menghela nafas kemudian bergumam

"Aargghhh...lagi-lagi ayah menyinggung soal pernikahan."
.
.
.

[Di kamar Rania]

Rania menghela nafas sambil membuka laptop dan memeriksa beberapa email. Masih juga belum ada email masuk. Rania menantikan email balasan dari beberapa penerbit yang ia kirimkan buku karyanya supaya bisa segera cetak, namun sudah hampir 2 bulan belum ada panggilan.

"Hhh...rasanya aku harus lebih bersabar lagi." Keluh Rania kemudian ia mentap beberapa DVD yang berserakan di meja belajarnya.

"Lebih baik malam ini aku menyelesaikan nonton film saja, sudah 2 minggu belum aku kembalikan." Gumam Rania.

Tak lama mama Rania pun menghampiri kamar anak gadisnya.

"Rania.. ayo kita makan dulu." Panggil mama Rania sambil membuka pintu kamar anaknya.

"Iya ma..." jawab Rania.

"Kenapa? Belum ada panggilan juga dari pihak penerbit?" Tanya mama Rania dan Rania hanya menggeleng lesu.

"Sudahlah...nanti juga dapat, jangan sampai kamu kurang fokus mengajar hanya karena memikirkan penerbitan buku, kasihan para mahasiswamu"." Jelas mama Rania.

"Tapi dengan Rania sukses menerbitkan buku, nantinya akan lebih mudah untuk Rania bisa mendapatkan beasiswa S3 itu ma." Keluh Rania.

"Optimis saja, nanti juga dipanggil, maklum kan penerbit itu menyeleksi ratusan bahkan bisa ribuan karangan buku, jadi harus selektif. Sudah...ayo makan dulu." Hibur mama Rania.

Rania hanya tersenyum mendengar penjelasan mamanya kemudian berjalan mengekor mamanya sambil bergelayut manja.

Suasana makan menjadi tidak nyaman untuk Rania hanya gara-gara ayahnya kembali menyinggung soal pernikahan.

"Ayah kenapa sih selalu saja menanyakan soal pernikahan pada Rania? Rania kan belum setua itu ayah." Keluh Rania.

"Maksud ayah supaya kamu tidak terlalu tua untuk memiliki anak. Kau tau kan mama kamu menikah di usia 23th. Lagi pula untuk apa berpacaran lama-lama." Ucap ayah Rania.

Rania, I love You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang