Sesakit ini kah?

433 43 5
                                    


Waktu sudah menunjukkan pukul jam 2 siang, dimana beberapa anak kosan baik putra maupun putri sudah ada yang pulang, namun ada juga yang masih disibukkan dengan kegiatannya masing-masing.

Hoshi yang kini sedang ditemani Jun dan Dino –baru saja pulang sekolah- yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Hoshi tengah disibukkan membuat maket rumah—tugas perkuliahannya. Otak sederhana begini Hoshi mengambil jurusan arsitek, entah bagaimana ia bisa berjuang mati-matian demi bisa mengambil jurusan tak mudah itu.

KREEK~ gerbang kosan berbunyi ketika seseorang membukanya.

"Eh, jodoh aku udah pulang. Pasti capek ya?" wajah berbinar Hoshi ketika mendapati Uji baru saja pulang kuliah dengan wajah lelah, maklum hari ini matahari sedang egois panasnya bisa bikin otak ngebul.

Yang ditegur cuma ngelirik dan melengos tak perduli. Tahukan bagaimana dinginnya Uji?

"Jodoh udah makan belum? Mau Mas Jodoh beliin mie ayam?"

"Mi teros, mi teros. Pantes otaknya keriting" Uji sih ngejawab dengan ketus, tapi tidak sedikitpun menoleh untuk menatap lawan bicaranya—sibuk melepaskan tali sepatunya.

"Martabak gimana?"

"Minyak, kalori, gak sehat" menaruh sepatu di rak yang sudah disiapkan, dan ada beberapa sepatu di sana—artinya sudah ada beberapa teman kosannya yang pulang kuliah.

"Esbuah sama pizza deh" berat rasanya menyebut nama ini, tapi namanya bucin apapun akan dilakukan demi jodohnya bahagia.

"Setuju, sekarang, gak pakai lama!" setelah melemparkan tatapan tajam pada Oci, Uji masuk rumah dan menutup pintunya dengan santai. Uji sih santai, tapi yang diluar sedang terserang panik kaya hamster kebakaran jenggot.

"Mampus deh uang jajan gua......untung sayang"

Hoshi meninggalkan Jun, Dino, serta tugas maketnya begitu saja. Pergi membeli keinginan tuan putrinya berpanas-panas ria menggunakan sepeda dino—sedihnya cuma ada sepeda yang lagi nganggur.

"Kita ketawain aja hyung, kalau ternyata nanti Uji noona bukan jodohnya"

Tetep ya, Dino dan Jun masih bertahan di teras, katanya ngadem di teras tuh anginnya lebih sejuk. Bertambah sejuk ketika seseorang datang—

"Hao pacar aku~ kasihan kepanasan~" Bucin kesekian dari penghuni kosan lantas berlari menghampiri, mencoba mengipasi menggunakan tangan kosong.

"Pacar? Emangnya kita pacaran ya ge?" tampang bingung dan innocent khas Hao tak perlu diragukan lagi.

"Kan kita emang pacaran, kemarinkan gege bilang 'Kita pacaran yuk' trus kata Hao 'Yaudah' masa lupa sih" kalau Jun gak sayang sama Hao udah abis tuh anak gadis dijadiin Hao Peking.

"Oooohh~ kirain karakter virtual kita yang di games yang pacaran. Kalau begitu, Hao mau kasih tau temen-temen dulu~ da~ gege~"

Jun memijat keningnya yang tiba-tiba saja merasakan sakit, melebihi sakit kepala saat terserang flu. Kenapa dia bisa cinta mati sama sosok Hao dan tidak pernah bisa marah.

Jun lemes langsung membaringkan tubuh di teras setelah Hao pergi meninggalkannya masuk ke kosan, sedangkan Dino tertawa puas hingga terpingkal-pingkal.

"Girang banget liat hyung-hyung Dino yang teraniaya" sampai tidak sadar Dino tertawa menendang maket milik Hoshi, membuat beberapa bagian berantakan.



"Ada apa nih? Ada apa? Rame banget" Mingyu datang langsung memarkiran motornya di garasi—setelah memastikan Wonu turun dengan aman dari boncengannya. Wonu bareng Si Item? Ada apa? Kok bisa?

"Ada...."

"Won, kok kamu bisa bareng mingyu pulangnya? Tumben mau diboncengin, biasanya kamu alergi deket-deket mingyu"

Dengan cepat kalimat Dino terpotong oleh Jun yang merasa penasaran dengan keajaiban siang itu, bahkan Jun terlihat begitu semangat merubah tubuhnya yang sebelumnya berbaring kini berubah duduk. Ternyata itu juga membuat Dino terkejut .

"Lha iya ya kok bisa eonni sama mingyu hyung"

Mingyu sih pura-pura tidak mendengar, mengabaikan kedua temannya dan lebih disibukkan membantu membukakan helm yang tengah dikenakan Wonu.

"Selesai~ udah mereka cuekin aja. Sekarang kamu masuk, bersih-bersih... jangan lupa langsung istirahat ya masa depanku"

Tahu apa jawaban Wonu?

"Lebay, jjq tau"

Lagi-lagi para lelaki diabaikan begitu saja, para pujaan hati mereka pergi melangkah dengan mudahnya.

"Wonu" Mingyu berteriak—dia pikir Wonu gak denger apa ha?

"Hm?" Si cantik menoleh dengan malasnya.

"Baru sedetik tak melihat wajahmu, aku rindu. Minglan rindu Wolea"

Botol minuman bekas yang digenggam Wonu melayang sukses mengenai kepala Mingyu, tenang botolnya terbuat dari plastik—tapi masih ada setengah air. Setelahnya Wonu bergegas meninggalkan Mingyu, dan Jun beserta Dino yang tertawa melihat pertunjukan mereka.

"Kok bisa sih pulang bareng? Kok bisa?" Jun dan Dino masih saja terus mengejar Mingyu sampai mereka benar-benar mendapatkan jawaban memuaskan—mengejarnya sampai kamar Mingyu. Terus bagaimana dengan maket Hoshi? Biar aja diacak-acak kucing.

"Nanti pasti diceritain, biarkan gua bahagia dulu hari ini jangan diganggu!" menutup pintu kamar dan menguncinya.


Rupanya tak lama dari kegaduhan tiga tikus kosan putra Skup pulang dan memarkirkan motornya tepat di sebelah motor Mingyu.

Inginnya sih diam-diam mengintip ke kosan putri apakah Jeonghan ada di rumah atau tidak, tapi Skup kembali ingat bahwa ia sudah janji untuk melupakannya. Namun, sayangnya sepertinya takdir memang tidak pernah berjalan sesuai keinginannya.

"Eh? baru pulang? bukannya hari ini kamu lagi gak ada jam kuliah ya?" kaget bukan main ketika Skup memutar badannya untuk berjalan menuju kosan putra langkahnya harus terhenti karena mendapati Jeonghan yang baru saja pulang.

"Iya, habis pergi" Jeonghan menutup payung lipatnya yang sebelumnya ia gunakan untuk melindungi dirinya dari teriknya matahari. Gak mau kulit putihnya terpapar nanti yang ada predikat itemnya mingyu berpindah ke jeonghan.

"Habis dari mana? pasti capek. Nih, buat kamu" menyodorkan es cendol--yang sebenarnya Skup diam-diam sengaja membeli dua; satu buat diminum sendiri dan satunya sengaja buat Jeonghan.

"Cari souvenir" mengambil bungkusan es cendol dengan ragu yang disodorkan Skup padanya.

"Yaudah istirahat gih, minum es cendolnya biar dingin" melemparkan senyum, walau sejujurnya hatinya sakit seperti disayat. Scoups hanya tak ingin membahasnya lebih jauh lagi, ia paham souvenir untuk apa yang Jeonghan maksud. 'Minum es cendolnya biar dingin?'--maksudnya hati Scoups sedang panas karena mendengar kalimat Jeonghan sebelumnya.

Kali ini keadaan berbalik; kalau sebelumnya anak-anak kosan putri yang pergi meninggalkan duluan, tapi kali ini Scoups selaku pemimpin kosan putra yang meninggalkan dengan langkah besar. Si Cantik hanya memperhatikan sampai punggung tetangganya menghilang di balik pintu.

{Seventeen} KOS-AN SEBONG GG. CARATS NO. 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang