Hari ini level tertinggi kegalauan terangkum sudah, dalam seikat cerita yang tak mudah untuk dikembalikan tanpa adanya kepastian.
Usaha untuk menceritakan lebih sulit dari rencana yang sudah dibuat, Shua tak tahu harus memulai dari mana memang benar adanya apa yang dikatakan teman-temannya tentang status dirinya bersama Dike; ketidak jelasan, hanya sebatas teman kos dan Shua pun tak ingin terlihat terlalu berharap akan sosok Dike yang selalu bisa membuatnya tertawa.
Sekembalinya Shua ke kosan tak ada tanda-tanda suara teriakan yang biasanya diciptakan Dike, baik hanya sekedar tertawa, bercanda, bernyanyi atau bahkan memanggil salah satu teman kosannya.
Semua mata tertuju pada Shua, baik dari kosan putra maupun putri—Shua paham teman satu kosannya tak akan menuntut kejelasan toh lagi pula dichat saja mereka sudah cukup tahu. Tapi, Shua tak sanggup melihat tatapan penuh tanda tanya dari kosan seberang.
Di ayunan kayu Shua duduk ditemani Jeonghan berbincang ringan membicarakan cerita secara random—tapi, tidak dengan pria bermobil biru tempo hari yang menjadi bencana besar di kosan mereka.
"Jeonghani kapan pergi belanja kebutuhan camping? Shua titip roti baguette buat kita sarapan di sana" alih-alih hanya sebagai alasan saja, Shua tahu Dike akan pergi berbelanja menemani Jeonghan dan Hao. Jujur, Shua ingin tahu bagaimana kabar Dike saat ini. Shua mencemaskannya.
"Besok kayanya. Shua, lu gak mau ikut buat bantuin bawa? Lumayan makin banyak yang bantuin semakin ringan" Jeonghan memang tidak tahu pasti hubungan Shua dengan pria tempo hari, apakah benar kekasihnya atau hanya sebatas hubungan tanpa status, yang pasti Jeonghan paling tidak menyukai jarak di antara teman-temannya. Karena kejadian tempo hari suasana kosan semakin membosankan.
"Hm... lihat besok ya, soalnya Shua harus kembaliin buku ke perpustakaan kampus" siap tidak siap memang Shua harus bertemu dengan Dike menjelaskan semuanya.
"Hai ladies, abang gabung ya" Scoups, Seungcheol, Kang Kardus, Ayah Karbitan, Ketua kosan putra—dengan percaya diri tingkat dewa bergabung duduk di samping Jeonghan.
"Ngomongin apaan sih? Ikutan dong ajak-ajak" satu kaki ia tumpu di atas kaki lainnya secara menyilang, dengan satu tangan menopang dagu. Tatapannya tak tertuju pada mereka berdua, melainkan menatap tak berpaling pada sosok Jeonghani pujaan hati.
Jeonghan kesal, tapi juga senang. Menggeser duduknya lebih mendekat pada Shua.
"Hahaha, ngomongin rencana buat ke Rapus" Jeonghan hanya diam tanpa kata, dingin tapi hatinya berbunga. Sedangkan Shua mencoba untuk mengambil alih semuanya. "Nanti malem Shua sama Jeonghan mau ambil mobil ke rumah, jadi lusa semuanya sudah siap"
"Oh, oke. Hati-hati ya Hani nyetirnya, bukan mobil yang aku cemaskan tapi kamu" gombalnya kardus rasanya bikin Jeonghan ingin menyiramkan air ke wajahnya, di tambah kemarin Jeonghan tanpa sengaja melihat Seungcheol merangkul mesra seorang wanita saat di lorong kampus menuju kantin, untungnya Jeonghan menghindar lebih dulu untuk bersembunyi sebelum si Kardus melihat kehadirannya.
"Jadi, cuma Jeonghani doang yang dicemaskan? Shua nggak?" Shua tertawa seraya mengusap-usap lengannya yang decubiti dalam diam oleh Jeonghan. "Padahal kita kan satu kosan, tapi kenapa pilih kasih begini?" senangnya Shua menggoda Jeonghan demi mengorek kepastian hati Seungcheol pada temannya ini. Memang susah membedakan mana serius dan bercanda dari anak-anak kosan pria, mereka terlalu sering ngardus.
"Yah kalau itu sih beda. Hani itu ibarat berlian yang sukar didapatkan, banyak perjuangan untuk meluluhkannya" kembali Scoups menatap Jeonghan dengan kedipan diakhir.
"Kalau seandainya Scoups harus berjuang dengan bersaing bagaimana? Ini Seandainya ya, kalau ada seseorang yang juga menyukai Jeonghani, apa yang bakal Scoups lakukan?" JeongCheol menatap Shua dengan bingung. "Tatapannya jangan pada nge-gas gitu dong" Shua sedang memancing, tapi senang lihatnya. "Lagi pula kalian kan gak ada hubungan apa-apa, cuma teman kosan" berterima kasihlah Jeonghan karena sudah Shua bantu mencari informasi. Siap-siap Shua dimakan hidup-hidup sama Jeonghan di rumah nanti.
"Untuk sekarang mungkin memang hanya sekedar teman kosan, tapi nanti akan jadi teman seumur hidup. Tunggu saja, itu janjiku" dengan percaya dirinya Scoups meyakinkan mereka berdua, terlebih untuk Jeonghan.
"Gimana Jeonghan mau percaya, Scoups aja seneng banget mengobral janji manis dan rayuan ke wanita lain" astaga entah sejak kapan Shua jadi berani bertanya seperti ini di depan Jeonghan—ini adalah rahasia yang sampai kapan pun Jeonghan sendiri gak sanggup buat bertanya pada si kardus.
"Aku lupa angkat jemuran" Jeonghan pergi meninggalkan mereka berdua dengan wajah yang tidak bisa ditebak.
"Hani, ingat janjiku!" Scoups berteriak lantang penuh keyakinan.
"Jeonghan nuna kenapa? Baru mau gabung" pendatang baru dari kosan pria bergabung, Malika.
"Lu apain lagi hyung? Lu sih bukan suka karena cinta, tapi sukanya menyakiti. Herman gua sama lu" dengan santainya Mingyu memposisikan bokongnya di sebelah Scoups, duduk bersandar nyaman pada sandaran ayunan.
"Gak gua apa-apain, cuma kasih tau kalau gua punya janji buat jadiin Jeonghan teman seumur hidup gua"
"Jijik banget dengernya" Mingyu yang sok tampan ini tertawa puas mengejek hyung tertuanya. "Terus kemarin cewe yang makan di kantin siapa? Yang lu boncengin motor juga, lu rangkul-rangkul, yang di perpus juga, taman kampus juga..... duh yang mana lagi ya, lupa banyak banget"
"Itu beda cewe semua?" syok, pasti. Tapi sebelumnya Shua sudah tahu kelakukan Scoups hobinya menebar janji manis.
"Yaeli itu semua cuma temen, hati gua udah terpatri ke Jeonghan gak akan goyah" dengan ringannya Scoups menepuk-nepuk puncak kepala Shua, menenangkan sahabatnya Jeonghan satu itu. Shua tahu Scoups itu memang rajanya kardus, diperlakukan seperti ini juga tanpa rasa tapi tetap saja membuat Shua risih.
"Mamps lu hyung, ada yang perhatiin dari tadi ternyata" Mingyu menunjuk salah satu jendela lantai dua kosan pria dengan lirikannya. Dike sedang memperhatikan mereka sejak tadi rupanya—bukan, tapi lebih tepatnya memperhatikan Shua sejak gadis ini berbicara dengan Jeonghan.
Seketika gorden kamar Dike tertutup.
"Kuda, gua gak serius kok sama Shua, cuma bercanda doang tadi. Ini gara-gara Malika mancing-mancing gua" Scoups berteriak tepat di bawah kamar Dike, membuat seseorang mengetuk jendela tepat di bawah kamar Dike "Woii berisik hyung" suara Oci yang merasa terganggu, dia sedang asik main games ponsel di kamarnya sendirian.
"Receh banget lu hyung gua dibawa-bawa" Mingyu melempar satu sendalnya ke arah Scoups.
"Mingyu, salam untuk Dike. Ingetin dia buat makan yang teratur, jaga kesehatan & jangan sering begadang. Takut kalau nanti Shua gak bisa ngelakuin itu lagi" Shua berlalu meninggalkan Mingyu yang masih terduduk di ayunan dan Scoups yang sibuk meminta maaf pada Dike.
Shua yang tengah berusaha mengendalikan semua perasaannya pergi berjalan menuju kosan putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
{Seventeen} KOS-AN SEBONG GG. CARATS NO. 17
Teen Fiction"Senja adalah waktu sempurna dimana banyak yang memeluk rindu, walau hanya sekejap. Senja selalu mengajarkan, bahwa yang indah tak selamanya harus menetap, ada waktunya ia juga harus berpisah. Dan senja selalu mengajarkan caranya untuk pamit, datang...