Via mengantarkan langkah Alvin sampai ke pintu gerbang. Pria itu hanya mampir sebentar, karena searah dengan lokasi yang akan ia tuju.
Di ambang pintu itu, sepasang mantan kekasih ini sesaat sempat melempar tatapan.
"Aku pamit, Vi. Maaf udah nganggu kamu hari ini."
Via menggeleng. "Enggak, makasih, ya," sahut via sekadarnya.
Mereka saling berhadapan. Dan sama-sama terdiam.
"Vi .... " Alvin menjeda kalimatnya. "Aku serius dengan apa yang kukatakan kemarin." Akhirnya ungkapan itu keluar dari mulut Alvin. Menegaskan kembali bahwa ia tidak main-main.
Via tidak menjawab. Harusnya dia senang, tetapi nyatanya tidak, Via justru merasakan beban---merasa tidak pantas mendapatkan itu.
"Pulanglah, Vin," kata Via lemah, dan mulai menutup gerbang, tetapi ditahan oleh Alvin.
"Baiklah, aku pulang tapi jangan menutup gerbang dulu, sebelum aku benar-benar pergi. please ...."
Dua pasang mata itu saling menatap dalam.
"Jangan beranjak dulu sebelum aku benar-benar pergi, Vi," kata Alvin lembut lalu mulai berjalan mundur, selangkah demi selangkah menjauh dari Via. Tatapan mereka tidak terputus.
Ucapan Alvin seperti sihir yang membuat Via menurut saja. Menatapnya terus sampai pria itu perlahan-lahan memasuki mobilnya yang terpakir di bahu jalan.
Angin berhembus lembut menerpa wajah Via. Alvin masih menatapnya dari balik kaca mobil.
Aku nggak tahu sebarapa dalam luka yang kamu punya, Vi. Jangan dipendam sendiri, Berbagilah denganku.
Alvin tersenyum ke arah Via yang masih menatapnya di ambang pintu gerbang. Wanita itu hanya datar, tak juga membalas senyuman.
Perlahan mobil Alvin melaju. Pria itu membunyikan klakson sekali dan benar-benar pergi meninggalkan Via dengan keheningannya.
Alvin, jangan terlalu baik. Aku pernah begitu jahatnya meninggalkanmu. Seharusnya kamu membenciku.
*
"Kamu nggak pernah cerita kalau punya teman dekat, Vi?" Marni menodong dengan pertanyaannya saat Via baru saja memasuki ruangan.
Langkah Via terhenti. "Itu temen lama," jawab Via sekenanya.
"Tapi dia sudah seakrab itu dengan Zhea?"
"Emang dia seperti itu orangnya."
"Apa kalian ada hubungan spesial?" Marni mulai menginterogasi.
"Nggak ada."
"Beneran?"
Via terdiam, merasa tidak perlu mengulang jawaban yang sama. Bahwa ia memang tidak ada hubungan spesial dengan Alvin. Bahkan untuk sekedar berteman biasa.
"Kalau gitu jagalah jarak dengannya. Ibu nggak enak kalau Tante Rosita tahu, kamu masih dekat-dekat dengan pria lain."
Via tak merespons. Pikirannya sedang kemana-mana saat ini. Masih terbayang tatapan Alvin. Dengan ketulusan hatinya itu, Alvin seperti malaikat yang menuntunnya pada cahaya. Sayangnya, ia tidak menyambut.
*
"Jo, ajaklah Via main-main ke kafemu. Kasih perhatian, tanyakan kabarnya, sedang apa? Sudah makan belum? Tanyakan ada waktu nggak untuk kalian ketemu. Ajak Zhea juga, agar kalian bisa akrab."
Panjang lebar Rosita menceramahi putranya itu.
"Iya, Mah."
"Harusnya kamu tau itu. Tidak perlu Mama dikte."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Rasa (Sekuel Rasa) COMPLETED
RomanceTakdir kembali mempertemukan Via dengan seseorang dari masa lalunya. Alvin, pria yang pernah ia tinggalkan dulu kembali ke dalam hidupannya yang sempat hancur. Rasa bersalahnya pada Alvin itu yang membuatnya membangun benteng kokoh yang sulit untuk...