Benda berbentuk persegi warna putih dengan hiasan pita merah menyala itu, sukses membuat Eric tertegun. Tertera dua nama di sana. Eric melipat kembali undangan pernikahan mantan istrinya itu dengan gerakan lesu.
Matanya kemudian menatap kosong keluar jendela kamar apartemennya. Rinai hujan yang turun membuat suasana hening tercipta. Waktu melesat begitu cepat hingga membuat banyak hal terjadi pada hidupnya belakangan ini.
Eric hanya bisa menelan semua itu sendirian. Ia merasa pantas mendapatkan ini. Semua telah hilang dari hidupnya. Juga pernikahan keduanya dengan Sandra telah berakhir.
Pria itu menenggak lagi kaleng bir dalam genggamannya. Sendirian menikmati keterpurukan. Eric tersenyum hambar sebelum membuat Kaleng bir itu ringsek dalam cengkeraman.
Terbang ke Yogja menjadi pilihan Eric, setelah sekian lama ia tidak menabur bunga di pusara ibunya.
"Ma ...," lirihnya menyentuh batu nisan itu. Eric begitu merindukan Suwarti. Seandainya saja Suwarti masih hidup, pasti ia akan senang memiliki cucu secantik dan sepintar Zhea.
Eric kemudian larut dalam doa-doa yang ia panjat dalam hening, sebagai wujud kerinduannya pada almarhum ibunya.
Kalau Suwarti masih hidup, tentu saat ini Eric sudah mengadu dan berakhir di pelukan ibunya. Kemudian jemari lembut itu akan mengusap punggung lebarnya, menyalurkan kekuatan seorang ibu pada anak lelaki satu-satunya.
Sedewasa apa pun, Eric tetaplah seorang anak kecil saat bersama ibunya. Dengan kalimat yang membesarkan hati, ibunya selalu berhasil menentramkan, hanya dengan berucap 'semua akan baik-baik saja'.
"Ma ... maafin aku," ucap Eric tercekat. Hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya atas apa yang telah terjadi. Penyesalan tinggallah penyesalan.
Berbanding terbalik dengan Eric, Via justru tengah berbahagia. Hari ini adalah hari yang amat dinantikan olehnya. Hari di mana ia akan mengikat janji suci pernikahan dengan pria yang telah memenangkan hatinya.
Semua terlihat sibuk mempersiapkan diri untuk acara sakral yang akan segera berlangsung.
Via pun demikian, ia sedang dirias secantik mungkin untuk acara akad pernikahannya pagi ini. Akad itu akan berlangsung di sebuah ballroom hotel kenamaan.
Seorang MUA profesional tengah sibuk melukis paes di kening Via. Calon pengantin wanita itu terlihat anggun dengan riasan khas adat Jawa. Rambutnya sudah terpasang sanggul besar dengan bunga goyang yang menancap, serta gugusan melati putih yang harum menjuntai.
Kebaya putih modern serta bawahan jarit batik, sudah melilit tubuh rampingnya. Via sudah siap!
Sepasang calon pengantin dengan busana warna senada itu kini sudah duduk sejajar di hadapan penghulu, wali dan saksi. Alvin kemudian menjabat tangan penghulu sambil mengucap akad nikah dengan sedikit gugup. Namun, tanpa pengulangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Rasa (Sekuel Rasa) COMPLETED
RomansaTakdir kembali mempertemukan Via dengan seseorang dari masa lalunya. Alvin, pria yang pernah ia tinggalkan dulu kembali ke dalam hidupannya yang sempat hancur. Rasa bersalahnya pada Alvin itu yang membuatnya membangun benteng kokoh yang sulit untuk...