41. Epilog

3.2K 95 10
                                    

Seperti biasa, ketika matahari perlahan-lahan merangkak naik, aktivitas  Via sebagai  seorang istri sekaligus seorang ibu, dimulai.

Baru sebentar saja berada di dapur, Via merasakan ada yang tidak beres pada dirinya. Sesekali ia memijit pelipis, kepalanya terasa berputar.

Via memilih duduk sebentar di kursi makan. Mungkin akibat buru-buru bangun sebelum kesadarannya terkumpul, membuatnya sedikit pusing sekarang.

Wanita itu berusaha meneruskan aktivitasnya kembali. Namun, rasa mual yang hebat membuatnya bergegas menuju toilet.

"Vi?"

Via mengatur napas sesaat setelah memuntahkan cairan di wastafel.

Alvin menghampiri. "Kenapa, Sayang?"

"Nggak tahu, mungkin masuk angin." Setelah menjawab Via kembali memuntahkan rasa mualnya. Alvin membantu memijat tengkuk istrinya, membantu meraih tisu untuknya.

"Apa jangan-jangan ...." Alvin menjeda ucapan. Via menoleh ke arah suaminya. Bisa jadi Alvin memikirkan hal yang sama dengannya. Akan hadir calon anggota baru di dalam keluarga kecilnya.

Alvin mengusap perut Via yang rata. Barangkali ada kehidupan baru di sana. "Jangan-jangan kamu hamil, Vi?"

Via Bisa saja hanya sedang tidak enak badan. Namun, juga tidak menutup kemungkinan bahwa mual yang ia rasakan tadi berasal dari benih yang Alvin tanam.

Wanita itu menyentuh perutnya, lembut. Berharap benih cinta mereka hadir dan bertumbuh di sana. Via tak sabar untuk memastikan apakah dia benar-benar mengandung benih cintanya dengan Alvin.

Via bergegas menuju kamar. Mengambil sebuah testpack dari dalam nakas yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari. Dadanya berdebar kala mencoba alat itu. Ia menantikan hasilnya dengan penuh harap.

Via membekap mulut, matanya berkaca-kaca saat alat itu menampilkan  dua garis semburat merah di sana. Refleks ia mengusap perutnya, lembut dan penuh rasa syukur.

"Alvin pasti senang."

Alvin suaminya itu tampak sedang memarkir mobilnya di garasi. Pria itu baru saja tiba usai mengantar Zhea ke sekolah. Buru-buru menuju kamar untuk memastikan istri tercintanya baik-baik saja. Tadi ia sudah mintanya untuk beristirahat saja tanpa melakukan aktivitas seperti biasa. Kesehatan istrinya lebih penting.

"Vi?" Alvin mengedarkan pandangan ke tiap sudut ruangan.

"Sudah pulang?" Via baru saja keluar dari bathroom. Tersenyum simpul ke arah suaminya.

"Ayo periksa ke dokter."

Via menggeleng.

"Vi--"

"Ta-da! Buat kamu." Via menyerahkan kotak kecil pada Alvin dengan senyum terkembang.

"Apa ini?"

"Coba buka."

Perlahan Alvin membuka kotak itu, kemudian meraih benda di dalamnya.

"Ini?"

Via mengangguk.

Alvin ternganga saat mendapati dua garis merah pada alat tes kehamilan itu.

"Kamu beneran hamil?"

Via tersenyum lalu mengangguk.

"Serius?"

"Iya!"

"Ya ... Tuhan, terima kasih." Alvin mengusap-usap perut Via, merasakan kehadiran calon bayi mereka di sana. Kemudian, kecupan lembut mendarat di kening Via.

Pelabuhan Rasa (Sekuel Rasa) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang