28. Skenario Terbaik

1.3K 107 23
                                    

Suasana meja makan tampak lengang. Hanya tersisa Fatimah, Alvin dan Via di sana. Rizal dan Ranti memutuskan menarik diri.

Beberapa saat suasana masih hening. Sampai Via memberanikan diri membuka suara. "Bu." Via menghela napas untuk menjeda kalimatnya. "Saya minta maaf, kalau saya pernah menyakiti Alvin, anak Ibu."

Hening.

"Saya merasa tidak pantas untuk Alvin. Saya menyadari itu. Saya pernah menghindarinya. Saya pernah bersikap ketus padanya, hanya semata agar Alvin menjauh, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Dia terus datang, terus mencoba hingga mendapat tempat di hati anak perempuan saya."

Hanya itu yang bisa disampaikan oleh Via. Selebihnya ia terdiam.

"Ibu, restui kami," ucap Alvin sembari menggenggam tangan ibunya di atas meja.

Fatimah menoleh, menatap pada Alvin dan Via secara bergantian. Hatinya mulai luluh. Tanpa disadari air mata menggenang di pelupuk matanya yang sudah berhias garis-garis halus.

Fatimah tahu perasaan Alvin terhadap Via begitu dalam. Apalah ia, hanya orang tua yang ingin melihat anak-anaknya bahagia.

"Tunggu kakakmu menikah lebih dulu, baru kamu, Vin. Kakakmu sudah berumur."

Alvin mengerjap. "Bu? Jadi, Ibu merestui kami?"

Fatimah tersenyum. Mengangguk pelan.

"Makasih, Bu. Ibu Fatimah emang the best!" seru Alvin girang, memeluk ibunya.

Via mengangkat wajah setelah sedari tadi menunduk. Mereka sudah mendapat restu?

Alvin melepas pelukannya. Fatimah dan Via bersitatap sejenak.

"Ibu?"

Fatimah tersenyum tipis masih dengan mata yang berkaca.

"Ibu ...." Via bangkit dari kursinya, bersimpuh pada Fatimah, mencium punggung tangannya, dengan tangis yang kembali tumpah.

"Ibu, terima kasih."

Ibu dan calon menantunya itu larut dalam perasaan haru.

*

"Ternyata Ibu benar-benar sudah tua, dua anak laki-laki Ibu sudah menemukan tambatan hatinya masing-masing. Kalian akan berumah tangga, punya anak. Ibu akan gendong cucu. Ibu menantikan hari itu, enggak sabar rasanya."

Ranti tersenyum tipis, menoleh ke arah Rizal. Alvin merangkul bahu Via. Mereka membaur hangat di ruang utama.

"Saling menerima itu penting, apa pun yang pasangan kalian punya, kelebihan kekurangan itu akan membuat kalian saling melengkapi." Fatimah kemudian menyampaikan petuahnya.

"Selesaikan masalah dengan duduk berdua, bicarakan bersama. Jangan saling pergi atau saling meninggalkan."

"Masalah materi bisa kalian cari bersama. Jangan lupa bersyukur seberapa pun yang Allah kasih untuk kalian, itulah rejeki yang sudah Allah atur. Insya Allah cukup."

"Aamiin." Rizal mengamini wejangan ibunya, yang diikuti pula oleh yang lain.

Setelahnya hanya canda tawa yang terlihat, semua tampak bahagia dan lega saat ini.

*

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Di ranjangnya yang nyaman, Via memulai dongeng sebelum tidur untuk putrinya.

"Pada zaman dahulu, hiduplah seorang gadis bernama Cinderella ...."

Zhea mendengarkan dengan tenang dongeng Cinderella itu. Juga sesekali menyela dengan pertanyaan-pertanyaannya. "Kenapa Cinderella harus pulang sebelum jam dua belas malam, Ma?"

Pelabuhan Rasa (Sekuel Rasa) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang