32. Rumah tangga

1.5K 101 29
                                    


Eric menatap kosong ke arah mobil Alvin yang baru saja meninggalkan lokasi. Pria itu tertegun sesaat di pintu gerbang sekolah Zhea.

Bergeming sambil menyentuh kemudi, Eric menyadari bahwa Alvin memang yang terbaik untuk mantan istrinya itu.

Lalu apa lagi yang ia khawatirkan? Zhea? Bahkan, putrinya juga sangat nyaman berada di dekat pria yang pernah menjadi rivalnya itu.

Kenapa Eric merasa kehilangan sekarang? Apa yang mendasari itu? Bukankah selama ini ia acuh tak acuh. Kenapa sekarang mendadak dramatis seperti ini?

Gue pengen tau, apa selama ini elo bahagia, Ric?"

Terlintas pertanyaan Andre, sepupunya itu seolah tahu apa yang ia rasakan.

Bahagia? Eric tersenyum getir. Lalu mengembuskan napas berat. Baru ia sadari bahwa ia bahagia, sangat bahagia dulu--sewaktu bersama Via dan putrinya.

Sekarang kebahagiaan yang ia punya hanyalah semu.

*

"Sampai!" Alvin memarkirkan mobilnya di bahu jalan tepat di depan sebuah bangunan bercat abu-abu. Bergaya kontemporer.

"Ayo turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo turun."

"Rumah siapa?"

"Ayo, nanti juga tahu."

Alvin turun lebih dulu, membuka pagar. Via hanya mengikuti langkah Alvin, masuk ke dalam bangunan itu.

"Ta-da!"

Via sedikit heran, rumah itu tampak kosong. Tidak ada perabotan di sana.

"Vin?"

"Ini rumah kita, Vi."

Pelan tapi pasti senyum Via terkembang. "Ini? Serius, Vin?"

"Ya! Ini rumah kita, tidak terlalu besar, tapi cukup untuk kita berteduh dari terik dan hujan."

"Ini, sih luas, Vin." Via menyisir ruangan.

"Ada kolam renang." Mata Zhea berbinar. Berjalan mendekat ke arah kolam sedang yang berada di pekarangan belakang.

"Ini rumah kita nanti, Zhea. Apa Zhea suka?"

"Wah ... suka, Pa," jawab singkat gadis berponi itu sambil memainkan air di pinggir kolam.

"Makasih, Vin."

"Hmm. Pelan-pelan akan kucicil buat ngisi perabotan."

"Udah nggak sabar nempatin rumah ini."

"Jadi, udah nggak sabar berumah tangga denganku, Vi?"

Via menoleh dan mendapati kerlingan mata Alvin. Via tersenyum, pria ini selalu bisa membuatnya tersipu, membuatnya merasa teristimewa.

"Makasih, Papa Alvin," ucap Via tulus.

"Masa cuma makasih doang, sih." Telunjuk Alvin menyentuh pipinya sendiri.

Pelabuhan Rasa (Sekuel Rasa) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang