Sejak tadi mata Lisa terus fokus menatap jarum infus yang menancap sempurna di lengan kirinya. Setiap dia melihat jarum itu, rasa sakit yang dirasakannya ketika jarum itu mulai dimasukkan ke lengannya kembali terasa. Tangan kanan Lisa perlahan mengusap pelan lengan kirinya tersebut. Berharap bayang-bayang rasa sakit itu menghilang.
Itulah yang selalu Lisa lakukan setiap hari, ketika Jisoo, Jennie, dan Rose berkunjung. Sebelum mereka datang maka Lisa akan menyuruh suster untuk melepaskan infus yang selalu membelit tangan kirinya, kemudian malamnya setelah mereka pergi, kembali dipasangkan lagi. Begitu seterusnya hingga sekarang.
Fokus mata Lisa kini beralih menatap pintu ruangannya yang dibuka oleh seseorang. Dari balik pintu tersebut terlihat ibu Lisa yang datang bersama seorang pria yang sangat Lisa kenali.
"Bagaimana keadaanmu, sayang?" Ibu Lisa melangkah masuk, begitu juga dengan pria tersebut.
Lisa hanya tersenyum. Bagaimanapun juga ibunya yang paling mengerti dengan keadaannya saat sekarang ini. Setelah itu Lisa menoleh ke arah pria yang datang bersama ibunya. "Anyeonghaseyo... sajangnim."
"Nde... anyeonghaseyo, Lisa-ya." Ternyata pria yang datang bersama ibu Lisa adalah Tuan Park, dia mengangguk dan membalas sapaan lemah Lisa.
"Tadi, ibu tidak sengaja bertemu dengan Tuan Park di loby rumah sakit... Tuan Park bilang dia ingin berbicara denganmu." Ucap ibu Lisa mengusap lembut rambut putrinya.
Lisa hanya mengangguk pelan. Terlihat ibunya tersenyum, lalu menatap Tuan Park. "Silahkan, Tuan Park... saya kebawah dulu untuk mengambil makan malam untuk Lisa. Permisi..."
Mata Lisa terus mengikuti ibunya yang berjalan keluar, sampai punggung ibunya menghilang setelah pintu tertutup. Kemudian Lisa menatap Tuan Park yang tingkahnya sama dengan Jisoo saat datang menjenguknya, tertunduk diam.
"Mianhae, sajangnim... Anda kembali mengingat kejadian saat kompetisi di Amerika dulu." Lisa terlebih dahulu berbicara, karena Tuan Park tidak kunjung membuka mulutnya.
Tuan Park menghela napasnya pelan. Ingatan ketika Lisa mengikuti kompetisi tingkat internasional dulu kembali teringat olehnya. Saat itu dia sangat terkejut ketika melihat Lisa yang sedang tampil di atas panggung jatuh pingsan begitu saja. Semua orang yang ada disana berseru tertahan, dengan cepat petugas medis membawa Lisa menuju ruang kesehatan.
Dokter yang memeriksa Lisa saat itu bilang jika ada kelainan didalam tubuh Lisa, lalu dokter tersebut menyarankan kepada Tuan Park untuk menelpon orang tua Lisa. Tanpa menunggu lagi, Tuan Park langsung menelpon orang tua Lisa yang ada di Korea. Dan setelah panggilan itulah Tuan Park memutuskan untuk membawa Lisa pulang kembali, tanpa memperdulikan kompetisi tersebut.
Tuan Park menggeleng, mengusir ingatan itu jauh-jauh. "Ani... gwenchana."
"Arasseo..." lirih Lisa pelan, lalu mengalihkan tatapannya ke arah jendela. Tatapan Lisa terlihat kosong. "Apa Anda ingin berdiri terus seperti itu atau memilih untuk duduk, sajangnim?"
"E-eoh... aku akan duduk." Sejenak Tuan Park sedikit terkejut mendengar nada bicara Lisa yang dingin dan terkesan datar. Padahal dulu dia sangat ceria dan tidak pernah berhenti untuk bicara.
"Apa yang ingin Anda bicarakan, sajangnim?" Tanya Lisa dengan tatapan yang masih betah untuk menatap ke arah jendela.
Tangan Tuan Park terkepal dengan erat, sebenarnya dia sudah mengetahui jawaban Lisa mengenai pertanyaan yang akan ditanyakannya. Tapi, dia ingin memastikan sekali lagi dengan mata kepalanya sendiri.
"A-apakah... apakah kau akan tetap lanjut bersama mereka atau berhenti begitu saja?..." Tanya Tuan Park dengan ragu-ragu.
Sekarang tatapan Lisa kembali sempurna menatap Tuan Park yang duduk disebelahnya. Tangan Tuan Park semakin terkepal saat melihat sorot tatapan kosong dan dingin dari mata Lisa. Terlihat seperti sorot mata orang yang putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liar ✔
Fiksi PenggemarMenurut Lalisa, berbohong merupakan satu-satunya cara untuk membuat orang yang ada disekitarnya tetap tersenyum. Tidak mengapa saat dia 'pergi' nanti akan dicap sebagai 'pembohong'. Karena... dia memiliki alasan tertentu.