5 - Membuka Diri

958 109 48
                                    

Decitan suara kipas angin membangunkan Alana yang masih terkapar lemas di ranjang uks.

Alana membuka matanya perlahan. Rasanya, denyutan di kepalanya masih terasa.

"Al, lo udah sadar? Gimana? Masih sakit?" tanya Andin bertubi-tubi ketika melihat Alana membuka matanya sempurna.

"Jangan ditanya-tanyain dulu kali, dia baru sadar. Nanti malah makin pusing," jawab Shireen yang ternyata juga ikut menunggu Alana bersama satu teman perempuannya, yang tidak dikenal oleh Alana.

Akhirnya, semuanya diam, sambil membantu Alana untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang.

"Aduh, kepala gue masih nyut-nyutan nih," ucap Alana sambil memijat pelan pelipisnya.

"Ya gimana gak nyut-nyutan, kan kepala lo benjol," jawab Andin polos.

"Hah?! Benjol?!" Alana sontak berlari menuju cermin yang berada tak jauh dari ranjang.

Ia melihat benjolan berwarna merah pada pelipisnya, kemudian menghela nafas pelan.

"Udah, Al. Mending lo banyakin istirahat aja," ujar Shireen sambil menuntun Alana kembali ke ranjang.

"Banyak-banyakin di kompres es batu juga ya, biar cepet kempis," tambah gadis yang tidak dikenal oleh Alana.

"Oh, iya. Kenalin, gue Aura, temen sekelasnya Shireen. Salam kenal, ya," ujar gadis yang bernama Aura itu, sambil mengulurkan tangannya kepada Alana.

"Alana," jawab Alana singkat, sambil menyambut uluran tangan Aura. Jujur saja, ia bingung harus merespon bagaimana, karena ia sangat tidak pandai berkenalan dengan orang lain.

"Lo mau kita anterin pulang atau disini aja, Al? Kalau mau pulang sekarang juga gak apa-apa kok, udah diijinin sama guru," tanya Shireen.

"Gue pulang aja, deh. Kepala gue sakit banget. Takutnya, kalau disini ntar ngerepotin," jawab Alana.

"Ya udah kalau gitu. Nanti sepulang sekolah kita jengukin lo lagi," sahut Andin.

Akhirnya, Andin, Shireen, dan Aura, mengantarkan Alana untuk istirahat di kamar kosnya.

✏✏✏✏

Alana berjalan menuju kulkas, untuk mengambil sebongkah es batu.

Ia kemudian bersandar pada tembok kamarnya, sambil sesekali meringis ketika es batu yang dibawanya menempel pada pelipis.

Tiba-tiba, Alana merasakan perutnya berbunyi, menandakan bahwa ia lapar. Ia memang belum sarapan, dan makan siang hari ini.

Untuk memasak, nampaknya dia tak cukup kuat. Untuk beli, juga tidak kuat. Lantas bagaimana?

Alana memandang jam dinding yang terpampang diseberangnya. Beberapa menit lagi, teman-temannya akan pulang, dan menjenguknya kembali.

Akhirnya, Alana memutuskan untuk menunggu teman-temannya sambil merebahkan tubuhnya untuk menahan rasa sakit.

Beberapa menit setelah matanya terpejam, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

"Ah, akhirnya mereka datang. Gue udah laper banget," ucap Alana sambil beranjak membuka pintu.

Ketika pintu terbuka, betapa terkejutnya Alana ketika mendapati seorang cowok berseragam sekolah seperti dirinya, sedang berdiri sambil membawa sekantong plastik.

"Nih, buat lo. Gue tahu, lo pasti belum makan. Cepet sembuh, ya," ucapnya kemudian sambil menyodorkan kantong plastik tersebut.

Alana masih mematung melihat cowok yang tak dikenalnya itu. Bagaimana bisa dia mengetahui bahwa Alana sedang sakit? Dan darimana dia tahu bahwa Alana sedang lapar? Siapa dia?

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang