EPILOG

1.4K 53 57
                                    

Hai! Kamu sudah sampai pada bagian akhir cerita.
Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk mengikuti kisah Devan dan Alana.
Selamat membaca bagian paling akhir yang mengakhiri cerita, dan mengakhiri hubungan Devan dan Alana.

⚠️ Part ini mengandung bawang.

p.s: direkomendasikan untuk membaca sambil mendengarkan musik melow.

✏✏✏✏

Sudah satu bulan sejak kematian Devan, Alana kembali hidup dengan murung. Rasa berkabung masih menyelimuti hatinya, dan bayang-bayang Devan masih kerap menghantui pikirannya.

Alana duduk di teras kamar kost nya, memandang kamar di seberangnya yang kini kosong tak berpenghuni.

Alana membuka kotak yang disimpannya sejak satu bulan yang lalu. Kotak itu berisi semua hal yang bersangkutan dengan Devan. Mulai dari boneka yang mereka dapatkan ketika bermain di timezone, kalung yang diberikannya ketika di Bali, dan foto-foto bersama yang sempat mereka ambil semasa Devan masih hidup. Semua itu disimpan Alana dengan baik.

Tiba-tiba, matanya tersita pada sebuah lembaran kertas yang berada paling bawah.

Alana mengambilnya. Ia ingat betul kertas itu berisi apa dan dari siapa. Ya, itu surat dari Devan. Iqbal memberikannya kepada Alana, sehari setelah Devan dimakamkan. Kata Iqbal, Devan menitipkan surat itu sebelum ia berangkat menuju terminal.

Alana membaca tulisan tangan Devan yang tidak begitu rapi.

Hai, Al.

Surat ini aku tulis spesial untukmu. Kamu tahu? Aku tidak begitu pandai berkata-kata untuk menulis sebuah surat yang manis sebagai salam perpisahan. Jadi, tolong maklumi jika surat ini terlihat aneh ketika dibaca.

Saat kamu baca surat ini, pasti kita sudah berpisah. Aku sudah gak ada disamping kamu lagi, untuk menemanimu kapanpun dimanapun, menggodamu hingga pipimu berubah warna menjadi merah, dan bikin kamu kesal karena sikapku yang menyebalkan.

Percayalah, Al. Aku melakukan semua itu hanya untuk menarik perhatianmu. Tidak mudah bisa berteman dekat dengan gadis sedingin kamu. Tapi, untungnya aku berhasil. Aku berhasil dekat denganmu, berhasil membuatmu tertawa walau sekejab, berhasil membuatmu mau berbagi cerita. Aku berhasil, Al. Tapi, aku juga gagal. Aku gagal menepati ucapanku sendiri, sebagai cowok yang akan menemanimu selamanya, sebagai cowok yang akan melindungimu kapanpun, dan sebagai cowok yang akan melukiskan kebahagiaan di hatimu. Maaf, aku harus pergi, Al. Ini bukan keinginanku. Tapi takdir.

Semenjak kenal denganmu, aku belajar banyak hal, Al. Mulai dari arti kehidupan yang nyata, hingga bertahan pada harapan yang tak kunjung ada.

Sekadar memberi tahu, aku benar-benar mencintaimu, Al.

Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal kita semakin dekat. Aku selalu bahagia ketika lihat kamu tersenyum walaupun hanya tipis. Aku selalu tersihir ketika menatap bola mata indahmu. Dan aku selalu terbayang-bayang dengan wajahmu yang manis itu, walaupun selalu tampak datar ketika bertemu.

Al, aku hanya ingin kamu menganggap aku bukan hanya sekadar teman atau sahabat. Aku ingin lebih dari itu.

Hahahaha, aku sangat egois, ya? Padahal, jelas-jelas kamu tidak mau padaku. Tapi, tidak apa-apa. Apapun pilihanmu sekarang dan nanti, aku yakin pasti itu yang terbaik untukmu. Aku ikut senang ketika melihat kamu senang, Al.

Sebenarnya ini semua bukan termasuk dari apa yang aku inginkan, Al. Kamu jadian dengan Vano, itu bukan bagian dari skenario bahagiaku. Aku menjauhimu dan bersikap kasar, itu karena aku cemburu. Dan aku pergi meninggalkanmu, itu pun bukan termasuk di dalamnya. Maafkan aku, Al. Aku tidak tahu lagi hendak melakukan apa, selain mengucapkan maaf.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang