13 - Bertiga

587 75 19
                                    

Matahari terbit dari ufuk timur, memancarkan sinarnya yang hangat. Burung-burung kecil bersiul indah dan mengepakkan sayapnya kesana kemari.

Sinar matahari pagi yang berhasil menembus jendela kamar Alana, membuat semangat dalam tubuh Alana kembali tercipta.

Alana pun terbangun. Ia menyibakkan selimut tebal yang menelungkup tubuhnya. Kemudian ia beranjak menuju kamar mandi, membasuh wajahnya, dan pergi keluar untuk sekadar menghirup udara pagi yang segar.

Alana menatap bunga-bunga yang tertata rapi di depan kamarnya. Bunga-bunga itu basah karena diselimuti embun pagi.

Ia pun menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Sungguh pagi di hari minggu yang indah.

"Hai, Al! Tumben dah bangun," sapa Devan yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Gue bangun pagi terus kali. Lo kira elo, kebo." Alana membuang tatapannya malas. Suasana pagi yang indah tiba-tiba menjadi rusak karena kehadiran Devan.

"Biasanya juga berangkat siang kalo sekolah." Devan meregangkan otot-otot tubuhnya.

"Sengaja. Biar gak ketemu lo." Alana mengambil sapu lidi yang ada disudut kamarnya, kemudian menyapu lingkungan sekitar.

Devan beranjak mendekati Alana yang sedang sibuk menyapu.

"Ngapain lo deket-deket?" tanya Alana menatap Devan tajam.

"Dih, siapa yang deket-deket elo. Orang gue mau cabutin rumput. Dasar ge-er." Devan mulai berjongkok disamping Alana, dan mencabuti rumbut liar yang sudah tumbuh panjang.

"Ehem, ini pagi-pagi udah pada rajin, emang rajin beneran atau modus mau berduaan?" celetuk Shireen yang tiba-tiba keluar dari kamarnya sambil membawa sekantong plastik berisi sampah untuk dibuang.

"Apaan sih lo." Devan dan Alana menjawab dengan serentak.

"Cie, kompak banget, sih." Shireen hanya tertawa kecil menanggapi respon dari kedua temannya.

"Ogah banget kompak sama dia." Alana memandang Devan sinis.

"Ya udah deh, lanjutin pacarannya. Gue masuk dulu, ya." Shireen beranjak masuk ke kamarnya, meninggalkan Devan dan Alana.

Beberapa menit berlalu, Devan dan Alana hanya saling diam, sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Tiba-tiba, terdengar suara perut berbunyi, itu artinya ada yang sedang lapar.

Alana menolehkan kepalanya menatap Devan, sedangkan yang ditatap hanya menyengir tanpa dosa.

"Lo belum sarapan?" tanya Alana merasa iba.

"Kalau udah, perut gue gak bakal bunyi," cibir Devan berdiri dari tempatnya.

"Hm. Lo tunggu di teras dulu." Alana beranjak pergi meninggalkan Devan menuju kamarnya.

Devan mengerutkan keningnya, bingung, "Mau ngapain?"

"Bentar doang." Setelah itu, Alana masuk ke kamarnya. Dan mau tidak mau, Devan harus menunggu Alana di teras kamarnya.

Alana sibuk meracik bumbu-bumbu dapur. Ia hendak memasak nasi goreng untuk sarapan pagi ini bersama Devan.

Entah mengapa, hatinya tidak tega melihat Devan kelaparan di pagi hari yang cerah ini.

Untung saja, nasi semalam masih ada. Dan Alana segera memasak nasi itu menjadi nasi goreng, yang lebih praktis dan cepat.

Setelah beberapa menit sibuk berkutat, akhirnya dua piring nasi goreng, dan dua gelas teh manis sudah siap disajikan.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang